Plagiarisme terhadap karya tulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerita pendek merupakan suatu karya
tulis yang ditulis untuk mengekspresikan pemikiran sang penulis dalam bentuk
cerita. Namun, dewasa ini sering sekali terjadi tindakan pembajakan atau sering
disebut juga dengan plagiarisme terhadap cerita pendek. Plagiarisme karya tulis
menjadi suatu fenomena yang marak terjadi di dalam masyarakat bahkan dapat
dilakukan oleh orang-orang ternama di Indonesia.
Dalam dunia tulis-menulis, termasuk juga dalam penulisan artikel
ilmiah, kegiatan pembajakan karya cipta orang lain lebih dikenal sebagai
plagiarisme. Praktik plagiarisme di Indonesia ditengarai sudah cukup tinggi.
Hasil temuan mahasiswa kami yang melaksanakan salah satu tugas yang penulis
berikan dalam mata kuliah “Metodologi Penelitian dan Pelaporan Hasil Penelitian”
menunjukkan bahwa banyak buku maupun artikel ilmiah yang dapat dikategorikan
sebagai hasil kegiatan plagiarisme. Menurut laporan mahasiswa kami tersebut di
atas, praktik plagiarisme artikel ilmiah yang paling banyak ditemukan di
Indonesia adalah penerjemahan dari bahasa asing tulisan orang lain tanpa
menyebutkan sumbernya, menggunakan kata-kata dan kalimat dari tulisan orang
lain tanpa menyebutkan sumbernya, atau mengutip persis kata-kata orang lain dan
menyebutkan sumbernya tetapi tidak menyajikannya dalam tanda kutip.
Hal ini, selain sangat disayangkan sekaligus juga sangat
mengherankan karena sebenarnya sangat mudah bagi seorang penulis artikel ilmiah
untuk menghindari terjadinya praktik
plagiarisme. Tentu saja, untuk menghindari praktik plagiarisme, seseorang
haruslah terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan plagiarisme,
bagaimana tata cara penulisan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan
plagiarisme, dan bagaimana cara-cara menghindarinya.
Plagiarisme dapat juga diartikan
dengan kejahatan intelektual, disebut kejahatan karena plagiarisme berbentuk
tindakan pencurian, penjiplakan, penipuan maupun pengakuan hasil tulisan orang
lain yang diakui sebagai tulisannya sendiri tanpa mencantumkan sumber tulisan
yang sebenarnya. Praktik kejahatan plagiarisme banyak sekali ditemukan di
Indonesia, baik yang menjiplak karya dalam negeri maupun karya orang luar
negeri yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Plagiarisme tidak hanya
merugikan penulis cerita pendek sebagai pemilik hak cipta tulisan, tetapi juga
merugikan para pembaca yang dirugikan akibat kebohongan yang dibuat oleh pelaku
plagiarisme.
Kejahatan plagiarisme termasuk juga
kedalam perbuatan yang melanggar hukum, karena plagiarisme merupakan tidak
pidana pencurian atas hak cipta orang lain yang di akui dan dipublikasikan
sebagai miliknya sendiri. Apabila penulis sebuah karya tulis mengetahui hasil
ciptaannya telah dicuri maka secara hukum kasus ini dapat dilaporkan sebagai
tindak pidana.
Banyaknya kasus kejahatan plagiarisme
terutama terhadap karya tulis, menunjukkan bahwa lemahnya penegakan aturan
hukum yang berlaku dan kesadaran moral serta kejujuran para penulis.
B. Permasalahan
dan Ruang Lingkup
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraia latar belakang di
atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
a. Bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran
plagiarisme yang dilakukan penulis dalam membuat cerita pendek?
b. Apakah ketntuan hukum hak cipta yang
dilanggar oleh penulis dalam melakukan pelanggaran plagiarisme cerita pendek?
c. Bagaimana upaya untuk mencegah
terjadinya plagiarisme cerita pendek di koran?
2.
Ruang Lingkup
Penelitian ini terdiri dari dua ruang
lingkup yaitu lingkup pembahasan permasalahan dan lingkup keilmuan. Lingkup
pembahasan permasalahan dalam penelitian ini yaitu berkenaan dengan pelanggaran
plagiarisme cerita pendek dan lingkup keilmuan dalam penelitian ini yaitu
berkenaan dengan hukum perdata ekonomi khususnya dalam bidang hak cipta yang
merupakan sa,lah satu bidang diantara beberapa cabang dari hak kekayaan
intelektual.
BAB II
TINJAUAN PUATAKA
A. Plagiarisme
Ada
banyak definisi plagiarisme, namun pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu
bahwa plagiarisme adalah kegiatan mengakui karya tulis orang lain sebagai
karyanya sendiri atau tanpa menyebutkan sumber dari mana pendapat tersebut
diambil. Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat
terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan
penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang
lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain
sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan
mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah
plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah
yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan
plagiarisme jika dalam tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata
yang diambilnya dari suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya
tersebut ia tidak menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan
langsung.
Plagiarisme pada prinsipnya yaitu
mengakui hasil karya orang lain sebagai karya miliknya sendiri tanpa
mencantumkan sumbernya. Menurut Marshall & Rowland dalam jurnal
milik Tarkus Suganda menyatakan bahwa berdasarkan niatnya, ada dua jenis
plagiarisme, yaitu plagiarisme yang dilakukan dengan sengaja (deliberate)
dan plagiarisme yang dilakukan secara tanpa disengaja (accidental). Deliberate
plagiarism adalah kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk
membajak karya ilmiah orang lain, contohnya adalah membajak isi buku orang
lain, menerjemahkan karya orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu
(apalagi jika mengklaimnya sebagai karyanya sendiri), dll. Sedangkan accidental
plagiarism terjadi lebih disebabkan karena ketidaktahuan si penulis tentang
kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan tentang tata cara atau etika menulis
artikel ilmiah atau mungkin karena si penulis artikel tidak memiliki akses ke
kepustakaan yang diperlukannya tersebut.[1]
Menurut
Peter Salim dalam jurnal milik Sentosa Sembiring, plagiarisme berarti
penjiplakan. Sedangkan plagiarize, mengambil tulisan, pendapat orang lain dan
digunakan sebagai kepunyaan sendiri, menjiplak, plagiat. Plagiarist, orang yang
menjiplak tulisan, pendapat orang lain. Plagiary, penjiplakan.[2] Dalam dunia penelitian, plagiarisme dapat
terdapat dalam dua bentuk. Pertama adalah plagiarisme dalam pelaksanaan
penelitiannya itu sendiri yang dapat berupa : (1) mengulang penelitian orang
lain dan mengklaimnya bahwa penelitian itu belum pernah dilakukan orang lain
sebelumnya; dan (2) menggunakan data hasil penelitian orang lain dan
mengklaimnya seolah-olah data hasil penelitian yang dilakukannya. Kedua adalah
plagiarisme dalam penulisan karya ilmiahnya. Bentuk plagiarisme kedua inilah
yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
Menurut
Hexam (1999), seseorang dianggap sudah melakukan plagiarisme jika dalam
tulisannya ia telah menggunakan lebih dari empat kata yang diambilnya dari
suatu tulisan orang lain, padahal dalam tulisannya tersebut ia tidak
menyertakan tanda kutip, sebagai bentuk dari pengutipan langsung. Plagiarisme
dianggap berbahaya bagi perkembangan ilmu pengetahuan (dan peradaban manusia)
karena seharusnya ilmu pengetahuan dihasilkan melalui suatu proses yang benar
dan jujur. Ilmu pengetahuan manusia tidak diperoleh semuanya dengan seketika
melainkan melalui berbagai tahapan penelitian yang dilakukan oleh banyak orang
dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi ilmuwan
untuk saling menghargai jerih payah orang lain. Melakukan plagiarisme berarti
tidak menghargai jerih payah sesama peneliti atau penulis yang ilmunya sudah
menjadi bagian dari kekayaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selayaknya,
pendidikan kita menempatkan subyek pemahaman tentang plagiarisme sebagai hal
penting yang harus difahami agar plagiarisme dapat dicegah.
B. Cerita
Pendek
Cerita pendek yang sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu
bentuk prosa naratif fiktif. Cerita
pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya
fiksi lain yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena
singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra
seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan
dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Cerita
pendek berasal dari anekdot, sebuah
situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan
paralel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan
munculnya novel yang realistis, cerita
pendek berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam
cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov. Cerita
pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya
memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang
tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Pada
bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur
inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh
utamanya); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik);
aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan
komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam
pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau
terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan
moralnya.
Karena
pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak.
Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung
eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang
dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot
dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun, akhir dari
banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau
dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuah cerita pendek
berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen mempunyai 2 unsur yaitu:
a. Unsur
Intrinsik
Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur intrinsik
cerpen mencakup:
(1) Tema adalah
ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
(2) Latar (setting)
adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus
jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika
cerita berlangsung.
(3) Alur (plot)
adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.
Alur dibagi
menjadi 3 yaitu:
a) Alur maju
adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian
atau cerita yang bergerak ke depan terus.
b)
Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya
tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback).
c)
Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan
alur mundur.
Alur
meliputi beberapa tahap:
a) Pengantar:
bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal
cerita.
b)
Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah
yang dihadapi pelaku cerita.
c)
Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam
cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
d)
Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah
berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
e)
Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat
diatasi atau diselesaikan.
(4) Perwatakan
Menggambarkan
watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu
melalui:
a)
Dialog tokoh
b)
Penjelasan tokoh
c)
Penggambaran fisik tokoh
(5) Tokoh adalah
orang orang yang diceritakan dalam cerita dan banyak mengambil peran dalam
cerita. tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Tokoh
Protagonis : tokoh utama pada cerita
b)
Tokoh Antagonis : tokoh penentang atau lawan dari
tokoh utama
c)
Tokoh Tritagonis : penengah dari tokoh utama dan
tokoh lawan
(6) Nilai
(amanat) adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui
cerita.
b.
Unsur Ekstrinsik
Unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur
ekstrinsik meliputi:
(1) Nilai-nilai
dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi)
(2) Latar
belakang kehidupan pengarang
(3) Situasi
sosial ketika cerita itu diciptakan
C. Hak
Cipta
1.
Pengertian Hak Cipta
Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta
yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak eksklusif yang dimaksud dalam
pengertian hak cipta diatas yaitu hak khusus yang hanya dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta. Apabila orang lain ingin mengakui hak cipta tersebut
maka harus dengan seizin penciptanya atau pemegang hak cipta. Hal ini
dikarenakan bahwa suatu ciptaan itu tidak mudah diciptakan, butuh proses yang
lama, dimulai dari gagasan inspirasi sang pencipta kemudian di tuangkan dalam
pemikiran yang melahirkan suatu ciptaan.
Hak cipta adalah hak alam, dan menurut
prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup
dan beberapa tahun setelahnya. Sebagai hak absolut, maka hak itu pada dasarnya
dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang mempunyai hak itu dapat menuntut
tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun. Dengan demikian suatu hak
absolut mempunyai segi balik (segi pasif), bahwa bagi setiap orang terdapat
kewajiban untuk menghormati hak tersebut.[3]
2.
Hak Ekonomi dan Hak Moral
Hak eksklusif dari hak cipta terdiri
atas hak moral dan hak ekonomi. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak
yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak cipta telah
dialihkan.[4]
Hak moral tidak dapat dialihkan kepada
orang lain selama pencipta masih hidup. Hak moral baru dapat dialihkan setelah
pencipta meninggal dunia dengan wasiat atau hal-hal lain berdasarkan dengan
peraturan perundang-undangan. Pencipta memiliki hak ekonomi, apabila orang lain
ingin melaksanaan hak ekonomi dari ciptaan wajib mendapatkan izin pencipta atau
pemegang hak cipta. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak
ekonomi untuk melakukan:
a. Penetbitan ciptaan;
b. Pengadaan ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan ciptaan;
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, dan
pentransformasian cipraan;
e. Pendistribusian ciptaan atau
salinannya;
f. Pertunjukkan ciptaan;
g. Pengumuman ciptaan;
h. Komunikasi ciptaan, dan
i. Penyewaan ciptaan.
3.
Pencipta, Ciptaan dan Pemegang Hak
Cipta
a. Pencipta
Dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah
seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan yang
dimaksud dengan ciptaan pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang ini yaitu setiap hasil ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan,
pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan
dalam bentuk nyata.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui
tentang siapa yang dapat menjadi pencipta dan jumlahnya dapat lebihdari satu
orang. Apabila penciptanya beberapa orang maka syaratnya dalam melahirkan suatu
ciptaan wajib dilakukan secara bersama-sama. Ada kerjasama satu dengan yang
lain diantara mereka dalam melakukan ciptaan. Oleh karena sifatnya demikian
maka dipandang tidak dimungkinkan sebuah badan hukum menjadi pencipta. Dengan
demikian perseroan terbatas, koperasi dan yayasan tidak dapat sebagai pencipta
walaupun mereka kedudukannya sebagai badan hukum dan diperlakukan sebagai
manusia pada umumnya.[5]
b. Ciptaan
Ciptaan adalah setiap hasil karya
cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas
inspirasi kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, dan keahlian
yang di ekspresikan dalam bentuk nyata, hal ini tertera dalam Pasal 1 Ayat (3)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Mengenai ciptaan yang dilindungi,
Berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta, ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra, yang salah satunya yaitu buku, pamflet, perwajahan karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya termasuk didalamnya
cerita pendek.
c. Pemegang Hak Cipta
Pada Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pemegang hak cipta adalah pencipta
sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari
pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut secara sah.`
4.
Perlindungan Hak Cipta
Hak Kekayaan
Intelektual merupakan hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan
intelektual manusia. Hak Kekayaan Intelektual memang menjadikan karya-karya
yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia yang harus
dilindungi. Perlindungan yang dimaksud di sini adalah perlindungan terhadap Hak
Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari proses kemampuan berpikir
manusia yang dijelmakan ke dalam bentuk suatu ciptaan dan penemuan ciptaan atau
penemuan tersebut merupakan milik yang diatasnya melekat suatu hak yang
bersumber dari akal.
Perlindungan hak
cipta di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yaitu
penerapan Auteurswet 1912 yang berlaku sampai diundangkannya Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada masa itu, hak cipta tidak begitu
populer di Indonesia, karena adanya suatu anggapan mengenai konsep pemikiran
terhadap hak cipta tersebut adalah berasal dan berkembang pada masyarakat
Barat. Dalam pelaksanaannya dianggap berlaku melebihi hak milik yang bersifat
perorangan, karena dalam hak cipta merupakan suatu hak yang bersifat khusus (exclusie
rights).
Hak cipta lahir
bukan karena diberikan oleh Negara, akan tetapi hak cipta diakui lahir sejak
pada saat karya cipta tersebut selesai diwujudkan dalam bentuknya secara fisik.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka timbul konsep yang mendasar dari hukum hak
cipta adalah bahwa hak cipta
melindungi ekspresi dari ide-ide, informasi-informasi atau fakta-fakta
tersebut. Berlakunya Undang-undang No. 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta
yang telah memberikansebuah karya yang bermanfaat bagi orang banyak yang telah
diperbaharui menjadi undang-undang No. 28 tahun 2014. Esensi yang paling
penting dari setiap bagian Hak Milik Intelektual ini adalah adanya suatu
ciptaan tertentu (creation).
Hak Cipta
berfungsi memberikan sumbangsih dalam penciptaanpenciptaan baru sehingga
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena usaha untuk menciptakan ataupun
menemukan sesuatu yang bermanfaat terutama untuk membantu memenuhi kebutuhan
hidup orang banyak. Di samping itu peranan Hak Cipta ini juga penting karena
merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan sejumlah nilai jasa (imbalan
baik berupa materi maupun non materi) bagi penciptanya. Hak cipta memberi hak
monopoli kepada individu penemu atau pencipta, dan pada gilirannya masyarakat
secara keseluruhan akan mendapatkan manfaat dari perkembangan kreasi
individuindividu tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian
merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang
dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten. Metodelogis berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu ; sistematis adalah berdasarkan suatu
sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.[6] Peranan
metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai berikut:
1. Menambah
kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara
lebih baik dan lengkap;
2. Memberi
kemungkinan yang lebih besar , untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;
3. Memberi
kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner;
4. Memberi
pedoman untuk mengorganisir serta mengintegrasikan pengetahuan , mengenai
masyarakat.
Dengan
demikian dapatlah dikatakan, bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak
harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.[7]
B. Jenis Penelitian
Penelitian
yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif-empiris (terapan). Penelitian
hukum normatif-empiris (terapan) selalu terdapat 2 (dua) tahap kajian. Tahap
pertama, kajian mengenai hukum normatif
(perundang-undangan) yang berlaku, dan tahap kedua kajian hukum empiris berupa
penerapan (implementasi) pada peristiwa hukum in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.[8]
Penelitian ini akan mengkaji permasalahan dengan melihat kepada peraturan
perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan
pelanggaran plagirisme berkenaan dengan cerpen di koran ditinjau dari
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
C. Tipe
Penelitian
Tipe
penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Nonjudicial Case Study, yaitu pendekatan studi kasus hukum tanpa
konflik. Kalaupun ada konflik, diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri secara
damai, tanpa campur tangan pengadilan.[9] Untuk itu, pada penelitian ini akan menjelaskan
ketentuan hukum hak cipta yang dilanggar oleh penulis dalam melakukan
pelanggaran plagirisme cerita pendek.
D. Pendekatan
Masalah
Pendekatan
masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap
yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini
termasuk pendekatan hukum normatif-terapan yang menggunakan data sekunder yang
berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini mengimpun data dan
informasi dari perjanjian yang telah dibuat kedua belah pihak dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan
masalah
2.
Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan
untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini
3.
Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang
bersumber dari rumusan masalah
4.
Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini.
E. Data dan
Sumber Data
Data
yang di perlukan dalam penelitian hukum normatif empiris adalah data sekunder
dan data primer. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
1.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari buku-buku, skripsi, surat
kabar, artikel internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta
mempelajari peraturan perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a. Menginvertarisasi
data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari,
mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;
b. Mengkaji
data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan
kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk
menentukan relevansinya dengan kebutuhan
dan rumusan masalah.
c. Analisis
data dari KUHPerdata, Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Data dan
Undang-Undang tentang HAKI skunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
skunder dan bahan hukum tersier :
a. Bahan
Hukum Primer
Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat
seperti peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini.
b. Bahan
Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang berhubungan dengan
bahan bacaan dari bahan hukum primer dimana dimana berupa segala
perundang-undangan dan dokumen lainnya.
2.
Data Primer
Data primer dilakukan dengan
observasi disertai pencatatan dilokasi penelitian. Data primer meliputi data
perilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto. Banyaknya data primer
bergantung dari banyaknya tolok ukur normatif yang diterapkan pada peristiwa
hukum.
F. Metode
Pengumpulan Data
Data
yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data:
a.
Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk memperoleh
data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan
perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan
masalah yang akan dibahas.
b.
Studi Dokumen
Pengkajian informasi tertulis mengenai
hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak
tertentu. Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak
dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan
penelitian ini terkait isi perjanjian.
c.
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh
data primer, maka penelitian mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara
kepada narasumber. Yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah penulis
cerita pendek yang dimuat dalam koran. Dalam wawancara tersebut digunakan
teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan menggunakan
catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan
saat wawancara berlangsung.
G. Metode
Pengolahan Data
Data
yang telah terkumpul, diolah melalui cara pengolahan data dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi
Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data
yang berhubungan dengan proses dan mengidentifikasi segala literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini.
2. Editing
Editing merupakan proses meneliti kembali data yang
diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada. Hal tersebut sangat perlu untuk
mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan
untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan
permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang
sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang
diperlukan.
3. Penyusunan
Data
Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur
sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan
tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu
saja.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya
setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan
suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.
H. Analisis
Data
Bahan hukum (data) hasil
pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian
dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk
kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data
dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam
perumusan masalah kemudian
ditarik kesimpulan-kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisumarto,
Harsono. 1990. Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Akademika
Pressindo: Jakarta.
Amiruddin
dan Asikin, Zainal. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja
Grafindo Persada: Jakarta. Bintang, Sanusi. 1998. Hukum Hak Cipta. PT.
Citra Aditya Bakti: Bandung. Damian, Eddy. 2005. Hukum Hak Cipta.
Penerbit Alumni: Bandung.
______________.
1997. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang
Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitannya.
PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Depdikbud.
1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua – Cetakan Pertama. Balai Pustaka:
Jakarta.
Dirdjosisworo,
Soedjono. 2000. Hukum Perusahaan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta,
Hak paten, Hak Merek). Mandar Maju: Jakarta.
Maulana,
Insan Budi. 2005. Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual). PT. Hecca
Mitra
Muhammad,
Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. PT
Citra Aditya Bakti: Bandung.
Naning,
Ramdlon. 1982. Perihal Hak Cipta Indonesia. Liberty: Yogyakarta.
Purba,
Achmad Zen Umar. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Penerbit
Alumni: Bandung.
Rahardjo,
Satjipto. 1991. Ilmu Hukum. Penerbit Alumni: Bandung.
Riswandi,
Budi Agus dan Syamsudin, M. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Santoso,
Budi. 2007. Dekonstruksi Hak Cipta Studi Evaluasi Konsep Pengakuan Hak dalam
Hak Cipta Indonesia. Kapita Selekta Hukum.
________________.
2008. Pengantar HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Pustaka Magister:
Semarang.
Syarifin,
Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2004. Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia. Pustaka Bani Quraisy: Bandung.
Umar
Purba, Achmad Zen. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Penerbit
Alumni: Bandung.
[1] Tarkus Suganda, Perihal Plagiarisme Dalam Artikel Ilmiah,
Bandung, Universitas Padjadjaran, Jurnal: Agrikultura Vol. 17 No.3, 2006, hlm
162.
[2] Sentosa Sembiring, Penghormatan Terhadap Karya Tulis Seseorang
Sebagai Langkah Awal Untuk Mencegah Terjadinya Plagiarisme Dalam Melahirkan
Suatu Karya Tulis, Bandung, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Law
Review Vol. VIII No. 3, 2009, hlm 477 (Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern
English Press, 1991, hlm 1423),
[3] Arif, Lutviansori, Hak
Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm.
78
[4] Andrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar
Grafika, 2009, hlm 115
[5] Gatot Supramono, Hak
Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, hlm. 8
[6] Soerjono Soekanto, 1982,
Pengantar Penelitian Hukum,
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.42.
[7] Ibid.,hlm.7.
[8] Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004, hlm. 53
[9] Ibid., hlm.149.
0 comments:
Post a Comment