Friday, September 15, 2017

Makalah Manusia dan Permasalahannya

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna dibandingkan dengan ciptaannya yang lain. Itu karena manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini.

Dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin dimuka bumi, manusia tidak selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan, tetapi juga mendapatkan kesulitan-kesulitan yang disebut dengan sebuah masalah. Masalah terhadap manusia muncul seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem).

Sebuah masalah pada manusia memiliki tingkat kesulitan dalam pemecahannya masing-masing sehingga berbagai masalah itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan“konseling”.

Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini agar lebih mudah untuk dipahami maka penulis berupaya untuk memberikan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan manusia dan hakekatnya ?
2. Apakah tujuan dan tugas kehidupan ?
3. Apakah fungsi manusia ?
4. Apakah yang dimaksud dengan sebuahmasalah dan ciri-cirinya?
5. Bagaimana jenis-jenis masalah yang terdapat pada individu ?
6. Apa penyebab terjadinya masalah ?
7. Bagaimana cara menyelesaikan masalah ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian manusia pada hakekatnya hakekatnya
2. Untuk mengetahui tujuan dan tugas kehidupan manusia
3. Untuk mengetahui fungsi diciptakan manusia
4. Untuk mengetahui pengertian sebuah masalah dan ciri-cirinya
5. Untuk mengetahui jenis-jenis masalah yang terdapat pada individu
6. Untuk mengetahui penyebab terjadinya sebuah masalah
7. Untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah























BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Manusia dan Hakekatnya

Dalam kamus besar bahasa indonesia manusia berarti makhluk yang berakal budi. Sedangkan dalam Al’Quran manusia dapat diartikan sebagai insanul kamil yang berarti yang sempurna.

1.        Hakikat Manusia
Pada uraian berikut dipapakarkan beberapa pendapat para ahli atau mazhab konseling tentang hakikat manusia.
a.         Viktor E.Frankl mengemukakan bahwa hakikat manusia itu sebagai berikut.
1)        Manusia, selain memiliki dimensi fisik dan psikologis juga memiliki dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila manusia itu hendak di pahami dengan sebaik-baiknya. Melalui dimensi spiritual itulah manusia mampu mencapai hal-hal yang berada diluar dirinyadan mewujudkan ide-idenya.
2)        Manusia adalah unik dalam arti bahwa manusia mengarahkan kehidupannya sendiri.
3)        Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut prikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan jadi apa manusia itu sendiri.

b.        Sigmund Freud mengemukakan sebagai berikut.
1)        Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, mekanistik dan redukasionostik.
2)        Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, dorongan biologis dan pengalaman masa kecil.
3)        Dinamika kepribadian berlangsung melaui pembagian energi psikis kepada Id, Ego dan Superego yang berifat saling mendominasi.
4)        Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif, naluri kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).


c.         B.F Skinner dan Waston mengemukakan hakikat manusia sebagai berikut.
1)        Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama.
2)        Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama keberadaan manusia.
3)        Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.

d.        Aliran Humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat manusia. Para ahli teori humanistik mempunyai keyakinan sebagai berikut.
1)        Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.
2)        Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, yang dalam hal ini manusia bukan poin yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan.
3)        Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irasionnal dan konflik.

2.        Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan prilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan.

Dalil yang menunjukan bahwa manusia mempunyai fitrah beragama adalah Q.S. Al’Araf: 172 yang berbunyi :

øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ  

"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "ya kami bersaksi bahwa Engkau Tuhan kami”
Fitrah bergama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlaqul kariimah).

Apabila lingkungan bersikap masa bodoh, acuh tak acuh, atau bahkan melecehkan ajaran agama, dapat dipastikan anak akan mengalami kehidupan yang tuna agama, tidak familiar (akrab) dengan nilai-nilai atau hukum-hukum agama, sehingga sikap dan perilakunya akan bersifat impulsif, instinktif, atau hanya mengikuti hawa nafsu (Sunda :ngalajur nafsu ngumbar amarah).

Seperti halnya fitrah beragama, maka hawa nafsu pun merupakan potensi yang melekat pada setiap diri indivdu. Hawa nafsu (naluri atau instink) ini, seperti nafsu makan,minum, dan seksual keberadaannya amat bermanfaat bagi kelangsungan hidup individu sendiri. Dapat dibayangkan bagaimana manusia akan hidup, tanpa mempunyai nafsu makan atau minum, atau bagaimana manusia dapat mengembangkan keturunan, apabila tidak mempunyai nafsu seks.

Keberadaan hawa nafsu itu dismping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalm kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu itu tidak dikendalikan, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong manusia kepada keburukan atau kejahatan (innannafsa laammaaratun bissuui).

Individu dapat mengendalikan hawa nafsunya (bukan membunuhnya) dengan cara mengembangkan potensi “takwanya”. Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap manusia mempunyai dua potensi, atau kecenderungan, yaitu “takwa” (beriman dan beramal shaleh, atau berakhlak mulia), dan “fujur” (musyrik, kafir, munafik,fasik, jahat atau berakhlak buruk).

Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangkan potensi “takwa” dan mengendalikan “fujur”-nya, tidak terjadi secara otomatis atau berkembang dengan sendirinya, tatpi memerlukan bantuan orang lain, yaitu melalui pendidikan agama (bimbingan, pengajaran, dan pelatihan), terutama dari orangtuanya sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identiras dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifmah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang lain). Memiliki fitrahnya ini, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain, atau lingkungannya. Sebagai khalifah, manusia mengemban amanah, atau tanggung jawab (responbility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan yang nyaman dan sejahtera, dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup.

Manusia yang diciptakan Allah SWT. sebagai khalifah memiliki kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri. Allah SWT melengkapi manusia dengan sifat khouf (rasa cemas, takut, dan khawatir) dan rooja (sikap penuh harapan dan optimisme). Kondisi ini merupakan sifat eksistensial manusia yang tak dapat dihindari, dan kedua-duanya meupakan kekuatan yang ada pada diri manusia. Kedua kekuatan yang tampak kontradiktif ini harus hadir di dalam proses perkembangan manusia, tetpi tidak harus berbenturan, malainkan harus sinergi dan harmonis, berkembang ke arah kesatuan. Kondisi eksistensial manusia ini memaknakan bahwa perkembangan manusia terarah kesatuan eksistensi dan bukan keragaman eksistensi. Ini berarti pada nilai yang amat fundamental yang menjadi arah dan landasan perkembangan manusia ke arah kesatuan eksistensi itu. Jelasnya nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai agama (Fatah Jalal, dalam Sunaryo Kartadinata, 2003).

Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat ritual personal (seperti shalat, puasa dan berdo’a) maupun ibadah sosial yaitu menjalin silaturahmi (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahmatan lil’alamin).

B. Tujuan dan Tugas Kehidupan

Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, sejahtera, nyaman, dan menyenangkan. Secara ekstrim, Freud mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu mengejar kenikmatan (pleasure principle) dan menghindar dari rasa sakit (kondisi yang tidak menyenangkan).
Prayitno dan Erman Amti (2002: 10-13) mengemukakan model Witner dan Sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka, ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas kehidupan, yaitu sebagai berikut :
1.        Spiritualitas. Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat. Dimensi lain dari aspek spiritualitas ini adalah : (1) Kemampuan memberikan makna kepada kehidupan, (2) Optimis terhadap kejadian-kejadian yang akan datang, (3) Diterapkannya nilai-nilai dalam hubungan antara orang serta dalam pengambilan keputusan.
2.        Pengaturan Diri. Seseorang yang mnegamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri: (1) Rasa diri berguna, (2) Pengendalian diri, (3) pandanga realistik, (4) spontanitas dan kepekaan emosional, (5) kemampuan rekayasa intelektual, (6) pemecahan masalah, (7) kreatif, (8) kemampuan berhumor, (9) kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
3.        Bekerja. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis (terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan), psikologis (rasa percaya diri, dan perwujudan diri), dan sosial (status dan persahabatan).
4.        Persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan sosial, baik antar indvidu maupun dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur perkawinan dan keterikatan ekonomis. Persahabatan ini memberikan tiga keutamaan pada hidup yang sehat, yaitu : (1) dukungan emosional, (2) dukungan material, (3) dukungan informasi.
5.        Cinta. Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi amat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling kerjasama, dan saling memberikan komitmen yang kuat. Penelitian Flanagan (1978) menemukan bahwa pasangan hidup suami istri, anak, dan teman merupakan tiga pilar paling utama bagi keseluruhan penciptaan kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Perkawinan da persahabatan secara signifikan berkontribusi kepada kebahagiaan hidup.

Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia di atas sebagai hasil olah pikir atau nalar (nadhar) para ahli mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini terutama terkait dengan perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara pandang konselor terhadap klien yang seyogianya didasarkan kepada harkat an martabat kemanusiaannya manusia.

C. Manusia dan fungsinya

Manusia adalah ciptaan Allah yang mendapat tugas menjadi khalifah, pengemban amanat dan pemakmur kehidupan di bumi.
Konsepsi bahwa manusia memiliki fungsi dan tanggung jawab, (Azhar Basyir, 1994:26) mempunyai pengertian yang berbeda dengan kinsep di barat. Barat meletakan manusia sebagai subjek otonom. Merka lupa bahwa manusia itu “diciptakan”.

Berkaitan dengan uraian diatas, gagasan dasar Azhar Basyir tentang fungsi manusia terbagi kedalam empat kelompok (catur fungsi manusia) yaitu :
1. Fungsi Manusia Terhadap Diri Pribadi
Manusia adalah ciptaan Allah. Dalam dirinya terkandung predikat makhluk individual (pribadi dan hamba Tuhan) dan sosial (sesama manusia dan alam). Azhar Basyir menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang harus di perhatikan berkaitan dengan fungsi manusia terhadap dirinya sendiri yaitu : perasaan akal dan jasmani. Penekanan ketiga unsur tersebut harus seimbang. Dijelaskan jika seseorang terlalu menitik beratkan fungsi perasaannya maka dia akan terjerumus kehidupan serba spiritual. Jika seseorang terlalu menitik beratkan fungsi akalnya maka ia akan terjerumus kedalam kehidupan yang serba rasional. Pengalaman – pengalaman kejiwaan yang irrasional dinilai sebagai lamunan (ilusi). Jika seseorang menitik beratkan fungsi kejasmaniannya maka ia akan terjerumus kedalam kehidupan yang serba material dan positivistik. Begitu juga jika seseorang menekankan bahwa unsur perasaan, akal dan badan tidak penting maka ia mengalami kehidupan yang pincang. Ada dua implus yang menjadi motor penggerak dalam diri manusia, pertama keinginan untuk memperoleh suatu kepuasan diri tanpa menhiraukan akibat-akibatnya. Kedua keinginan memainkan peranan dalam suatu keselarasan hidup secara utuh.

Unsur-unsur itu merupakan satu kesatuan yang tidak dalam diri manusia sekaligus mengandaikan adanya kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda oleh karena itu manusia di tuntut untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara seimbang.

2. Fungsi Manusia Terhadap Masyarakat
Faktor penyebab munculnya kehidupan bermasyarakat adalah :
a.         Manusia bersifat kemasyarakatan (sosial), artinya masyarakat merupakan tujuan umum yang ingin dicapai manusia.
b.        Manusia terpaksa bermasyarakat , artinya hidup bermasyarakat merupakan tujuan kedua, bukan priotas utama.
c.         Manusia bermasyarakat berdasarkan pilihannya sendiri, artinya hidup bermasyarakat merupakan hasil kemampuan nalar dan perhitungan manusia.
b.        Sebagai makhluk sosial secara naluriah manusia cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat setiap individu memikul beban kewajiban terhadap individu-individu lain, artinya mempunyai relasi fungsional yang didasarkan atas kemanusiaan dan kekeluargaan (satu keturunan bani Adam).

3. Fungsi Manusia Terhadap Alam
Kebudayaan pada dasarnya berkembang sebagai usaha manusia mengambil manfaat dari apa yang ada dalam alam semesta. Dengan demikian tindakan merusak alam pada hakekatnya merupakan tindakan yang merugikan diri sendiri. Alam yang rusak akan mendatangkan bencana dan malapetaka bagi kehidupan (seperti banjir, udara kotor dsb).

Manusia membutuhkan bahan-bahan dari alam sekaligus mempunyai relasi fungsional terhadap alam dan lingkungan yaitu memanfaatkan potensi alam sekaligus memelihara kelestariannya seoptimal mungkin. Bahkan manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri karena penciptaan jasadnya bermula dari tanah.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa alam diciptakan oleh Allah untuk melayani kebutuhan manusia. Agar fungsi layanan itu dapat teraktualisasikan secara optimal , alam perlu diolah dengan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Mengelola alam merupakan relasi fungsional manusia terhadap alam. Tetapi perlu diingat sumber daya alam bersifat terbatas. Artinya menguras potensi alam secara berlebihan dan tidak pada tempatnya justru akan menjadi sumber kesulitan bagi manusia iti sendiri. Dengan demikian manusia dituntut untuk memelihara alam dan lingkungan dengan sebaik-baiknya.

4. Fungsi Manusia Terhadap Allah
Dalam Al-Qur’an dijelaskan :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S Adz dzariyat: 56)
Mengabdikan diri kepada Allah dalam Al-Qur’an dinamakan ibadah. Ibadah diklasifikasikan menjadi dua yaitu, pertama ibadah mahdah (murni) seperti shalat, puasa, zakat, haji. Ibadah ini di kerjakan sesuai tuntunan yang telah ditentukan , tidak ditambah, tidak dikurangi atau diubah. Kedua ibadah ghoiru mahdhah (bersifat umum) yaitu ibadah yang tidak berkaitan langsung dengan sistem peribadatan.

Sistem ibadah seperti dikemukakan diatas mengandaikan suatu pertanggung jawaban bagi setiap individu manusia kepada Allah ataupun sesama manusia. Artinya kehadiran manusia di dunia praksisnya mempunyai muatan etik noramatif yang berkaitan langsung dengan Sang Pencipta dan dimana ia hidup.
 Kebahagiaan atau kesengsaraan hidup diakhirat kelak banyak ditentukan oleh bagaimana perbuatan manusia selama hidup di dunia apakah ia telah melaksanakan amanat Allah dengan baik ataukah sebaliknya.

D. Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masalah berarti persoalan yang harus diselesaikan. Masalah yang menimpa seseorang jika tidak segera dicari atau diselesaikan maka masalah tersebut akan berkembang dan hal ini berimplikasi terhadap kehidupannya dan orang lain.

Masalah merupakan suatu makna yang belum kita pahami (situasi yang bertentangan atau kabur) yang ada pada suatu peristiwa dalam kehidupan kita dan biasanya masalah akan menimbulkan keadaan yang tidak seimbang antara keinginan dan kenyataan dan masalah merupakan hal yang harus kita selesaikan.[18]

Adapun ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut:
1.        Masalah yang muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das sollen)dan kenyataan (das sein).
2.        Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
3.        Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.
4.        Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungan.
5.        Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
6.        Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar yang perlu dijawab.
7.        Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.

E. Masalah-Masalah yang Berkaitan Personal-Sosial Individu

Kebutuhan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Berbagai masalah personal yang dapat dialami individu diantaranya:
1.        Konflik dan Frustasi
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya individu, kadang-kadang mengahadapi beberapa motif yang saling bertentangan. Dengan demikian individu mengalami konflik psikis, yaitu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu keragu raguan. Apabiala individu melakukan kegitan dan berhasil maka timbul kebahgiaan. Tetapi jika gagal dalam mencapi tujuannya maka individu akan mengalami kekecewaan. Jika kecewa itu selalu berulang maka akan mengggannggu keseimbangan psikis, baik emosi atau tindakannya. Hal itu berarti individu tersebut dalam keadaan frustasi. Dengan demikian frustasi merupakan rasa kekecewaan yang mendalam karena tujuannya tidak tercapai.

Dalam beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya frustasi antara lain:
a.         Frustasi Lingkungan, Frustasi yang disebabkan oleh rintangan yang terdapat dalam lingkungan.
b.        Frustasi Pribadi, frustasi yang timbul karena perbedaan antara kemampuan dan keinginan. Atau ada perbedaan antara ideal self dengan real self.
c.         Frustasi Konflik, yaitu frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang.

2.        Stres
Stres adalah fenomena siko fisik yang dapat dialami oleh setiap orang. Stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik ataupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus yang berupa peristiwa, objek atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membhayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, dan kesejahteraan hidup.
Gejala stres antara lain adalah:
a.         Gejala Fisik, antara lain sakit kepala, sakit lambung (Maag), hipetensi, sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin , kurang selera makan, sering buang air kecil, maupun diare.
b.        Gejala Psikis, diantaranya : gelisah atau cemas, kurang biasa konsentrasi, sikap apatis, ikap psimis, hilang rasa humor atau murung diam seribu bahasa, malas, mudah marah, bersikap agresif dsb.
Faktor yang memicu stres yang biasa disebut stressor antara lain :
a.         Stressor Fisik Biolosik, seperti penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik, atau kurang berfungsinya anggota tubuh.
b.        Stressor Psikologi, seperti berburuk sangka, iri hati, dendam, sikap bermusuhan dsb.
c.         Stressor Sosial, yang disebabkan oleh iklim kehidupan keluarga seperti, hubungan keluarga yang tidak harmonis, atau faktor pekerjaan, juga dimungkinkan karena iklim lingkungan.

3.        Masalah adaptasi
Proses penyesuaian diri sering menimbulkan masalah terutama bagi individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhn sesui dengan lingkungannya maka disebut "Well adjusted". Dan jika sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri disebut "maladjusted".

Ciri-ciri orang yang Well adjusted adalah orang yang mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat wholesome. Yang dimaksud efisien adalah hasil yang diperoleh tidak banyak membuang energi, waktu, dan terhindar dari kekeliruan sedangkan wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, seperti sikap persahabatan, toleransi, dan memberi pertoloangan. Dapat pula dikatakan sorang memiliki penyesuai diri yang normal apabila mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah secara wajar tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannnya, dan sesuia dengan norma-norma.

4.        Masalah yang berhubungan dengan akademik
a.         Diagnosa kesulitan belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar bersumber dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu baik bersifat fisik maupun psikis. Faktor eksternal, meliputi aspek sosial baik yang hadir langsung seperti Radio, TV, dsb. Dan non sosial seperti waktu, tempat, suasana lingkungan, dengan adanya masalah dalam belajar, maka diperlukan layanan bimbingan belajar baik yang bersifat prefentif maupun bersifat kuratif.

b.        Kecerdasan spiritual (spiritual Quotion)
SQ dapat daiartiakan sebagai kemampuan untuk mengenal dan memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan nilai, menempatkan berbagai kegiatan dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya dan memberikan makna, serta mengukur atau menilai bahwa salah satu langkah kehidupan tertentu lebih bermakna dari pada yang lainnya.
Karakteristik individu yang memiliki SQ yang tinggi:
1)        Bersifat fleksibel
2)        Memiliki kesadaran yang tinggi
3)        Memiliki kemempuan untuk menghadapi penderitaan dan mengambil hikmah darinya.
4)        Memiliki kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi rasa sakit.

5.        Pengembangan kreativitas
Beberpa ahli psikologi berpendapat bahwa kreatifitas harus terbatas pda penemuan suatu ide atu konsep baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh manusia. Sebgian ahli lain menyatakan bahwa kreatifitas meliputi usaha yang unik dari individu meski bagi orang lain hal itu bukan baru lagi.
Pemecahan masalah secara kreatif terdiri dari 4 tahap : (1) tahap menemukan fakta (Fact finding), (2) tahap menemukan masalah (problem finding), (3) tahap menemukan gagasan (ide finding), (4) tahap menemukan Masalah (solution finding).

Ciri-ciri manusia yang kreatif
1. hasrat ingin tahu besar, 2. mempunyai inisiatif, 3. panjang akal, 4.berkeinginan untuk menemukn dan meneleliti, 5. cenderung lebih suka lebih suka melakukan tugas yang sulit dan berat, 6. selalu ingn mendapatkan pengalaman baru, 7. percaya pada diri sendiri, 8. berfikir fleksibel.

Ada ahli yang membedakan masalah yang dialami sseorang itu atas enam kelompok masalah yaitu:
1.        Masalah pengajaran atau belajar
Problem yang dialami oleh seseorang sehubungan dengan kegiatan pengajaran (prosess belajar) seperti:
a.         tidak men getahui bagaiman belajar yang baik.
b.        tidak tahu bagaimana membaca buku dengan baik.
c.         tidak mengetahui bagimana caranya mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian.

2.        Masalah pendidikan
Masalah atau kesulitan yang dialami oleh seseorang dalam situasi pendidikan pada umumnya, seperti:
a.         Mengalami kesulitan dalam memilih sekolah.
b.        Tidak mengetahui car memilih juruan yang cocok
c.         Tidak dapat menyesuaikan diri pada waktu berada pada tingkat pendidikan yang dicapai.

3.        Masalah pekerjaan
Masalah-masalah yang timbul dalam diri individu, dan menyiapkan diri dan menempatkan diri dengan pekerjaan, seperti :
a.         Tidak tahu bagaiman memilih pekerjaan yang cocok dengan keadaan dirinya.
b.        Tidak tahu pekerjaaan apa yang tersedia dan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilannya.
c.         Tidak dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaaan yang dikerjakan sekarang.

4.        Masalah penggunaaan waktu senggang
Ialah persoalan yang dilami oleh individu yang sehubungan dengan bagaimana cara menggunakan waktu luangnya, sehinggga berisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya. Seperti:
a.         Tidak tahu bagaimana mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang bermanfaat dan produktif
b.        tidak merasa ada waktu yang terluang
c.         sering ngebut kalau ada waktu yang terluang

5.        Masalah-Masalah sosial
Persoalan-persoalan yang dialami oleh individu sehubungan dengan manusia lain, dan bagaiman agar ia merasa bahagia bila berada dalam kelompoknya. Masalah yang timbul:
a.         Tidak dapat mengadakan interaksi dengan teman sebayanya.
b.        Tidak dapat menyesuaikan diri dengan anggota kelompok
c.         Selalu merasa rendah diri bila berhadapan dengan anggota lainnya.

6.        Masalah pribadi
Masalah-masalah yang dialami individu disebabkan oleh keadaan yang ada dalam dirinya sendiri dan bersifat sangat komplek. Contoh:
a.         Keresahan pribadi atau gejala penyakit jiwa
b.        Merasa malu yang sangat besar karena pertumbuhan fisik yang terlalu cepat (pada Masa pubertas
c.         Merasa Gelisah yang tidak menentu).
Kenyataan menunjukan bahwa sejahtera tidaknya seseorang tidak semata-mata bergantung pada tepat tidaknya ia menduduki dalam jabatan itu atau juga tidak bergantung pada segi pendidikannya tetapi juga bergantung pada keadaan pribadi dan individu yang bersangkutan. Banyak masalah yang timbul karena diri pribadi dan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu timbulah bimbingan yang menuju pada keadaan pribadi seseorang sehingga timbullah “personal guidance”. Dengan demikian disamping bimbingan dalam segi jabatan (vocational guidance) dan bimbingan dalam segi pendidikan dan pengajaran (educational guidance) dikenal adanya bimbingan pribadi (personal guidance).

Terkait dengan masalah-masalah psikologis yang dihadapi individu, pada umumnya individu yang bersangkutan kurang atau bahkan sama sekali tidak menyadarinya. Misalkan, orang yang sombong kadang-kadang tidak menyadari kesombongannya, demikian juga orang yang malas kadang-kadang tidak menyadari kemalasannya, sehingga cenderung untuk membiarkannya dan menjadi semamin kronis. Berbeda dengan masalah yang bersifat fisik, jika seseorang mendapatkan masalah fisik, misalnya dia mengalami sakit perut, orang itu dengan mudah menyadari bahwa dirinya mempunyai masalah dengan perutnya, sehingga dia berupaya untuk segera menghilangkannya dengan cara membeli obat atau datang ke dokter, misalnya.

Secara garis besarnya, masalah-masalah yang dihadapi individu bersumber dari dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri individu sendiri dan faktor lingkungan. Ketika kehidupan masih relatif sederhana, masalah-masalah yang muncul pun cenderung bersifat sederhana, namun sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia yang serba modern seperti sekarang ini, masalah-masalah yang muncul pun tampaknya semakin kompleks, termasuk di dalamnya masalah yang berkaitan dengan psikologis.

F. Cara Mengatasi Masalah

1.        Pengertian
Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).

Pendapat lainnya menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan (Polya, 1973:3). Menurut Goldstein dan Levin, pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan rutin atau dasar (Rosdiana & Misu, 2013:2).
Beberapa pengertian pemecahan masalah dapat disimpulkan sebagai berikut (Syaiful, 2012: 37):
a.         Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika.
b.        Pemecahan masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.
c.         Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Pada saat memecahkan masalah matematika, siswa dihadapkan dengan beberapa tantangan seperti kesulitan dalam memahami soal. Hal ini disebabkan karena masalah yang dihadapi bukanlah masalah yang pernah dihadapi siswa sebelumnya.

2.        Tahapan Pemecahan Masalah
Ada empat tahap pemecahan masalah yaitu; (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3) melaksanakan rencana, (4) memeriksa kembali (Polya, 1973:5). Diagram pemecahan masalah Polya dapat dilihat pada Gambar berikut.

Description: Tahapan Pemecahan Masalah
Diagram Pemecahan Masalah Polya

Dari diagram tahapan pemecaham masalah diatas, dapat dirincikan sebagai berikut (Polya, 1973:5-17):

a.         Memahami masalah (understand the problem)
Tahap pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang  dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: (1) memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari, (2) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, (3) menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, (4) fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, (5) mengembangkan model, dan (6) menggambar diagram.

b. Membuat rencana (devise a plan
Siswa perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara seperti: (1) menebak, (2) mengembangkan sebuah model, (3) mensketsa diagram, (4) menyederhanakan masalah, (5) mengidentifikasi pola, (6) membuat tabel, (7) eksperimen dan simulasi, (8) bekerja terbalik, (9) menguji semua kemungkinan, (10) mengidentifikasi sub-tujuan, (11) membuat analogi, dan (12) mengurutkan data/informasi.

c. Melaksanakan rencana (carry out the plan
Apa yang diterapkan jelaslah tergantung pada apa yang telah direncanakan sebelumnya dan juga termasuk hal-hal berikut: (1) mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk matematika; dan (2) melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana lain.

d. Melihat kembali (looking back)
Aspek-aspek berikut perlu diperhatikan ketika mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu: (1) mengecek kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi; (2) mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat; (3) mempertimbangkan apakah solusinya logis; (4) melihat alternatif penyelesaian yang lain; dan (5) membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab.

Sementara itu, menurut Krulik dan Rudnick (Carson, 2007: 21 -22), ada lima tahap yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah yaitu sebagai berikut:
1.        Membaca (read). Aktifitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah mencatat kata kunci, bertanya kepada siswa lain apa yang sedang ditanyakan pada masalah, atau menyatakan kembali masalah ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.
2.        Mengeksplorasi (explore). Proses ini meliputi pencarian pola untuk menentukan konsep atau prinsip dari masalah. Pada tahap ini siswa mengidentifikasi masalah yang diberikan, menyajikan masalah ke dalam cara yang mudah dipahami. Pertanyaan yang digunakan pada tahap ini adalah, “seperti apa masalah tersebut”?. Pada tahap ini biasanya dilakukan kegiatan menggambar atau membuat tabel. 
3.        Memilih suatu strategi (select a strategy). Pada tahap ini, siswa menarik kesimpulan atau membuat hipotesis mengenai bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ditemui berdasarkan apa yang sudah diperoleh pada dua tahap pertama.
4.        Menyelesaikan masalah (solve the problem). Pada tahap ini semua keterampilan matematika seperti menghitung dilakukan untuk menemukan suatu jawaban. 
5.        Meninjau kembali dan mendiskusikan (review and extend). Pada tahap ini, siswa mengecek kembali jawabannya dan melihat variasi daro cara memecahkan masalah.

Sedangkan Dewey (Carson 2008: 39) menyatakan tingkat pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
1.        Menghadapi masalah (confront problem), yaitu merasakan suatu kesulitan. Proses ini bisa meliputi menyadari hal yang belum diketahui, dan frustasi pada ketidakjelasan situasi. 
2.        Pendefinisian masalah (define problem), yaitu mengklarifikasi karakteristik-karakteristik situasi. Tahap ini meliputi kegiatan mengkhususkan apa yang diketahui dan yang tidak diketahui, menemukan tujuan-tujuan, dan mengidentifikasi kondisi-kondisi yang standar dan ekstrim. 
3.        Penemuan solusi (inventory several solution), yaitu mencari solusi. Tahap ini bisa meliputi kegiatan memperhatikan pola-pola, mengidentifikasi langkah-langkah dalam perencanaan, dan memilih atau menemukan algoritma. 
4.        Konsekuensi dugaan solusi (conjecture consequence of solution), yaitu melakukan rencana atas dugaan solusi. Seperti menggunakan algoritma yang ada, mengumpulkan data tambahan, melakukan analisis kebutuhan, merumuskan kembali masalah, mencobakan untuk situasi-situasi yang serupa, dan mendapatkan hasil (jawaban).
5.        Menguji konsekuensi (test concequnces), yaitu menguji apakah definisi masalah cocok dengan situasinya. Tahap ini bisa meliputi kegiatan mengevaluasi apakah hipotesis-hipotesisnya sesuai?, apakah data yang digunakan tepat?, apakah analisis yang digunakan tepat?, apakah analisis sesuai dengan tipe data yang ada?, apakah hasilnya masuk akal?, dan apakah rencana yang digunakan dapat diaplikasikan di soal yang lain?.

3.        Tips Mengatasi Masalah
Bagaimana mengatasi masalah? Upaya untuk mengatasi masalah-masalah atau mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik yang dilakukan sendiri maupun melaui bantuan orang lain. Bantuan orang lain biasanya diperlukan manakala masalah yang dihadapinya dianggap terlalu berat dan sudah tidak mungkin lagi ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Meski menggunakan jasa bantuan orang lain, keputusan dan aktivitas penyelesaian masalah sebenarnya terletak pada individu yang bersangkutan.

Beberapa tips untuk menyelesaikan masalah :
a.         Bersikap realistis dan objektif terhadap sesuatu yang dianggap masalah sehingga bisa melihat masalah secara proporsional.
b.        Jika Anda banyak menghadapi menghadapi, urutkan masalah-masalah tersebut berdasarkan skala prioritas penanganannya. Masalah-masalah yang dipandang ringan dan dapat diatasi sendiri secara cepat, segeralah selesaikan, kemudian coret dari daftar urutan masalah Anda. Jika menghadapi satu atau beberapa masalah yang dianggap berat, maka pikirkanlah apakah masih mungkin diselesaikan sendiri atau perlu bantuan pihak lain.
c.         Jika Anda menganggap masalah itu masih bisa ditanggulangi sendiri, gunakanlah cara-cara rasional dan logis (ilmiah) untuk menyelesaikannya. Permasalahan yang diselesaikan melalui cara-cara irrasional mungkin hanya akan menghasilkan kegagalan dan semakin memperparah keadaan.
d.        Jika Anda memandang perlu bantuan pihak lain, carilah orang yang tepat dan dapat dipercaya. Kesalahan dalam menentukan pihak orang lain untuk dilibatkan dalam masalah Anda, mungkin malah semakin menambah beban masalah Anda.
e.         Belajarlah kepada orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang serupa dengan masalah Anda dan temukan kunci suksesnya dalam menyelesaikan masalah
f.         Kesabaran dan kesungguhan Anda dalam menyelesaikan setiap masalah menjadi penting, karena mungkin apa yang Anda usahakan tidak langsung dapat menghasilkan penyelesaian secara cepat. Dengan kata lain, upaya penyelesaian masalah tidak seperti makan cabe rawit, begitu dimakan terasa pedasnya di lidah, dalam hal ini perlu waktu dan proses.
g.        Tentunya Anda harus tetap berdoa memohon pertolongan yang Maha Kuasa, sebagai kekuatan spiritual Anda, dan yakinkan dalam diri Anda bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan tuhan tidak akan memberikan masalah kepada seseorang diluar kemampuannya.

Singkatnya, bahwa dalam menyelesaikan suatu masalah dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.






























BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan prilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan.

Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

Dalam memecahkan suatu masalah ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu; (1) memahami masalah, (2) memilih metode pemecahan (merencanakan pemecahan), (3) menyelesaikan (melaksanakan pemecahan), (4) memeriksa kembali. Pada intinya dalam menyelesaikan suatu masalah dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.

B.       Saran

Dalam makalah ini saran yang dapat penulis berikan hal antara lain:
1.        Sebagai manusia kita dituntut melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan dan fungsi di ciptakan manusia yaitu sebagai pemimpin dimuka bumi, oleh karena itu sebagai pemimpin kita harus melakukan secara adil dan bijak sesuai dengan yang semestinya.
2.        Dalam menyelesaikan masalah kita seharusnya melihat akar permasalahan tersebut, sehingga kita dapat mengetahui metode yang tepat dalam menangnani masalah agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.


































DAFTAR PUSTAKA


Munifah Siti, 2006, Bimbingan Konseling, STKIP Ponorogo

Polya, G. 1980.  On Solving Mathematical Problems in High School. New Jersey: Princeton Univercity Press.

Syamsudin Muhammad, 1997, Manusia dalam Pandangan KH. A. Azhar Basyir, MA, Yogyakarta: Tititan Ilahi Press

Salahudin Anas, 2009, Bimbingan dan Konseling, Bandung : Pustaka Setia

Saad,N.Ghani, S& Rajendran N.S 2005. The Sources of Pedagogical Content Knowledge (PCK) Used by Mathematics Teacher During Instructions: A Case Study. Departement of Mathematics. Universiti Pendidikan Sultan Idris.

W.J.S Poerwadarminta, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka

Vardiansyah, Dani. 2008, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/05/manusia-dan-masalahnya/

Yusuf, Syamsu dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling,Bandung : Remaja Rosdakarya