Thursday, May 14, 2015

INTERSEKSI SUKU DAN PROFESI PEDAGANG KULINER


INTERSEKSI SUKU DAN PROFESI PEDAGANG KULINER 


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Indonesia adalah Negara yang merupakan salah satu Negara dengan masyarakat multikultural. Hal ini dapat kita lihat dari wilayah yang terpisah-pisah yang menghasilkan masyarakat dengan berbagai suku, agama, bahasa, adat istiadat, budaya, dan lain sebagainya. Latar belakang manusia yang berbeda-beda baik itu mengenai asal usul, pendidikan, keturunan, jabatan dan lainnya akan membentuk suatu struktur masyarakat yang dapat membedakan status manusia didalam kehidupan bermasyarakat secara vertikal (stratifikasi sosial) maupun horizontal (differensiasi sosial). Kenyataan ini akan memberikan dampak yang beraneka ragam dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam masyarakat multicultural seseorang pasti akan saling membutuhkan satu sama lain yang sehingga akan membentuk sebuah cara untuk berhubunaan diantara masyarakat tersebut. Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.

Indonesia menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyrakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki masyarakat bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala patologis

Sebuah interaksi sosial terdapat perubahan-perubahan diantara masyarakat yang merupakan wujud atau hasil dari proses sosial seperti asimilai, akulturasi, konsulidasi dan interseksi. Interseksi merupakan hasil proses interaksi yang sangat mempengaruhi masyarakat di dalam kegiatan sehari-hari. Interseksi adalah persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial, dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.        Apakah yang dimaksud dengan definisi interseksi social.
2.        Bagaimanakan proses dari interseksi social
3.        Apakah saluran-saluran di dalam proses interseksi social
4.        Bagaimanakah interseksi suku dan profesi pedagang di pasar perumnas way halim permai Bandar lampung

C.    Tujuan

Tujuan dalam makalah ini adalah:
1.        Mengetahui definisi, saluran, dampak, proses, dan teori  interseksi social.
2.        Mengetahui interseksi antara suku dan profesi pedagang di pasar perumnas way halim permai Bandar lampung


 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Interseksi Sosial

1.        Pengertian
Dalam Sosiologi, interseksi adalah persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial, dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.

Menurut Soerjono Soekanto, dalam kamus sosiologi, section atau seksi adalah suatu golongan etnis dalam suatu masyarakat yang majemuk, misalnya etnis Sunda, Jawa, Bugis, Minang dan lain-lain. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa interseksi merupakan persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.

Secara sederhana, perbedaan suku bangsa, agama, ras daerah dan kelas sosial saling silang-menyilang satu sama lain, sehingga menghasilkan golongan-golongan yang juga saling silang menyilang. Oleh sebab itu, di banyak daerah, penggolongan individu-individu akan sekaligus menempatkan seseorang atau kelompok masyarakat pada beberapa kriteria.

Suatu interseksi terbentuk melalui interaksi sosial atau pergaulan yang intensif dari anggota-anggotanya melalui sarana pergaulan dalam kebudayaan manusia, antara lain bahasa, kesenian, sarana transportasi, pasar, sekolah. Dalam memanfaatkan sarana-sarana interseksi sosial itu, anggota masyarakat dari latar belakang ras, agama, suku, jenis kelamin, tingkat ekonomi, pendidikan, atau keturunan berbeda-beda dapat bersama-sama menjadi anggota suatu kelompok sosial tertentu atau menjadi penganut agama tertentu. Contohnya dalam masyarakat kita, terutama yang hidup di kota-kota besar umumnya terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai suku bangsa, seperti Jawa, Batak, Minang, dan Bali dengan adat istiadat dan bahasa yang berbeda satu sama lain. Antara berbagai kelompok suku bangsa itu bersilangan keanggotaan dengan kelompok agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Persilangan itu terjadi karena suku Jawa menganut agama Kristen, Islam, Katolik, Hindu, dan Buddha, begitupun suku bangsa yang lain juga menganut agama-agama tersebut. Dengan demikian terjadi persilangan antara suku bangsa dengan agama.

Dalam masyarakat, hal yang terpenting untuk terjadinya interseksi antara unsur-unsur masyarakat yang berbeda-beda itu adalah adanya sarana-sarana pergaulan di antara mereka, sehingga terjadi komunikasi di antara warga masyarakat yang berasal dari berbagai golongan sosial maupun golongan etnik. Sarana-sarana pergaulan itu antara lain melalui bahasa nasional (Bahasa Indonesia), pelabuhan, pasar, sekolah atau universitas, perkawinan campuran, dan transmigrasi. Karena adanya saranasarana pergaulan ini, warga masyarakat yang mempunyai latar belakang ras atau suku bangsa yang berbeda-beda dapat bersama-sama menjadi suatu golongan atau kelompok social tertentu, atau menjadi penganut suatu agama tertentu. Keadaan seperti inilah yang disebut dengan interseksi keanggotaan anggota-anggota masyarakat di dalam kelompok sosial. Mereka yang berbeda-beda dalam hal suku bangsa dan agamanya tidak dengan sendirinya identik dengan suatu lapisan tertentu dalam pelapisan masyarakat.

2.        Saluran-Saluran Interseksi
Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi tidak terjadi begitu saja namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dapat dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial, dan politik.

3.        Dampak interseksi sosial
Sebagai suatu proses sosial, interseksi mempunyai akibat terhadap kemajemukan masyarakat, diantaranya:
a.        Akibat dari pembentukan kelompok sosial dari seksi yang berbeda-beda adalah semakin kuatnya hubungan atau ikatan antaranggota sambil untuk sementara mengabaikan perbedaan-perbedaan horizontal maupun vertikal di antara mereka. Dengan demikian, diferensiasi di dalam masyarakat menjadi hal yang diangap wajar karena mereka dapat saling bergaul intensif dan saling memaklumi hal-hal tertentu. Selain itu, interseksi dapat menghasilkan kelompok sosial baru dengan kriteria yang baru pula, misalnya para pengguna Wikipedia akan mengabaikan perbedaan yang menyangkut suku, ras, dan agama yang mereka anut ketika berkumpul dengan kelompoknya. Selain itu juga meningkatkan solidaritas, sebab individu dari suku, ras, agama, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan pekerjaan yang berbeda-beda akan bergabung membentuk kelompok sosial berdasarkan kriteria lainnya.
b.       Menimbulkan potensi konflik, jika perbedaan-perbedaan yang mereka miliki lebih menonjol dan semakin tajam. Misalnya, jika perbedaan latar belakang suku, agama, dan status orang tua lebih menonjol dalam suatu organisasi pelajar, maka konflik yang berakhir pada perpecahan pasti akan terjadi dalam organisasi tersebut. Jika perbedaan-perbedaan yang mereka miliki lebih menonjol dan semakin tajam.Misalnya jika perbedaan latar belakang suku, agama, dan status orang tua lebih menonjol dalam suatu organisasi pelajar, maka konflik yang berakhir pada perpecahan pasti akan terjadi dalam organisasi tersebut. Konflik dapat pula terjadi dalam masyarakat luas yang menempati suatu komplek perumahan, sebab mereka berasal dari berbagai latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda

4.        Proses interseksi sosial
Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi tidak terjadi begitu saja namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dapat dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial, dan politik.
a.       Hubungan Ekonomi  Melalui Perdagangan
Kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami pulau-pulau di Nusantara telah menjalin hubungan dagang dengan berbagai bangsa di dunia sejak zaman dahulu kala. Dengan hubungan dagang yang telah berlangsung selama ratusan tahun itu, interseksi di Indonesia juga telah berlangsung selama ratusan tahun pula. Interseksi tersebut berjalan sedemikian rupa dan meliputi unsur-unsur bidang agama, kebudayaan, dan kesenian.


b.      Hubungan Ekonomi  Melalui Perindustrian
Interseksi melalui perindustrian menjadi semakin intensif di era yang mengutamakan produk-produk industri berteknologi tinggi. Interseksi akan terjadi melalui kerja sama perindustrian yang dibangun baik di tingkat regional maupun internasional.

5.        Teori Interseksi social
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbenuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Eropa, Tionghoa, India, Arab dan lain sebagainya.

Kata Kebudayaan, berasal dari kata Sanskerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “kekal”.
(Koentjaraningrat. 2003:73)  Menurut BAKKER kata kebudayaan dari “Abhyudaya”, Sansekerta  Kata “Abhyudaya” menurut Sanskrit Dictionary (Macdonell, 1954): Hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap.
Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.

Culture dari kata Latin  colere “mengolah”, “mengerjakan”, dan berhubungan dengan tanah atau bertani sama dengan “kebudayaan”, berkembang menjadi” “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam”. (Koentjaraningrat. 2003:74)

Pada awalnya, konsep kebudayaan yang benar-benar jelas yang pertama kalinya di perkenalkan oleh Sir Edward Brnett Taylor. Seorang ahli Antropologi Inggris pada tahun 1871, mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, mora, kebiasaan, dn lain-lain. Pada waktu itu, banyak sekali definisi mengenai kebudayaan baik dari par ahli antropologi, sosiologi, filsafat, sejarah dan kesusastraan. Bahkan pada tahun 1950, A.L. Kroeber dan Clyde Kluchkhon telah berhasil mengumpulkan lebih dari serats definisi  ( 176 definisi ) yang diterbitkan dalam buku berjudul Culture  : A Critical Review of Concept and Definition (1952).

Menurut Atmadja, teori kebudayaan adalah kebudayaan yang timbul sebagai suatu usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuj kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan itu sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Dalam Koentjaraningrat, (2003 : 74 ) J.J Honingmann mengatakan bahwa ada tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1.      Ideas
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.

2.      Activities
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.

3.      Artifacts
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain komputer dll.
Sedangkan  (dalam Koentjaraningrat. 2003:81) terdapat tujuh unsur kebudayaan menurut C. Kluckhon,  antara lain :
1.      Bahasa
2.      Sistem pengetahuan
3.      Organisasi sosial
4.      Sistem peralatan hidup dan teknologi
5.      Sistem mata  pencarian  hidup
6.      Sistem  religi
7.      Kesenian

Kebudayaan, sebagai suatu pengetahuan yang dipelajari orang sebagai anggota dari suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Jika kita ingin menemukan hal yang diketahui orang maka kita harus menyelami alam pikir mereka, dimam-mana setiap orang mempelajari kebudayaan mereka dengan mengamati oarang lain, mendengarkan mereka,kemudian membuat suatu kesimpulan. Maka disinilah peran seorang etnograper meleakukan proses yang sama yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan didengarkan untuk menyimoulkan hal yang diketahui orang dimana hal ini meliputi pemikiran atas kenyataan. Dalam melakukan kerja lapoangan, etnografer membuat sebuah kesimpulan budaya dari tiga sumber sehingga hal ini menjadi dasar adanya saling keterkaitan yamg sangat kuat tentang Etnograpi dan Kebudayaan itu sendiri yaitu:
·         Dari hal yang dikatakan orang
·         Dari cara orang bertindak, dan
·         Dari berbagai artefak yang digunakan orang.

B.       Interseksi suku dan profesi pedagang kuliner di pasar perumnas way Halim Bandar Lampung

Pasar perumnas way halim Bandar Lampung merupakan salah satu pasar yang terletak di jalan Jalan Gunung Rajabasa Raya Bandar Lampung. Dalam makalah ini, penulis ingin mengetahui interseksi antara suku dan dan profesi pedagang kuliner di pasar Perumnas Wayhalim Permai Bandar Lampung.

Pada pasar perumnas way halim terdapat pedang kuliner yang diketahui memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda antara lain suku padang, suku Palembang, suku lampung, suku jawa, suku semendo, dan  suku sunda. Diantara suku dan budaya yang sangat beragam tersebut para pedagang kuliner diantaranya menjual Empek-empek, sate padang, rempeyek, kue lapis legit dan lain-lain.

Dari kebanyakan pada umumnya seseorang pedagang akan menjual kuliner berdasarkan makanan khas dari suku budayanya antara lain:
1.        Pada kebanyakan umumnya bahwa orang Palembang akan menjual makanan kuliner empek-empek yang merupakan makanan khas aslinya.
2.        Pada kebanyakan umumnya orang padang akan menjual sate padang yang merupakan makanan khas daerahnya.
3.        Pada kebanyakan umumnya, orang jawa akan menjual rempeyek yang merupakan makanan khas dari daerahnya.
4.        Pada kebanyakan umumnya, orang lampung akan menjual lapis legit yang merupakan kuliner khas dari suku budayanya.

Dari diantara pedagang tersebut, beberapa dari mereka menjual makanan atau kuliner yang tidak sesuai dengan suku budaya mereka antara lain:
1.      Pada pasar tersebut terdapat beberapa orang pedagang yang merupakan suku dari jawa, tetapi pedagang tersebut menjual sate padang sebagai makanan kuliner di pasar perumnas way halim.
2.      Pada pasar tersebut terdapat beberapa orang pedagang yang merupakan suku dari lampung, tetapi pedagang tersebut menjual empek-empek sebagai makanan kuliner di pasar perumnas way halim permai Bandar lampung.

Berdasarkan aktivitas tersebut hal ini menunukan bahwa terdapat interseksi suku budaya terhadap profesi pedagang kuliner di pasar perumnas way halim permai Bandar Lampung yang merupakan hasil dari keberagaman budaya Indonesia yang sangat beragam dan merupakan hasil dari masyarakat multikultural.





BAB III
KESIMPULAN

Dalam Sosiologi, interseksi adalah persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial, dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.

Secara sederhana, perbedaan suku bangsa, agama, ras daerah dan kelas sosial saling silang-menyilang satu sama lain, sehingga menghasilkan golongan-golongan yang juga saling silang menyilang. Oleh sebab itu, di banyak daerah, penggolongan individu-individu akan sekaligus menempatkan seseorang atau kelompok masyarakat pada beberapa kriteria.

Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi tidak terjadi begitu saja namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dapat dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial, dan politik. Dampak interseksi sosial antara lain meningkatkan solidaritas, dan menimbulkan konflik.

Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi tidak terjadi begitu saja namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dapat dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial, dan politik.

Interseksi budaya sangat dipengaruhi oleh teori budaya yang merupakan kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbenuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya.

Interseksi suku dan profesi pedagang kuliner di pasar perumnas way Halim Bandar Lampung menunjukan bahwa Berdasarkan aktivitas di pasar tersebut tersebut menunukan bahwa terdapat interseksi suku budaya terhadap profesi pedagang kuliner di pasar perumnas way halim permai Bandar Lampung yang merupakan hasil dari keberagaman budaya Indonesia yang sangat beragam dan merupakan hasil dari masyarakat multikultural.
DAFTAR PUSTAKA