ada beberapa cotoh yang saya punya untuk kti kesehata ini tetapi saya baru mengupload 1 dari mereka yaitu dengan judul:
GAMBARAN PELAYANAN KONSULTASI GIZI PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT INAP DI RSUD TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus atau kencing
manistelah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini
meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan negara yang sedang
berkembang, termasuk Indonesia. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu
penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya di masa
mendatang. Jumlah penderita diabetes melitus terus meningkat seiring dengan
perubahangaya hidup, jenis makanan yang dikonsumsi, kekurangan kegiatan
jasmani, dan masih banyak lagi (Agustina, 2009).
Menurut survey yang dilakukan
oleh WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita DM dengan pravalensi 8.6% dari total penduduk, sedangkan urutan
diatasnya India, Cina dan Amerika Serikat. Temuan tersebut semakin membuktikan
bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan yang sangat serius (Depkes RI 2009).
Prevalensi DM di Indonesia yaitu sebesar 1,2%-2,3% dari penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun. Kecenderungan peningkatan
prevalensi akan membawa perubahan posisi DM yang semakin menonjol, yang
ditandai dengan perubahan atau kenaikan peringkatnya di kalangan 10 besar
penyakit (leading diseases). Selain
itu DM juga makin memberi kontribusi yang lebih besar terhadap kematian (ten diseases leading cause of diseases).
Menurut data WHO tahun 2000,
dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM dan akan meningkat 2 kali lipat
menjadi 366 juta pada tahun 2030. Prevalensi DM di Indonesia saat ini mencapai 8.426.000 dan diproyeksikan akan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030, yang artinya akan terjadi kenaikan tiga kali lipat
dalam jangka waktu 30 tahun (Bustan,2007).
Empat pilar utama pengelolaan
DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan
penyuluhan. Perencanaan makan merupakan komponen utama keberhasilan
penatalaksanaan DM. Perencanaan makan bertujuan untuk membantu penderita DM
memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak,
dan tekanan darah (Waspadji, 2005). Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada
proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat
berpengaruh pada keadaan gizi pasien. Akan tetapi, sering
terjadi kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya,
pengaruh tersebut bisa berjalan timbal balik. Hal tersebut diakibatkan karena
tidak tercukupinya kebutuhan gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi
organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi. Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat
kaitannya dengan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit
jantung koroner, dan darah tinggi yang memerlukan terapi gizimedis untuk
penyembuhannya (Depkes RI, 2003).
Terapi gizi yang menjadi salah
satu faktor utama penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak
melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi
gizi harus selalu disesuaikan seiring dengan perubahan fungsi organ selama
proses penyembuhan. Dengan kata lain pemberian diet pasien harus dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya dalam
peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun luar
rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, terutama
tenaga yang bergerak di bidang gizi (Depkes RI,2003).
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, upaya kesehatan harus dilaksanakan secara merata, bermutu dan
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehubungan dengan itu, Rumah Sakit
sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan bertanggung jawab untuk terus
meningkatkan upaya memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan dengan mutu
yang lebih baik dan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat, dalam hal ini
rumah sakit memiliki peran yang
signifikan dalam meningkatkan status gizi yang lebih baik pada pasien
diabetes mellitus. (Azrul, 2002 dalam Utari, 2009).
Pelayanan Gizi Rumah Sakit ( PGRS ) adalah pelayanan yang
diberikan di rumah sakit bagi pasien rawat jalan dan pasien rawat inap, untuk
memilih/memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal
( Depkes RI, 1990 ).Pelayanan Gizi Rumah Sakit ( PGRS ) Merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan kesehatan paripurna rumah sakit dengan
beberapa kegiatan antara lain, Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan,
sasaran kegiatan pelayanan gizi rumah sakit adalah pasien yang berobat jalan
atau rawat tinggal, keluarga dan lingkungan pasien, petugas rumah sakit (Depkes
RI, 1990).
Pelayanan gizi
rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (
Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Asosiasi Diatesien Indonesia, 2006 ). Tahapan
yang harus ditempuh dalam pelayanan gizi rawat inap maupun rawat jalan meliputi
(1) Assesment Nutrisi ( Nutrition Assesment ) untuk mengetahui apakah pasien
memerlukan asuhan gizi khusus, (2) Diagnosa Nutrisi ( Nutrition Diagnosis )
atau perencanaan pelayanan gizi berdasarkan hasil assesment, (3) Intervensi
Nutrisi ( Nutrition Intervention ) (4) Monitoring dan Evaluation ( Monitoring and
Evaluation ) ( Instalasi Gizi Perjan RSCM dan Assosiasi Dietesin Indonesia,
2006 ). Keempat tahapan ini merupakan tahapan yang harus ditempuh dalam
menangani masalah gizi, dan hal ini akan memberikan arah kepada ahli gizi
kemana pasien/klien harus ditangani, masing-masing tahapan harus dilalui secara
terstruktur dan sistematik ( Usman, 2008 ).
Pelayanan gizi diruang rawat adalah serangkaian proses
kegiatan yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi diit pasien dirunag
rawat. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan Terapi Gizi Medik (
Depkes, 2006b ). Kegiatan pelayanan gizi diruang rawat meliputi membaca catatan medik pasien dan menganamnese
makanan pasien bila diperlukan, merancang diit bersama pasien menurut ketetapan
diit dari dokter ruangan, penyuluhan/konsultasi gizi bagi pasien yang
memerlukan pemesanan makanan kedapur utama, monitoring dan evaluasi diit,
pengiriman daftar permintaan makanan keruangan, melakukan pengawasan,
pencatatan, pelaporan ke unit terkait ( Depkes RI, 1998 ).
Kegiatan pelayanan
gizi rawat inap merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pengkajian status
gizi, penentuan kebutuhan gizi, penentuan macam/jenis diet sesuai dengan
penyakit dan cara pemberian makanan, konseling gizi serta evaluasi dan
monitoring pelayanan gizi (Depkes RI, 2006a). Pelayanangizi yang berdaya guna
dan terpadu dapat dijalankan apabila semua tenaga rumah sakit baik medik, para
medik dan non medik memiliki pengetahuan gizi praktis, pemberian penyuluhan dan
konsultasi gizi yang terarah sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan kemampuan
pasien serta lingkungannya dapat merubah sikap dan kebiasaan makanannya.
Pemberian makanan/terapi diet yang tepat sesuai dengan kebutuhan gizi akan
mempercepat pulihnya status gizi pasien, yang berarti daya tahan tubuh
meningkat, Daya tahan tubuh meningkat akan mencegah penyakit untuk kambuh
kembali (Depkes RI, 1999).
Konsultasi
gizi memiliki peranan penting dalam membantu mengendalikan kondisi penyakit
agar dapat meningkatkan kwalitas hidup dan mencegah berbagai komplikasi kronik
(Agustina, 2009). Salahsatu cara dengan konseling gizi juga diharapkan dapat
mengubah sikap atau prilaku pengaturan atau pola makan pasien menjadi benar
(Kurniasih, 2010).
RSUD
Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi Lampung menyediakan pelayanan gizi pasien rawat
inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi pasien rawat inap merupakan salahsatu
pelayanan gizi rumah sakit yang didalamnya terdapat kegiatan konsultasi gizi
untuk pasien rawat inap. Jenis pasien yang dilayani adalah salah satunya pasien
rawat inap yang menderita panyakit diabetes melitus (DM). Jumlah pasien rawat
inap pada priode Januari sampai dengan Juni 2013 sebanyak 489 orang dan
rata-rata perbulan adalah 82 orang, sedangkan jumlah yang berkonsultasi
sebanyak 379 orang dengan rata-rata perbulan adalah 63 orang, sebagian besar
pasien yang melaakukan konsultasi gizi menderita penyakit degeneratif atau non
infeksi, terutamam diabetes melitus (DM) . Masalah ini bila tidak ditangani
dengan pemberian konsultasi gizi yang baik maka dapat mengakibatkan penyakit
komplikasi kronik yang berujung pada kematian. Konsultasi yang baik didukung
dengan ketenagaan, sarana dan prasarana serta tatalaksanan konsultasi gizi yang
baik pula. Sebelum ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai pelayanan
konsultasi gizi rawat inap di RSUD Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
Berdasarkan
pada uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Gambaran Pelayanan Konsultasi Gizi Pada Pasien
Diabetes Melitus Rawat Inap Di RSUD Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi Lampung “.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelayanan
konsultasi gizi pada penderita diabetes melitus pasien rawat inap di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a.
Diketahui Karakteristik Pasien Diabetes Melitus
Berdasarkan umur, jenis kelamin , pendidikan dan pekerjaan di RSUD Abdul
MoeloekProvinsi Lampung tahun 2013.
b.
Diketahui gambaran
persepsi pasien Diabetes Militus
terhadap pelayanan konsultasi gizi pasien Rawat Inap di
RSUD Abdul Moeloek.
C. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian
ini dapat memberikan masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas
pelayanan konsultasi gizi rawat inap dalam memenuhi kepuasan pasien agar
menjadi lebih baik.
2.
Bagi Peneliti
a.
Mengerti dan
memahami masalah kesehatan secara nyata di RSUD Abdul Moeloek sebagai masukan
pada pelaksanaan selanjutnya khususnya pada perawatan pasien diabetes mellitus.
b.
Mampu
mengaplikasikan teori yang didapatkan selama kuliah.
c.
Mampu
mengembangkan kompetensi diri serta adaptasi di dunia kerja.
3.
Bagi Pembaca
Diharapkan penelitian
ini dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian–penelitian selanjutnya
dengan studi kasus dan tempat penelitian yang berbeda.
D. Ruang Lingkup
Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan di RSUD Abdul Moeloek Propinsi Lampung untuk mengetahui gambaran
konsultasi gizi pasien diabetes melitus Rawat Inap di RSUD Abdul Moeloek
Propinsi Lampung Tahun 2013. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai hari senin
hingga hari sabtu dengan kegiatan pengamatan, wawancara, Tanya jawab dan ikut
serta pada kegiatan asuhan gizi rawat inap dan penyelenggaraan makanan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Diabetes Melitus
Istilah Diabetes Melitus diperoleh
dari Bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, yaitu Diabetes yang berarti
pancuran dan Melitus yang berarti madu. Jika diterjemahkan, Diabetes Melitus
adalah pancuran madu. Istilah pancuran madu berkaitan dengan kondisi penderita
yang mengeluarkan sejumlah besar urin dengan kadar gula yang
tinggi(Wijayakusuma, 2004).
Diabetes (kencing manis) adalah
penyakit dimana tubuh penderitannya tidak bisa mengendalikan tingkat gula
(glukosa) dalam darahnya. Jadi penderita mengalami gangguan metabolisme dari
distribusi gula oleh tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin secara
efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi
racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah
ke sistem urin.
Ditinjau dari segi ilmiah,, Diabetes Melitus merupakan
penyakit kelainan metabolik glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan
hasil pemecahan karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektifitas
insulin. Kurangnya sekresi insulin menyebabkan kadarglukosa darah meningkat dan
melebihi batas normal jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan
gula dalam darah tersebut dibuang melalui urin(Wijayakusuma, 2004).
B. Faktor Penyebab
Menurut
Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes Melitus dapat disebabkan oleh beberapa
hal:
1.
Pola Makan
Pola
makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadarkalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes Melitus. Hal ini disebabkan jumlah atau
kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk
disekresikan.
2.
Obesitas
Orang
yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan yang lebih
besar untuk terserang Diabetes Melitus dibandingkan dengan orang yang tidak
gemuk.
3.
Faktor genetik
Seorang
anak dapat diwarisi gen penyebab Diabetes Melitus orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita Diabetes Melitus mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena.
4.
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan
kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas.
Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara
optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolism dalam
tubuh, termasuk hormon insulin.
5.
Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme
seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas sehingga menimbulkan
radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pancreas tidak bekerja secara
optimal dalam mensekresi insulin.
C. Gejala dan Tanda-tanda Awal
Adanya
penyakit Diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dari tidak
disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat
perhatian ialah:
1.
Keluhan
Klasik:
a.
Penurunan berat badan
Penurunan
berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan
kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b.
Banyak kencing
Karena
sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.
Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita,
terutama pada waktu malam hari.
c.
Banyak minum
Rasa
haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui
kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa
haus itu penderita minum banyak.
d.
Banyak makan
Kalori
dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak
seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
a.
Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita
mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga
mengganggu tidur.
b.
Gangguan penglihatan
Pada
fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat
dengan baik.
c.
Gatal / Bisul
Kelainan
kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan
kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang
sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d.
Gangguan Ereksi
Gangguan
ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang
dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih
merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
e.
Keputihan
Pada
wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
D. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi American Diabetes Association / World Health
Organization (ADA/WHO), Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi
empat tipe berdasarkan penyebab dan proses penyakitnya, antara lain :
1.
Diabetes Melitus tipe 1 (Insulin
Dependent Diabetes Melitus)
Pada tipe I, sel pankreas yang
menghasilkan insulin mengalami kerusakan. Akibatnya, sel-sel β pada pankreas
tidak dapat mensekresi insulin atau jika dapat mensekresi insulin, hanya dalam
jumlah kecil. Akibat sel-sel β tidak dapat membentuk insulin maka penderita
tipe I ini selalu tergantung pada insulin. Tipe ini paling banyak menyerang
orang muda di bawah umur 30 tahun. Namun, kadang-kadang tipe ini juga dapat
menyerang segala umur. Dari hasil penelitian, persentase penderita Diabetes
Melitus tipe 1 sebesar 10-20%, sedangkan penderita Diabetes Melitus tipe II
sebesar 80-90%.
2.
Diabetes Melitus tipe II ( Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus )
Pada tipe II, sel-sel β pankreas
tidak rusak, walaupun mungkin hanya terdapat sedikit yang normal sehingga masih
bisa mensekresi insulin, tetapi dalam jumlah kecil sehingga tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Biasanya, penderita tipe ini adalah orang dewasa gemuk diatas 40
tahun, tetapi kadang-kadang juga menyerang segala umur.
Tipe II merupakan kondisi yang
diwariskan (diturunkan). Biasanya, penderitanya mempunyai anggota keluarga yang
juga terkena. Sifat dari gen yang menyebabkan Diabetes tipe ini belum
diketahui. Sekitar 25% penderita Diabetes Melitus tipe II mempunyai riwayat
penyakit keluarga dan hampir semua kembar identik yang menderita penyakit tipe
II, pasangan kembarnya juga menderita penyakit yang sama. Gejala Diabetes tipe
II lebih bertingkat dan tidak muncul selama bertahun-tahun setelah serangan
penyakit. Pengobatan kebanyakan dilakukan dengan pola makan khusus dan
olahraga.
3.
Diabetes Melitus saat kehamilan
Diabetes Melitus saat kehamilan
merupakan istilah yang digunakan untuk wanita yang menderita Diabetes selama
kehamilan dan kembali normal setelah melahirkan. Banyak wanita yang mengalami
Diabetes kehamilan kembali normal saat postpartum (setelah kelahiran),
tetapi pada beberapa wanita tidak demikian.
4.
Diabetes tipe spesifik lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai
kelainan genetik spesifik (kerusakan genetic
sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, obat-obatan, bahan
kimia, infeksi, dan lain-lain.
E. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi-komplikasi
Diabetes Melitus antara lain:
1.
Komplikasi Akut merupakan keadaan gawat
darurat yang terjadi pada perjalanan penyakit Diabetes Melitus. Menurut Subekti
(2004), komplikasi akut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.
Hipoglikemia
Suatu
keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunanglukosa darah. Gejala ini dapat
ringan berupa koma dengan kejang.
b.
Ketoasidosis
Diabetik
Merupakan
defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalananpenyakit Diabetes Melitus.
2.
Komplikasi Kronik merupakan komplikasi
yang terjadi dalam waktu yang lama. Menurut Waspadji (2004), komplikasi kronik
dibagi menjadi:
a.
Mikrovaskuler
1)
Ginjal
Mengalami
kegagalan ginjal karena fungsi ginjal makin menurunditandai sembab muka,
tekanan darah tinggi dan pucat.
2)
Retina mata
Mengalami
kebutaan atau pengurangan penglihatan karena terjadikelainan yang timbul pada
retina akibat proses retinopati diabetik menyebabkan lensa, saraf, otot,
selaput pembuluh darah mata dapatterganggu fungsinya.
3)
Makrovaskuler
a)
Jantung koroner atau penyakit jantung
arteriosklerotik karena otot jantung kurang mendapatkan darah (makanan) dari
pembuluh darah jantung.
b)
Pembuluh darah kaki karena penyempitan
hingga penutupan pembuluh darah sehingga terjadi berkurangnya sampai
berhentinya peredaran darah didalam tungkai dan kaki menyebabkan kematian
jaringan tungkai dan kaki dihilir pembuluh darah tersebut.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik. Tujuan pengelolaan secara
umum menurut Perkeni (2002) adalah meningkatkannya kualitas hidup penderita
Diabetes. Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan Diabetes
Melitus, yang meliputi:
1.
Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi
pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh.
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif
penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita
dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan
motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian
masalah merupakan inti perubahan perilaku yng berhasil. Perubahan perilaku
hamper sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan,
implementasi, dokumentasi dan evaluasi.
2.
Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal kabohidrat, protein, lemak,
sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
a.
Kabohidrat : 60 – 70%
b.
Protein : 10 – 15%
c.
Lemak : 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan
dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal ( 30 Kkal/kg BB
untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita ). Kemudian ditambah dengan kebutuhan
kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk
menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan.
Pada dasarnya kebutuhan kalori pada
diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan
untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan
supaya mendekati ideal.
3.
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous, Rhithmical, Interval,
Progressive training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut
nadi maksimal (220/umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah lari-lari kecil selama 20
menit, olahraga sedang adalah senam selama 30 menit dan olahraga berat misalnya
joging.
4.
Pengelolaan farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis
diabetes dapat berupa:
a.
Pemicu sekresi insulin:
1)
Sulfoniluera: menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
2)
Biguanid: menurunkan glukosa darah melalui
pengaruh terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor
insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi glukos hati.
b.
Penambah sensitivitas terhadap insulin:
1)
Tiazolidindion : meningkatkan sensitifitas
insulin
2)
Penghambat glukosidase alfa: menurunkan
penyerapan glukosadan hiperglikemia
postprondial.
G. Konsultasi Gizi
Konsultasi gizi merupakan
serangkaian proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap positif
terhadap makanan agar pasien dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makan yang
baik dalam kehidupan sehari-hari. (PGRS, 1991). Menurut Besty (1997),
konsultasi gizi merupakan suatu proses seseorang mengerti tentang keadaan
dirinya, lingkungannya dan hubungan dengan keluarganya dalam membangun
kebiasaan yang baik termasuk makan sehingga menjadi sehat, aktif dan produktif.
Pada dasarnya tujuan edukasi pada
diabetes adalah perawatan mandiri sehingga seakan-akan pasien menjadi dokternya
sendiri dan juga mengetahui kapan pasien harus pergi ke dokter atau ahli gizi
untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. Edukasi yang cukup akan menghasilkan
kontrol diabetes yang baik dan mencegah perawatan di rumah sakit. Sebelum
memulai penyuluhan, sebaiknya dilakukan analisa mengenai pengetahuan pasien
tentang diabetes, sikap dan ketrampilan.
Demikian juga dengan mengetahui
latar belakang sosial, asal usul etnik, keadaankeuangan, cara hidup, kebiasaan
makan, kepercayaan dan tingkat pendidikannya, edukasi akan lebih terarah dan
akan lebih mudah berhasil. Edukasi
diabetes adalah suatu proses yang berkesinambungan dan perlu dilakukan beberapa
pertemuan untuk menyegarkan dan mengingatkan kembali prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes sehingga pasien dapat merawat dirinya secara mandiri.
Proses belajar untuk mengembangkan
pengertian dan sikap yang bertambahterhadap gizi yang bersangkutan dapat
membentuk dan memiliki kebiasaan makan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
(Haznam, 1996). Konsultasi gizi hendaknya dilakukan secara sederhana, jelas dan
sesuai dengan tersedianya bahan makanan serta harus sesuai dengan keadaan
sosial budaya. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka konsultasi gizi
dilakukan secara aktif. Konsultasi sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli dan
terampil dalam dietetik dan komunikasi. (Soetarjo, 1996)
Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan pada penyuluhan diabetes adalah:
1.
Berikanlah suport dan nasehat yang
positif dan hindarilah kecemasan.
2.
Berikanlah informasi secara bertahap,
jangan beberapa hal sekaligus.
3.
Mulailah dengan hal sederhana baru
kemudian yang kompleks.
4.
Pergunakanlah alat bantu seperti leaflet,
poster, lembar balik, video, tape.
5.
Lakukanlah pendekatan dengan mengatasi permasalahan
dan lakukanlah stimulasi.
6.
Perbaikilah kepatuhan pasien dengan memberikan
pengobatan yang sesederhana mungkin.
7.
Lakukanlah kompromi dan negosiasi untuk
mencapai tujuan yang dapat diterima pasien dan janganlah memaksakan tujuan kita
pada pasien.
8.
Lakukanlah motivasi dengan cara memberi
penghargaan dan mendiskusikan hasil tes laboratorium.
Tujuan penyuluhan kesehatan
merupakan suatu proses yang secara terus menerus, yang kemajuannya harus
diamati terutama oleh mereka yang memberikan penyuluhan. Pada umumnya kebutuhan
akan penyuluhan kesehatan dideteksi oleh petugas kesehatan. Tujuan pendidikan
kesehatan bagi penyandang Diabetes Melitus pertama-tama adalah meningkatkan
pengetahuan mereka. Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan
gaya hidup mereka. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah
perubahan perilaku penyandang Diabetes Melitus dan meningkatkan kepatuhan yang
selanjutnya akanmeningkatkan kualitas hidup. ( Hartono, 1995 ).
Untuk mendukung kegiatan yng
dilakukan di poliklinik gizi maka diperlukan sarana dan prasarana penunjang
yang lengkap agar kegiatan konsultasi berjalan dengan baik, seperti yang
tercantum dalam pedoman gizi rumah sakit, 2003.
H. Kepatuhan Diet
Empat pilar utama pengelolaan DMT
II adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan
penyuluhan. Perencanaan makan merupakan komponen utama keberhasilan
penatalaksanaan DMT II. Perencanaan makan bertujuan membantu penderita DMT II
memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak,
dan tekanan darah.
Keberhasilan perencanaan makan
bergantung pada perilaku penderita DMT II dalam menjalani anjuran makan yang
diberikan. Ketidakpatuhan pasien dalam perencanaan makan merupakan salah satu
kendala dalam pengobatan DMT II. Data laporan WHO tahun 2003 menunjukkan hanya
50% pasien DMT II di negara maju mematuhi pengobatan yang diberikan.
Perilaku terkait kepatuhan diet
merupakan suatu hal yang spesifik dan berbeda antarindividu sehingga diperlukan
penelitian secara mendalam terhadap setiap subjek penelitian. Green dan Kreuter
mengajukan sebuah kerangka teori (teori Green) yang mempelajari mengenai
faktor-faktor yang predisposisi, pemungkin, dan penguat dimana tepat digunakan
untuk meneliti perilaku kesehatan individu dengan penyakit kronik. Teori Green
merupakan model yang tepat bagi penanganan pasien DMT II karena terbukti dapat
meningkatkan kepatuhan kontrol gula darah pasien.
I. Prasarana, Sarana dan Peralatan Konsultasi
1.
Tempat dan Alat Peraga
a.
Penyuluhan gizi dapat dilakukan di rumah
sakit :
1) Di
ruang tunggu pendaftaran dengan poster, radio, video.
2) Ruang
tunggu poliklinik dengan poster, leaflet, majalah, kaset.
3) Ruang
rawat dengan konsultasi, leaflet, kaset, poster.
4) Poliklinik
gizi dengan leaflet, kaset, poster, radio, tatap muka.
b.
Konsultasi Gizi (Perencanaan Makan) bagi
pasien rawat jalan merupakan salah satu bagian unit rawat jalan, oleh karena
itu kegiatan ini dilakukan di Poliklinik Gizi Gedung Unit Rawat Inap.
Poliklinik Gizi Penyakit Dalam (apabila terpisah-pisah menurut bagian atau
pelayanan). Konsultasi gizi bagi orang sakit rawat inap dilakukan di tempat
tidur pasien dengan Dietisien yang bertugas di ruang rawat tersebut.
(Dharmarini, 2007)
2.
Materi
a.
Pengetahuan tentang gizi umum
Ini
menyangkut makanan sehat atau makanan seimbang, dikaitkan dengan hidangan
sehari-hari.
b.
Ilmu diet dan ilmu penyakit
Hubungan
diet dan penyakit, uraian diet serta manajemennya.
3.
Pemantauan dan Evaluasi
a.
Materi
Materi untuk pemantaun
dan evaluasi ditentukan secara kuantitatif yaitu dengan menilai jumlah
kunjungan pasien setiap bulan.
b.
Pelaporan
Untuk memonitor
kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi, dikirimkan laporan bulanan kepada
Instalasi Gizi, PPL dan Unit Rawat Inap.
c.
Evaluasi
Evaluasi yang dapat
dilaksanakan terhadap penyuluhan gizi dilakukan untuk mengetahui sampai
seberapa jauh materi atau isi penyuluhan gizi yang diterima oleh pasien dapat
dimengerti. Pada penyuluhan gizi perorangan, evaluasi dilakukan dengan cara :
1)
Memberikan pertanyaan-pertanyaan secara
lisan untuk mengetahui sampai di mana penjelasan akan diulang bila diperlukan.
2)
Melakukan anamnesis ulang pada kunjungan
berikutnya untuk mengetahui apakah pasien menjalankan dietnya sesuai dengan
anjuran.
3)
Kunjungan rumah (home visit) untuk
mengetahui secara langsung apakah pasien menjalankan dietnya.
4)
Melihat kemajuan keadaan pasien dari
berat badan, hasil pemeriksaan laboratorium.
Pada penyuluhan gizi secara
kelompok evaluasi dilakukan kepada pengunjung yang sebelumnya telah mengikuti
penyuluhan gizi tersebut, yaitu dengan memberikan pertanyaan baik lisan maupun
tertulis tentang penjelasan yang pernah diberikan.
4.
Rujukan Gizi
Definisi
rujukan Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah sistem di dalam
penyelenggaraan PGRS di mana terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
timbal balik atau masalah gizi yang timbul baik secara vertical maupun
horizontal.
Hal-hal
yang dirujukkan:
a.
Pengiriman pasien
Dalam sistem rujukan
PGRS pengiriman pasien yang dapat rujukan darimasyarakat ke Puskesmas antar
Rumah Sakit serta sebaliknya.
b.
Pengalihan pengetahuan dan ketrampilan
dalam sistem rujukan PGRS.Pengalihan pengetahuan dan ketrampilan kepada petugas
kesehatan danpasien diberikan dalam bentuk kegiatan dalam bidang: manajemen,
gizi, klinik,
penyuluhan dan pelaksanaan PGRS.
c.
Rehabilitasi
Kegiatan ini mencakup
sepervisi di tempat pasien yang telah sembuh untuk pencegahan selanjutnya (home
visit).
5.
Peralatan
a.
Timbangan berdiri
|
f. Lembar
Balik
|
k. Buku – buku Pedoman
|
b.
Alat pengukur tinggi badan (Microtoise)
|
g. Leaflet
|
l. Overhead Projector
|
c.
Alat pengukur LLA
|
h. Poster
|
m. Slides
Projector
|
d.
Caliper
|
i. Formulir
|
n. Layar
|
e.
Alat Tulis
|
j. Food Model
|
o. Computer
|
J. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadapstimulus atau objek. Manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour). Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi penentuan sikap secara utuh seperti pengetahuan, berfikir,
berkeyakinan, dan emosi itu semua memegang peranan penting. Sedangkan untuk
mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 1993).
Di samping itu juga ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya adalah
pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan, dan
lembaga lain, serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 1997).
Sikap adalah merupakan reaksi ataurespon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Mengubah
sikap penyandang DM bukan pekerjaan yang mudah, bahkanlebih sulit daripada
meningkatkanpengetahuan. Sikap adalah kecenderungan yangtertata untuk berpikir,
merasa, mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau obyek kognitif.
Komponen
sikap, menurut Allport ada tiga komponen pokok yaitu:
a.
Komponenkepercayaan (keyakinan), ide
dankonsep terhadap suatu obyek.
b.
Komponen yang meliputi kehidupan
emosional atau evaluasi, individu terhadap suatu obyek
c.
Komponen kesiapan atau kecenderungan
individu untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Penentuan sikap yang utuh merupakan pengetahuan berfikir bahwa
keyakinan dan emosi memegang peran penting (Notoatmodjo, 2003). Menurut
Notoatmodjo (2003), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a.
Menerima (Receiving)
Menerima
diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.
b.
Merespons (Responding)
Memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yangdiberikan
adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan ataumengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau
salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c.
Menghargai (Valuing)
Mengajak
orang lain untuk mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d.
Bertanggung jawab (Responsibel)
Bertanggungjawab
atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan
sikap yang paling tinggi.
K. Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Menurut Buku Pedoman Pelayanan
Gizi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2006), Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan
metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan
metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
promotif.
L. Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
PGRS merupakan pelayanan
penunjang medis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatanmelalui
upaya yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Dalam pelaksanaannya, PGRS mempunyai
empat kegiatan pokok yang saling menunjang danterkait satu dengan lainnya,
yaitu asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhangizi pasien rawat inap,
penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan gizi.
Asuhan gizi rawat inap adalah
serangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yangberkesinambungan dimulai dari
perencanaan diet hingga evaluasi rencana diet pasien di ruang rawat inap.
Sedangkan asuhan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatanpelayanan
gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling
diet hingga evaluasi rencana diet kepada klien/pasien rawat jalan.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan
menusampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi. Penelitian
dan pengembangan gizi merupakan pendukung kegiatan PGRS, yang dilaksanakan
secara terencana dan terus-menerus dalamrangka meningkatkan mutu pelayanan gizi
rumah sakit. Kegiatan PGRS dapat dilaksanakan berdasarkan mekanisme berikut ini:
Penjelasan gambar 1 tentang mekanisme pelayanan gizi
rumah sakit, sebagai berikut:
Klien/pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua)
kategori yaitu:
1. Pasien Rawat Inap
Pada tahap penapisan dan
pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaaan fisik, antropometri, laboratorium dan
pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi,
diet atau tidak.
Pada tahap intervensi/implementasi:
a.
Bila tidak
memerlukan terapi diet :
1)
Pasien dipesankan
makanan biasa ke tempat pengolahan makanan.
2)
Dari tempat
pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan
makanan disajikan ke pasien.
3)
Selama dirawat,
pasien yang berminat, mendapatkan penyuluhan mengenai gizi umum tentang makanan
seimbang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan lingkungannya.
4)
Pasien diamati
dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain.
Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya.
Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa pasien memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
5)
Bila tidak, tetap
memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.
6)
Bila memerlukan
terapi diit, proses yang dilaluisama dengan bila pasien dari semula memerlukan terapi diet.
b.
Bila memerlukan
terapi diet:
1)
Bagi pasien yang
direncanakan dengan makanan khusus/diet, yang sesuai dengan keadaan fisik,
psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan.
2)
Selama dirawat
pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar diperoleh persesuaian
paham tentang dietnya, dan pasien dapat menerima serta menjalankan diet.
3)
Makanan khusus
dipesanke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari tempat pengolahan makanan
diet didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan makanan khusus
disajikan ke pasien.
4)
Pasien diamati
dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan lain-lain.
Pengamatan dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan makanannya. Hasil
penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah pasien memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
5)
Bila penyesuaian
diet ini berupa perubahanmakanan biasa, proses selanjutnya sama dengan butir (a).
6)
Bila penyesuaian
diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya lihat pada butir (b).
7)
Bila pasien
ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan pulang pasien
memperoleh penyuluhan/ konseling gizi tentang penerapan diet di rumah.
8)
Bila memerlukan
tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan gizi rawat jalan.
9)
Bila tidak,
kegiatan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirujuk ke Puskesmas atau
institusi kesehatan lain untuk pembinaan selanjutnya.
2. Pasien Rawat Jalan
Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri,
laboratorium dan pemeriksaan dokter lainnya, kemudian dokter menentukan apakah
pasien perlu terapi diet.
a.
Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien akan
mendapatkan penyuluhan gizi
umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya mempertahankan
danmeningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan lingkungannya.
b.
Bila memerlukan
terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk memperoleh
penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter. Proses
selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut.
M. Prosedur Kerja Asuhan Gizi Di Ruang Rawat Inap
Pelayanan Gizi pasien rawat inap merupakan
serangkaian kegiatan selama perawatan yang meliputi (Departemen Kesehatan RI,
2006):
1. Pengkajian Status Gizi
a) Antropometri
Setiap pasien akan diukur data
antropometri, berupa Tinggi Badan (TB), Panjang Badan (PB), Berat Badan (BB),
Tinggi lutut, tebal lemak bawah kulit (skin fold technic), Lingkar
Lengan Atas (LiLA), dan lain lain sesuai dengan kebutuhan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi kesan
klinis keadaan gizi, jaringan lemak subkutan, trofi otot dan defisiensi zat
gizi lainnya. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan
klinis yang berhubungan dengan gangguan gizi atau untuk menentukan hubungan
sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan, serta menentukan terapi obat
dan diet. Pemeriksaan fisik meliputi: tanda-tanda klinis kurang gizi (sangat
kurus, pucat atau bengkak) atau gizi lebih (gemuk atau sangat gemuk/ obesitas);
system kardiovaskuler; system pernafasan, system gastrointestinal; system
metabolik/ endokrin dan system neurologik/
psikiatrik.
c) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan
untuk mendeteksi adanya kelainan biokimia dalam rangka mendukung diagnosa
penyakit serta menegakkan masalah gizi pasien. Pemeriksaan ini dilakukan juga
untuk menentukan intervensi gizi dan memonitor/mengevaluasi terapi gizi. Data
pemeriksaan laboratorium yang berhubungandengan status gizi dan penyakit
misalnya kadar Hb, albumin darah, glukosa, profil lipid, creatinin, kolesterol
total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatine, asam urat, trigliserida,
dan Feces.
2. Riwayat Gizi
Setiap pasien rawat inap akan
dianalisis mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat yang meliputi asupan zat
gizi, pola makan, bentuk dan frekuensi makan, serta pantangan makan. Asupan zat
gizi diukur dengan menggunakan model makanan (food model) dan selanjutnya
dianalisis zat gizinya dengan menggunakan daftar analisa bahanmakanan atau
daftar bahan makanan penukar. Kajian data gizi dapat juga dilakukan melalui
penggunaan perangkat lunak (software), contohnya "NutriClin®"
yang dapat memberi informasi tentang status gizi, hasil anamnesis dibandingkan
dengan angka kecukupan gizi (AKG), dan saran diet sesuai dengan kondisi pada
saat melakukan konseling. NutriClin® dirancang dan dikembangkan oleh Direktorat
Gizi Masyarakat Depkes dalam rangka meningkatkan kinerja konseling gizi di Unit
Pelayanan Gizi Rumah Sakit atau di Poliklinik Gizi, sehingga diharapkan proses
lebih cepat dengan hasil kajian yang lebih akurat.
3. Penentuan Kebutuhan Gizi
Penentuan kebutuhan gizi diberikan
kepada pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan datalaboratorium.
Selain itu perlu juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi (replacement),
kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan (loss) serta
tambahan untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit. Penghitungan
ini dapat menggunakan software seperti NutriClin®.
4. Penentuan Macam Dan Jenis Diet
Setelah dokter menentukan diet
pasien tersebut, dietesien akan mempelajari, menyusun rencana diet danbila
sudahsesuai selanjutnya akan menterjemahkan ke dalam menu dan porsi makanan
serta frekuensi makan yang akan diberikan. Makanan diberikan dalam berbagai
bentuk/konsistensi, (biasa, lunak, cair dsb) sesuai dengan kebutuhan
denganmemperhatikan zat gizi yang dibutuhkan serta macam dan jumlah bahan
makanan yang digunakan. Apabila dari rencana diet tersebut diperlukan
penyesuaian, maka dietesien akan mengkonsultasikannya kepada dokter.
5. Konseling dan Penyuluhan Gizi
Sebelum melaksanakan kegiatan
konseling gizi, terlebih dahulu dibuat rencana konselingyang mencakup penetapan
tujuan, sasaran, strategi, materi, metode, penilaian, dan tindak lanjut. Tujuan
dari konseling gizi adalah membuat perubahan perilaku makanpadapasien. Hal ini
akan terwujud melalui penjelasandiet yang perlu dijalankan oleh pasien, yang
diperlukan untuk proses penyembuhan,
kepatuhan pasien untuk melaksanakan diet yang telah ditentukan; pemecahan
masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut. Untuk meningkatkan
efisiensi, pelaksanaan konseling terutama pada saat anamnesis dan penentuan
diet, dapat dilakukan dengan memanfaatkan software tertentu seperti Food Processor (FP2), WorldFood, EbisPro, atau NutriClin. Penyuluhan dan konsultasi
gizi dapat diberikan secara perorangan maupun secara kelompok, berdasarkan
kesamaan terapi diet pasien.
6. Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut
Aktivitas utama dari proses
evaluasi pelayanan gizi pasien adalah memantau pemberian makanan secara berkesinambungan
untuk menilai proses penyembuhan dan status gizi pasien. Pemantauan tersebut
mencakup antara lain perubahan diet, bentuk makanan, asupan makanan, toleransi
terhadap makanan yang diberikan, mual, muntah, keadaan klinis difekasi, hasil
laboratorium dan lain-lain. Tindak lanjut yang dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan sesuai dengan hasil evaluasi pelayanan gizi antara lain perubahan
diet, yang dilakukan dengan mengubah preskripsi diet sesuai kondisi pasien.
Pemantauan berat badan dan status gizi perlu dilakukan secara rutin, sesuai
dengankebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat badan
sebaiknya dilakukan setiap hari.
N. Ketenagaan Instalasi Gizi
Menurut Buku Pedoman Pelayanan
Gizi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2006) untuk kebutuhan tenaga sampai
saat ini formulasi untuk menghitung kebutuhan tenaga gizi di rumah sakit masih
dalam proses penyusunan. Kebutuhan tenaga gizi dapat dihitung dengan
menggunakan formulasi beban kerja. Angka kebutuhan tenaga gizi ini dapat dihitung
oleh masing-masing unit pelayanan gizi rumah sakit. Namun demikian, berdasarkan
pengalamanpara ahli gizi rumah sakit, terdapat beberapa kategori tenaga untuk
tiap kelas rumah sakit kelas C seperti terlihat pada lampiran 1.
O. Kualitas dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Seorang karyawan diharapkan memiliki kompetensi meliputi
pengetahuan, ketrampilan, pribadi yang menunjang sebagai karyawan yang
tercermin dari perilaku, sesuai prinsip Service Quality, yaitu:
1.
Tangible (bukti fisik), meliputi penampilan
fisik, kelengkapan atribut, kerapian dan kebersihan ruang perawatan dan
penampilan karyawan.
2.
Reliability (keandalan),
yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan, tidak bingung dan selalu memberikan penjelasan atas tindakan
keperawatan yang akan dilakukan.
3.
Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu
keinginan membantu para pasien dan memberikanpelayanan dengan tanggap dan
seksama, dengan siap, cepat, tepat dan selalu sedia setiap saat.
4.
Assurance (Jaminan),
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya, bebas
dari bahaya resiko atau keragu-raguan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
5.
Emphaty (Empati),
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian
pribadi dan memahami pasien.Hal ini terutama berkaitan dengan karakteristik
masing-masing pribadi pasien.
P. Kerangka Teori
Q. Kerangka Konsep
|
Gambar 3 Kerangka Konsep
Penelitian
R. Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Alat
Ukur
|
Cara
Ukur
|
Hasil
Ukur
|
Skala
Ukur
|
1
|
Jenis Kelamin
|
Peran biologis yang dimiliki pasien, baik
pasien laki - laki dan perempuan
|
Kuesioner
|
Angket
|
1. Laki - laki 2. Perempuan (Anjaryani, 2009)
|
Nominal
|
2
|
Umur
|
Lama waktu hidup pasien yang dihitung sejak
tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian yang dinyatakan dalam tahun
|
Kuesioner
|
Angket
|
1.
14 - 19 tahun 2. 20 - 25 tahun 3. 26 - 45 tahun 4. > 45 tahun (Sunani,2011)
|
Interval
|
3
|
Tingkat Pendidikan
|
Jenjang pendidikan yang didapatkan secara
formal
|
Kuesioner
|
Angket
|
1.
Tidak tamat SD/ tidak sekolah
2. Tamat SD 3. Tamat
SMP 4. Tamat SMA 5.
Tamat Akademi/PT (Trimurti, 2008)
|
Ordinal
|
4
|
Jenis Pekerjaan
|
Aktivitas pekerjaan pasien yang menghasilkan upah/
gaji/ honor atas pekerjaan tersebut
|
Kuesioner
|
Angket
|
1. PNS 2. TNI / Polri 3. Wiraswasta 4. Pensiunan 5. Lainnya (Anonim, 2010 dalam Desrahma,
2010)
|
Nominal
|
5
|
Kepuasan pasien
|
Persepsi kepuasan pasien terhadap tangible,
reability, assurance, empaty, dan responsiveness.
|
Kuesioner
|
Angket
|
1. Tidak Puas 2. Puas 3. Sangat Puas (Trimurti, 2008)
|
Ordinal
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, angket dan wawancara mengenai
pelayanan konsultasi
gizi pasien diabetes mellitus rawat yang menjadi responden dalam penelitian
ini. Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan tujuan peneliti yaitu ingin
mengetahui gambaran pelayanan konsultazi gizi rawat inap asien diabetes
mellitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek yang mempunyai
karakteristik tertentu yang sesuai dengan penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah pasien dibetes mellitus yang telah mendapatkan pelayanan perawat di
Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung selama periode
penelitian. Sampel adalah sebagian obyek
yang diambil saat penelitian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili populasi.. Dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel karena
keseluruhhan populasi diambil sebagai sampel penelitian.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ruang rawat inap
pasien diabetes melitus di ruang penyakit dalam wanita dan laki-laki di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada
bulan Juni - Juli tahun 2013 dengan mengambil sampel sebanyak 30 orang.
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data
Primer yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan:
a.
Observasi, yaitu pengumpulan data oleh
peneliti dengan cara pengamatan langsung dengan alat bantu table checklist
mengenai bangunan dan peralatan dalam pelayanan gizi pasien
diabetes mellitus rawat inap, serta pengamatan langsung terhadap tata laksana
pelayanan gizi rawat inap yang dilakukan oleh ahli gizi. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan yang lebih nyata.
b.
Wawancara,yaitu tanya jawabkepadaahli
gizi dan pasien untuk memperkaya informasi yang dibutuhkan mengenai konsultasi
gizi pasien diabetes mellitus dan kepatuhan terhadap asupan gizi pasien di RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek tahun 2013
c.
Angket, yaitu pengumpulan data dengan
alatbantukuisioner yang langsung diisi oleh responden sambil sesekali meminta
penjelasan yang dibutuhkan. Data yang diperoleh melalui cara ini meliputi umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jenis makanan yang
dikonsumsi Selain itu, dilakukan juga pengisian kuisioner yang ditujukan kepada
ahli gizi rawat inap yang menangani konsultasi
gizi rawat inap mengenai pengetauan tata laksana gizi untuk pasien rawat
inap diabetes melitus.
2. Data Sekunder
Data
yang diperoleh dari RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung yaitu mengenai
gambaran umum rumah sakit dan instalasi gizi serta jumlah kunjungan pasien
konsultazi gizi penderita diabetes melitus rawat inap tahun 2013
E. Pengolahan Data
1. Editing
Yaitu mengoreksi
kembali data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan angket, apakah
lengkap, cukup jelas atau terbaca, relevan dengan pertanyaan, dan apakah
konsisten dengan jawaban pertanyan lainnya, sehingga dapat dilakukan
pengklasifikasian data.
2. Coding
Pemberian kode atau
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Hal ini dimaksudkan untukmempermudah dalam memasukkan dan penglahan data. Coding
merupakan proses lanjutan melalui tindakan pengklasifikasian data.
3. Entry
Data dalam bentuk
kodedimasukkan ke dalam program software computer atau excel spreadsheet, kemudian diolah menggunakan
program tersebut. Perlu dicek kembali data yang sudah dimasukkan untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.
4. Tabulating
Data yang telah
dimasukkan dan dicek kembali, selanjutnya dikelompokkan dengan teliti dan
teratur kemudian dijumlah dan disajikan dalam bentuk table.
F. Analisis Data
Teknik analisa data yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah analisis Univerat,untukmendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah terkumpul. Data
karakteristik pasien yang meliputi jenis kelamin,umur, pendidikan, pekerjaan
pasien dan jenis penyakit di deskripsikan mengenai jumlah dan presentase
berdasarkan skala ukur masing-masing variable yang terdapat dalam definisi
operasional penelitian pada data kunjungan ulang pasien secara berkala.
Data tenaga konsultasi gizi yang diperoleh dari
wawancara degan alat bantutable checklist,
kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang berlaku
atau standart kebutuhan tenaga sesuai dengan persyaratn yang berlaku atau
standart kebutuhan tenaga sesuai dengan kelas rumahsakit. Selain itu, data tersebut diperkaya dengan data
tingkat pengetahuan tenaga yang diperoleh dari kuisioner, baik jika jawaban
benar 80% dan tidak baik jika jawaban benar < 80%.
Untuk data bangunan dibandingkan dengan standar yang
berlaku berdasarkan kelas rumah sakit, sesuai jika luas minimal 3x4 m dan tidak
sesuai jika sebaliknya. Data peralatan dan tata laksana pelayanan konsultasi
gizi rawat jalan yang diperoleh melalui
observasi dengan bantuan table ` dideskripsikan mengenai jumlah dan
presentase kelengkapan yang kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang
berlaku. Tingkat kepuasan pasien yang diperoleh dengan cara angket
dideskripsikan mengenai jumlah dan presentase berdasarkan skala ukur variabel
tersebut, yang kemudian digunakan pula untuk memperkaya data tata laksana
pelayanan konsultasi gizi rawat jalan.
Dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan
persyaratn yang berlaku dapat diperoleh gambaran pelayanan konsultasi gizi
rawat jalan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran
Umum Tempat Penelitian
1.
Sejarah
Instalasi Gizi RSUD.Dr.Hi.Abdul Moeloek.
Instalasi Gizi berdiri pada tahun 1963, sebelumnya
yang ada hanyalah bagian dapur yang menyelenggarakan kegiatan makanan saja,
setelah adanya instalasi gizi dan ahli gizi pada tahun 1963 barulah dimulai didakannya kegiatan
konsultasi gizi diRSUD.Dr.Hi.Abdul Moeloek.Seiring dengan bertambahnya ahli
gizi dan tenaga SPAG pada tahun 1977 nama bagian dapur disebut bagian gizi dan
mulai dibuka kegiatan konsultasi gizi rawat inap. Pada tahun 1978, dengan
keluarnya SK Menkes RI Nomor : 134 Tahun 1978 tentang susunan dan
pengorgasasian rumah sakit, dimana pelayanan rumahSakit ditetapkan sebagai
pelayanan penunjang medis didalam struktur organisasi Rumah Sakit dengan wadah
kegiatan disebut Instalasi Gizi.
2.
Karakteristik
Instalasi Gizi RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek.
a.
Visi Instalasi Gizi RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek.
b.
Visi instalasi gizi yaitu Instalasi Gizi
yang profesional dalam memberikan pelayanan gizi secara paripurna kepada pasien
dan pegawai di RSUD. Dr. H. Abdul MoeloekProvinsi Lampung.
c.
Misi Instalasi Gizi RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek.
1)
Memberikan pelayanan prima dalam
pelayanan makanan pasien sesuai ketepatandiet.
2)
Memberikan pelayanan prima dalam
konsultasi gizi pasien rawat inap danRawat jalan.
3)
Memberikan bimbingan dan pendidikan
kepada pegawai dan mahasiswa.
d.
Fungsi Instalasi Gizi.
Fungsi instalasi
gizi RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek adalah
menyelenggarakan pelayanan gizi kepada
pasien/masyarakat dan pegawai
berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
e.
Struktur Organisasi Instalasi Gizi.
Susunan Organisasi Instalasi Gizi RSUD. Dr. H.Abdul
Moeloek Provinsi Lampung terdiri dari :
1.
Kepala Instalasi Gizi, dibawah Wakil
Direktur Pelayanan.
2.
Kepala Urusan Sekretariat, terdiri dari
:
a)
Bagian Perbekalan.
b)
Bagian
Pengadaan.
c)
Bagian Umum dan Administrasi.
3.
Kepala Urusan Produksi Makanan terdiri
dari :
a)
Koordinator dapur persiapan serta produksi dan distribusi makanan biasa kelas
II dan III.
b)
Koordinator dapur produksi dan
distribusi makanan VIP/Kelas 1
c)
Koordinator dapur produksi dan
distribusi makanan diit kelas II dan III dan dapur susu.
d)
Kepala urusan pelayanan gizi rawat
inap.
e)
Kepala urusan konsultasi/penyuluhan
gizi.
f)
Kepala urusan penelitian dan
pengembangan gizi terapan.
f.
Tenaga Kerja Instalasi Gizi RSUD. Dr. H,
Abdul Moeloek.
Tabel No 1
Ketenagaan
Berdasarkan Pekerjaan
No
|
Ketenagaan
|
Jumlah
|
1
2
3
4
|
Ka.Instalasi
Gizi
Ahli
Gizi
Tenaga
Administrasi
Tenaga
Pengelola
|
1
12
4
36
|
Sumber : Laporan Kegiatan Instalasi Gizi RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek
Tahun 2013
Tabel No 2
Ketenagaan
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
S2
Kesehatan
S1
Kesehatan
D3
Gizi
D3
Keputrian
D3
Komputer
D1
Gizi
SKKA
SMA/SMEA/KPPA
SMP/SD
|
1
5
8
1
1
3
10
10
14
|
Sumber : Laporan Kegiatan Instalasi Gizi RSUD. Dr. H.
Abdul Moeloek
Tahun 2013.
g.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit di Instalasi
Gizi RSUD. Dr. H.Abdul Moeloek.
Pelayanan gizi rumah sakit di
instalasi gizi meliputi 4 kegiatan utama
yaitu:
1)
Produksi Makanan
Produksi makanan merupakan kegiatan
penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap dan pegawai.
2)
Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap
Pelayanan gizi pasien rawat inap
merupakan serangkaian proses kegiatan pelayanan gizi yang berkesinambungan
dimulai dari perencanaan diet hingga evaluasi diruang rawat inap.
3)
Pelayanan Gizi Pasien Rawat jalan.
Pelayanan gizi pasien rawat jalan
merupakan proses kegiatan pelayanangiziberkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling,
hingga evaluasi rencana kepada klien/pasien rawat jalan.
B.
Hasil
Penelitian dan Pembahasan.
1.
Karakteristik
Pasien Konsultasi Gizi Rawat Inap.
Hasil
dalam penelitian karakteristik pasien dapat dilihat pada Tabel No. 3
sampaidengan Tabel No. 8 berikut:
Tabel
No 3
Distribusi
Frekwensi Karakteristik Pasien Berdaarkan Jenis Kelamin Pasien Konsultasi Gizi di Ruang Konsultasi Gizi
Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun
2013
No
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
Persentasi
(%)
|
1
|
Laki-laki
|
25
|
43,8
|
2
|
Perempuan
|
32
|
56,2
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 25 Orang ( 43,8%) dan perempuan sebanyak 32
Orang(56,2%).Dalam penelitian ini diketahui bahwa responden perempuan yang
menderita Diabetes Melitussebanyak 20 Orang, Diabetes Melituskomplikasi
sebanyak12 Orang. Sedangkan respon laki-laki
yang menderita Diabetes Melitus sebanyak15 Orang, Diabetes Melitus
komplikasi sebanyak 10 Orang.
Dari data tersebut terlihat bahwa pasien perempuan
lebih banyak menderita penyakit diabetes melitus, dibandingkan dengan
laki-laki, dimana penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit tertinggi dalam
penelitian ini. Secara prevalansi wanita dan pria mempunyai peluang yang sama
terkena diabetes melitus, hanya saja dari faktor resiko wanita lebih beresiko
mengidap diabetes melitus, karena secara fisik ia memiliki peluang peningkatan
BMI( Body Mass Indek ) lebih besar (
Widjaya, 2009 )
Tabel 4
Distribusi
Frekuensi Katarakteristik Pasien
Berdasarkan Umur Pasien KonsultasiGizi di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD
Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Umur
( Tahun )
|
Jumlah
|
Presentasi
( % )
|
1
|
14 – 19
|
-
|
-
|
2
|
20 – 25
|
-
|
-
|
3
|
26 – 45
|
11
|
19,3
|
4
|
Ø 45
|
46
|
80,7
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
responden terbanyak dalam penelitian ini adalah responden yang berumur diatas
45 tahun sebanyak 46 Orang(80,7%). responden perempuan berusia di atas 45 tahun
sebanyak 30 Orang, sedangkan laki-laki sebanyak 16.Orang. Tingkat pendidikan
terbanyak yang dimiliki responden
adalah tamatan SD sebanyak 28 Orang,
tamatan SMP sebanyak 15 Orang.
Jenis pekerjaan terbanyak yang dimilikioleh
responden adalah lainnya 37
Orang.Penyakit yang diderita responden berumur diatas 45 tahun antara lain
diabetes melitus, Diabetes Melituskomplikasi, hiperkolesterolemia, CRF (Cronic RenalFailure/gagalginjal kronik), hipertrigliserida, hipertensi dan
prabedah. Penyakit terbanyak yang diderita responden berusia diatas 45 tahun
adalah Diabetes Melitussebanyak 35kasus, disusul dengan Diabetes Melitus
komplikasi sebanyak 11 kasus.Diabetes umumnya diderita oleh orang dewasa
berusia diatas 45 tahun,terutama pada orang yang memilki kelebihan berat badan
dan tidak memiliki cukupaktivitas pada
individu yang memiliki keluarga yang mengidap penyakit diabetes dan diidap pula
oleh orang afrika, hispanic dan keturunan orang Amerika. Tingkat
tertinggipenderita diabetes terjadi di Amarika.
Diabetes
lebih banyak ditermukan pada wanitadari pria (Diabetes Melitus,____www.capchoose.com).Usia dan
penyakit cenderung meningkatkan pelayanan kesehatan, gejala ini wajar karena
semakin tua seseorang kondisi kesehatannya semakin menurun, sehingga cenderung
lebih banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Tabel
5
Distribusi
Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pasien Konsultasi
Gizi di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
Presentasi ( % )
|
1
|
Tamat SD
|
28
|
49,12
|
2
|
Tamat SMP
|
15
|
26,32
|
3
|
Tamat SMA
|
13
|
22,81
|
4
|
Tamat Akademi/PT
|
1
|
1,75
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
tingkat pendidikan terbanyak yang dimiliki oleh responden adalah tamatan SD
sebanyak2 8 Orang (49,12%), responden tersebut yang berjenis kelamin laki-laki
Sebanyak 11 Orang dan perempuan sebanyak 17 Orang, dari 28 Orang yang dengan
pendidikan tamatan SD sebanyak 28 Orang
berumur diatas 45 tahun sedangkan penyakit yang diderita oleh responden
antara lain Diabetes Melitussebanyak 35Orang, DM komplikasi sebanyak 11 Orang.
Faktor tingkat pendidikan mempengaruhi nilai
pentingnya kesehatan seseorang dengan pendidikan rendah cenderung mempunyai kesadaran yang
rendah dalam menjaga kesehatan.
Pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk meningkatkan kesadaran status
kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan
pelayanan kesehatan. Masyarakat
yang berpendidikan lebih rendah cenderung mengabaikan nilai pentingnya kesehatan,
sehingga akan mengkonsumsi jasa kesehatan lebih rendah dibandingkan
masyarakat yang pendidikan dan pengetahuannya lebih tinggi.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan
Jenis Pekerjaan Pasien Konsultasi Gizi
di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Jenis Pekerjaan
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
1
|
PNS
|
1
|
1,75
|
2
|
TNI/POLRI
|
-
|
-
|
3
|
Wiraswasta
|
19
|
33,33
|
4
|
Lainnya
|
37
|
64,92
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
pekerjaan terbanyak yang dimiliki responden adalah lainnya sebanyak 37 Orang
(64,92%). Responden laki-laki dengan jenis pekerjaan lainnya
sebanyak15 Orang dan perempuan sebanyak 22 Orang, semua responden ini
berumur diatas 45 tahun. Tingkat pendidikan
terbanyak yang dimiliki responden adalahtamatan SD sebanyak 28 Orang.,
sedangkan 15 Orang lainnya tamatan SMP
penyakit yang diderita responden dengan jenis pekerjaan lainnya adalah Diabetes
Melitus dan Diabetes Melitus komplikasi, penyakit terbanyak adalahDiabetes
Melitus sebanyak 35 Orang.
Pekerjaan
akan mempengaruhi pendapatan seseorang sehingga mempengaruhi
seseorang tersebut dalam membeli produk barang atau jasa. Hal ini sesuai dengan pendapat
Schiffman dan Kanuk (2004) bahwa pendidikan pekerjaan dan pendapatan mempunyai
hubungan sebab akibat
(Desrahma,2010).Dengan pendapatan yang meningkat daya belipun semangkin
tinggi sehingga pola makan telah bergeser dari pola makan traditional yang
mengandung banyak Karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan
kebarat-baratan dengan komposisi makanan
yang terlalu banyak mengandung protein,
lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat ( Suyono, 2007 dan Rodiana,2011
).
Tabel 7
Distribusi
Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit PasienKonsultasi Gizi
di Ruang Konsultasi Gizi
Rawat Inap RSUD
Dr.H.Abdul Moeloek
Tahun 2013.
No
|
Jenis
Penyakit
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
1
|
Infeksi
Akut
|
1
|
5,7
|
2
|
Non
Infeksi
|
56
|
94,3
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis
penyakit terbanyakyang diderita responden adalah non infeksi sebanyak 56 Orang
(94,3%) dengan penyakit infeksi akut 1 orang (5,7%).
Tabel 8
Distribusi
Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Pasien Konsultasi
Gizi di Ruang Konsultasi Gizi
Rawat Inap RSUD
Dr.H.Abdul Moeloek
Tahun 2013.
No
|
Jenis
Penyakit
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
1
|
DM
tanpa komplikasi
|
35
|
61,4%
|
2
|
DM
komplikasi
|
22
|
38,6%
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis
penyakit terbanyak adalah Diabetes Melitus (DM ) sebanyak 35 Orang ( 61,4 %)
sedangkan penyakit DM Komplikasi sebanyak 22 Orang ( 38,6 %).
Tabel 9
Distribusi
Prekuensi Jenis Penyakit Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien KonsultasiGizi di
Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. H.Abdul
Moeloek
Tahun 2013.
No
|
Jenis Penyakit
|
Jumlah
|
Total
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
|||
1
|
DM
|
15
|
20
|
35
|
2
|
DM Komplikasi
Asam Urat
|
-
|
-
|
-
|
3
|
DMKomplikasiHiperkolesterolemia
|
3
|
3
|
6
|
4
|
DM Komplikasi
CRF
|
1
|
-
|
1
|
5
|
DM Komplikasi
Hipertensi
|
2
|
2
|
4
|
6
|
DM Komplikasi
Prabedah
|
|
1
|
1
|
7
|
DM komplikasi
Hipertrigliserida
|
3
|
4
|
7
|
8
|
DM Komplikasi Nepro Syndrom
|
1
|
1
|
2
|
9
|
Asites
|
|
1
|
1
|
|
Jumlah
|
25
|
32
|
57
|
Menurut Ananta (2005) jumlah pasien dengan diagnosa
DM akan terus meningkat, diperkirakan dalam jangka panjang waktu 30 tahun
kedepan pendudukIndonesia akan naik sebesar 40% (Desrahma,2010). Pada tahun
2025 diperkirakan jumlahnya meningkat dua kali lipat (WHO, 2003 dalam Agustina,
2009). Terapi gizi merupakan komponen utamakeberhasilan penatalaksanaan DM.
Tabel 10
Distribusi
Frekuensi Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Dirawat di Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek
Provinsi Lampung
2013
Lama
Dirawat
|
Jumlah
|
Presentase
(%)
|
≤ 2 hari
> 2 hari
|
10
47
|
17,54
82,46
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Sumber
diolah dari kuisioner indentitas responden 2013
Lama hari dirawat responden, berdasarkan tabel no.
Distribusi terbanyak pasien dirawat lebih dari 2 hari yaitu sebanyak 47
responden atau 82,46%.
Tabel 11
Kualifikasi
Tenaga untuk Asuhan Gizi Rawat Inap di
Ruang Konsultasi
Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Kualifikasi
Tenaga
|
Jumlah
|
1
|
S2-Gizi/Kesehatan
dengan pendidikan dasar D3-Gizi
|
1
|
2
|
S1-Gizi/Kesehatan
dengan pendidikan dasar D3-Gizi
|
5
|
3
|
D3-Gizi
|
8
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
tenaga ahli gizi yang bertugas di ruangkonsultasi rawat inap yang memiliki
pendidikan S2 kesehatan dengan pendidikan dasar D3 Gizi, S1 /Kesehatan dengan
pendidikan dasar D3-Gizi sebanyak 5 Orang dan D3-Gizi sebanyak 8 Orang.
Data data tersebut
menunjukkan bahwa tenaga yang dimiliki sesuai dengan standar kualifikasi masih
kurang baik. Kualifikasi yang dimiliki oleh pelayanan konsultasi gizi rawat
inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek belum memenuhi standar PGRS(2005) dengan kebutuhan
terhadap tenaga yang memiliki pendidikan S2Gizi/Kesehatan dengan pendidikan
dasar D3-Gizi belum terpenuhi sehingga tidak
dapat bekerja sesuai dengan tugas pokok yang tercantum dalam standar
tersebut.
Dalam standar PGRS (2005), ahli gizi dengan
pendidikan S2-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi memiliki tugas
pokok merencanakan diet, Anamnesa, dan pengkajian status gizi yang kemudian
dilanjutkan oleh ahli gizi dengan pendidikan S1-Gizi/Kesehatan dengan
pendidikan dasar D3-Gizi yang memiliki tugas pokok merencanakan kebutuhan gizi
dan jenis diet, konseling gizi, serta pemantauan dan evaluasi.
2.
Kepuasan
Pasien
a.
Dimensi
Mutu Tangible
Tabel 12
Distribusi
Frekuensi Kepuasan Pasien dari Aspek Tangible
di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.AbdulMoeloek Tahun 2013
No
|
Kepuasan
|
Penampilan
|
Sikap
|
||
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
||
1
|
TidakPuas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Puas
|
50
|
87,7
|
45
|
78,9
|
3
|
Sangat
puas
|
7
|
12,3
|
12
|
21,1
|
Jumlah
|
57
|
100
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden menyatakan puas sebanyak 50 Orang (87,7%) terhadap penampilan dan 45
Orang ( 78,9%) terhadap sikap ahli gizi.
Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa
kepuasan pasien terhadap penampilan dan sikap ahli gizi di atas 80% yaitu
100% dapat dikatakan bahwa penampilan
dan sikap ahli gizi saat melakukan konsultasi gizi sudah cukup baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Desrahma (
2010) yang menyatakan bahwa penampilam ahli gizi dari segi penampilan dan sikap
sudah baik, dengan demikian persepsi pasien
secara keseluruhan merasa puas dari sisi Tangible.
b.
Dimensi
Mutu Reliability
Tabel 13
Distribusi
Frekuensi Kepuasan Pasien dari Aspek Reliability
di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Kepuasan
|
Waktu
|
Kesesuaian
|
||
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
||
1
|
TidakPuas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Puas
|
52
|
91,2
|
50
|
87,7
|
3
|
Sangat
Puas
|
5
|
8,8
|
7
|
12,3
|
Jumlah
|
57
|
100
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yang menyatakan puas sebanyak 52 Orang (91,2%)
terhadap waktu dan 50 Orang ( 87,7%) terhadap kesesuaian isi konsultasi.
Dari hasil
penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kepuasan pasien terhadap waktu dan
kesesuaian isi konsultasi gizi diatas 80% yaitu 100% sehingga dapat disimpulkan
bahwa waktu dan kesesuasian isi konsultasi gizi yang diberikan sudah baik.
c.
Dimensi
Mutu Responsiveness
Tabel 14
Distribusi
Frekuensi Kepuasan Pasien dari Aspek Responsiveness
di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Kepuasan
|
Tanggapan
Terhadap Keluhan
|
Pemahaman
Pasien
|
||
Jumlah
|
Presentasi
(%)
|
Jumlah
|
Presentasi
(%)
|
||
1
|
Tidak
Puas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
Puas
|
48
|
84,2
|
46
|
80,7
|
3
|
Sangat
Puas
|
9
|
15,8
|
11
|
19,3
|
|
Jumlah
|
57
|
100
|
57
|
100
|
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang menyatakan puas sebanyak 48 Orang ( 84,2%)
terhadap tanggapan ahli gizi dan 46 Orang (80,7%) terhadap aspek pemahaman
pasien.
Dari hasil penelitian tersebut , terlihat bahwa
kepuasan pasien terhadap tanggapan ahli gizi terhadap keluhan pasien dan aspek pemahaman pasien di atas
80%. Dari sisi tanggapan ahli gizi terlihat bahwa kepuasan pasien sebesar 100%,
dapat dikatakan ahli gizi sudah baik dalam merespon keluhan pasien.
d.
Dimensi
Mutu Assurance
Tabel 15
Distribusi
Frekuensi Kepuasan Pasien dari Aspek Assurance
di Ruang Konsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Kepuasan
|
Jaminan
|
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
||
1
|
Tidak
Puas
|
-
|
-
|
2
|
Puas
|
50
|
87,7
|
3
|
Sangat
Puas
|
7
|
12,3
|
Jumlah
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yang menyatakan puas sebanyak 50 Orang (87,7%). Dari
hasil penelitian tersebut terlihat bahwa kepuasan pasien terhadap jaminan rasa
kepercayaan yang diberikan ahli gizi sudah diatas 80% yaitu 100%, sehingga
dapat dikatakan bahwa jaminan tersebut sudah baik.
e.
Dimensi
Mutu Empaty
Tabel 23
Distribusi
Frekuensi Kepuasan Pasien dari Aspek Empaty
di RuangKonsultasi Gizi Rawat Inap RSUD Dr.H.Abdul Moeloek Tahun 2013
No
|
Kepuasan
|
Perhatian
|
Motivasi
|
||
Jumlah
|
Presentas
(%)
|
Jumlah
|
Presentasi (%)
|
||
1
|
Tidak Puas
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
Puas
|
52
|
91,2
|
55
|
96,4
|
3
|
Sangat Puas
|
5
|
8,8
|
2
|
5,6
|
Jumlah
|
57
|
100
|
57
|
100
|
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden yang menyatakan puas sebanyak 52 Orang( 91,2%)
terhadap perhatian ahli gizi dan 55 Orang( 96,4%) terhadap motivasi yang
diberikan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa kepuasan pasien
terhadap perhatian dan motivasi yang diberikan
oleh ahli gizi sudah diatas 80% yaitu 100% terhadap aspek perhatian ahli
gizi dan 100% terhadap motivasi ahli gizi, sehingga dapat dikatakan bahwa sikap
ahli gizi dalam memberikan perhatian dan motivasi sudah baik.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Jumlah pasien konsultasi
gizi rawat inap RSUD Dr.H.Abdul
Moeloek sebanyak 57 Orang, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 Orang (43,8%)
dan berjenis perempuan sebanyak 32 Orang ( 56,2%). Responden perempuan yang
menderita Diabetes Melitus sebanyak 20
Orang (35,1%) dan responden laki-laki yang menderita Diabetes Melitus sebanyak 15
Orang (26,3%) dan sebanyak 22 Orang (36,8%) responden lainya menderita Diabetes
Melitus komplikasi.
2.
Sebagian besar responden telah berumur
diatas 45 tahun sebanyak 46 Orang (80,7%) dan yang lainya adalah berumur 25-45
sebanyak 11 orang (19,3%).
3.
Berdasarkan pendidikan responden sebanyak 28 Orang (49,12%) adalah tamatan SD, 15 orang
(26,32%) adalah tamatan SMP, 13 orang (22,81%) adalah tamata SMA dan 1 orang
(1,75%) adalah tamatan Akademi/PT.
4.
Bedasarkan pekerjaan, sebanyak 37 Orang
(64,9%) responden adalah petani, 19 orang (33,33%) adalah wiraswasta, 1 orang
(1,75) adalah PNS dan yang lainya adalah 37 orang (64,92%).
5.
Sebanyak 37 responden ( 64,9% ) telah
mendapatkan penyuluhan konseling gizi, dan sebanyak 20 responden ( 35,1%) belum
mendapatkan konseling gizi.
6.
Sebagian besar responden merasa puas
terhadap lima dimensi mutu, yaitu diatas
80%, sehingga dapat dikatakan baik
dimana aspek Tangible sebesar 100% dan aspek reliability sebesar 100%, kepuasan responden terhadap aspek responsivenees yaitu tanggapan ahli gizi
sebesar 91,2% serta pemahaman responden
sebesar 80,7%,, aspek assurance sebesar
87,7%, aspek empathy yaitu perhatian
sebesar 91,2% dan motivasi sebesar 96,4%.
B.
Saran.
Untuk
meningkatkan kwalitas pelayanan kepada pasien perlu adanyaperbaikan:
1.
Sebaiknya agar pasien rawat inap di
ruang rawat inap penyakit dalam selalu dirujuk atau diarahkan oleh dokter
kepada ahli gizi untuk melakukan konsultasi gizi, agar pasien memperoleh
pengetahuan tentang asupan makanan, agar pasien dapat mengontrol makanan dengan
baik, sehingga dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik.
2.
Sebaiknya ahli gizi lebih aktif dan
intensip untuk dapat memberikan konseling gizi kepada pasien rawat inap,
sehingga dapat mempermudah pasien dalam memperoleh informasi.
3.
Sebaiknya dibuat poli khusus untuk
konsultasi gizi pasien rawat inap, agar dapat mempermudah pasien untuk
melakukan konsultasi gizi serta tidak mengganggu yang pasien lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Tri, 2009,
Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.Moerwardi Surakarta Terhadap
kunjungan Ulang Konsulasi Gizi (TI)
Jurusan Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Univer Sitas Muhammadiyah Surakarta
Almatsier, Sunita, 2005, Penuntut Diet Edisi Baru,PT.Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Azrul, Azwar, 1997, Menjaga
Mutu Pelayanan Kesehatan, Aplikasi Prinsip Lingkungan, Pemecahan Masalah, Pustaka
Sinarharapan, Jakarta.
Bustan,MH, 2007, Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular, PT.Rineka Cipta, Jakarta
Depkes RI, 2009, Buku
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit ( PGRS ), Direktorat Jenderal Pelayanan Medik : Jakarta
Depkes RI, 2003, Buku
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit ( PGRS ), Direktorat Jenderal Pelayanan Medik : Jakarta
Depkes RI, 2006a,Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Direktorat Jendral Pelayanan Medik : Jakarta
Depkes RI, 2006b, Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Direktorat Jendral Pelayanan Medik : Jakarta
Depkes RI, 1990, Buku
Pedoman Pelayanan Rumah Sakit ( PGRS ),
Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik : Jakarta
Depkes RI, 1991, Buku
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Jakarta
Desrahma, Dian Mevatia, 2010, Persepsi Kepuasan Pasien
Rawat Inap Terhadap Pelayanan Konsultasi Gizi di Ruang Kelas Utama Sudhanirmala RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. ( KTI ). Jurusan Gizi,
Poltekes Tanjung Karang.
Hartono, 1995, Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit,
Penerbit Buku Kedokteran EGC :Jakarta
Hartono, 2002, Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit,
Penerbit nBuku Kedokteran EGC :Jakarta
Haznam, 1996, Educasi
Konsultasi Gizi, http:// Haznam. Com. Di akses pada tanggal 02 Oktober 2013
Instalasi Gizi, Perjan RSCM, Asosiasi Dietisien
Indonesia, 2006, Penuntun Diet KhuSus, PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Kamandanu, 2009. Penyebab Diabetes Tersedia (http://gambarhidup,blogspot.com/ 2009/04/berbagai-penyebab-diabetes-melitus-dan.html) ( 10 Desember 2009)
Kurniasih, Ilma, 2010, Efek Konseling Gizi Terhadap Tingkatan Kecukupan Zat Gizi Dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melit5us
Tipe 2 Rawat Inap Di RSUD
Dr.Moerwardi. Surakarta ( Skripsi ) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mc. Wright, Bogdan, 2008, Panduan Bagi Penderita Diabetes Melitus, diterjemahkan Oleh Najamudin, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta
Notoatmodjo, Sukijo, 1993, Metodologi Penelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta : Jakarta
Notoatmodjo, Sukijo, 2003, Pendidikan dan Prilaku Kesehatan, Reneka Cipta : Jakarta.
Rosdiana, Maya, 2011, Pengaruh Senam Diabetes Terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe II di Persada Hospital Cinere Depok Tahun 2011. ( Skripsi ). Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan,
universitas Pembangunan
Nasional Veteran.
PERKENI, 2002, Konsensus
Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2, Di Indonesia, PB.PERKENI : Jakarta
PERKENI,2004, Konsensus
Pengelolaan Dan Pencegahan. DM Tipe 2 Di Indonesia
Indonesia : PB.PERKENI : Jakarta
Subekti, I, 2004, Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Usman, 2008, Saatnya
Kita Terapkan NCP, diambil dari http ://gizikom, wordpress Com
Waspadji, 2004, Pelaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Wijaya,A. C, 2009, Diabetes dan Hipertensi, Wanita lebih
beresiko. Tersedia di (http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Wanita/Wanita-Lebih Beresiko-1)( 14 Juli 2012).