PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna dibandingkan
dengan ciptaannya yang lain. Itu karena manusia dilahirkan didunia dengan dibekali
akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk
yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini.
Dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin dimuka bumi, manusia
tidak selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan, tetapi juga mendapatkan kesulitan-kesulitan
yang disebut dengan sebuah masalah. Masalah terhadap manusia muncul seiring dengan
bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam
masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang
masalah (human with multiproblem).
Sebuah masalah pada manusia memiliki tingkat kesulitan
dalam pemecahannya masing-masing sehingga berbagai masalah itu ada yang bisa mereka
atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor)
kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan“konseling”.
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan
cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini agar lebih mudah untuk dipahami maka
penulis berupaya untuk memberikan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan manusia dan hakekatnya ?
2. Apakah tujuan dan tugas kehidupan ?
3. Apakah fungsi manusia ?
4. Apakah yang dimaksud dengan sebuahmasalah dan ciri-cirinya?
5. Bagaimana jenis-jenis masalah yang terdapat pada individu
?
6. Apa penyebab terjadinya masalah ?
7. Bagaimana cara menyelesaikan masalah ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan
beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian manusia pada hakekatnya hakekatnya
2. Untuk mengetahui tujuan
dan tugas kehidupan manusia
3. Untuk mengetahui fungsi
diciptakan
manusia
4. Untuk mengetahui pengertian sebuah masalah dan ciri-cirinya
5. Untuk mengetahui jenis-jenis
masalah yang terdapat pada individu
6. Untuk mengetahui penyebab
terjadinya sebuah masalah
7. Untuk mengetahui cara
menyelesaikan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Manusia dan Hakekatnya
Dalam kamus besar bahasa indonesia manusia berarti makhluk
yang berakal budi. Sedangkan dalam Al’Quran manusia dapat diartikan sebagai insanul
kamil yang berarti yang sempurna.
1.
Hakikat Manusia
Pada uraian berikut dipapakarkan beberapa pendapat para
ahli atau mazhab konseling tentang hakikat manusia.
a.
Viktor E.Frankl mengemukakan bahwa hakikat manusia itu sebagai
berikut.
1)
Manusia, selain memiliki dimensi fisik dan psikologis juga
memiliki dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila
manusia itu hendak di pahami dengan sebaik-baiknya. Melalui dimensi spiritual itulah
manusia mampu mencapai hal-hal yang berada diluar dirinyadan mewujudkan ide-idenya.
2)
Manusia adalah unik dalam arti bahwa manusia mengarahkan
kehidupannya sendiri.
3)
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya
untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut prikehidupannya sendiri. Kebebasan
ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
dan akan jadi apa manusia itu sendiri.
b.
Sigmund Freud mengemukakan sebagai berikut.
1)
Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik,
mekanistik dan redukasionostik.
2)
Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional,
motivasi-motivasi tak sadar, dorongan biologis dan pengalaman masa kecil.
3)
Dinamika kepribadian berlangsung melaui pembagian energi
psikis kepada Id, Ego dan Superego yang berifat saling mendominasi.
4)
Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual)
dan agresif, naluri kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
c.
B.F Skinner dan Waston mengemukakan hakikat manusia sebagai berikut.
1)
Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan
positif dan negatif yang sama.
2)
Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan
sosial budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama keberadaan
manusia.
3)
Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
d.
Aliran Humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap
hakikat manusia. Para ahli teori humanistik mempunyai keyakinan sebagai berikut.
1)
Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.
2)
Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan
tingkah lakunya, yang dalam hal ini manusia bukan poin yang diatur sepenuhnya oleh
lingkungan.
3)
Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai
oleh ketidaksadaran, kebutuhan irasionnal dan konflik.
2.
Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo
religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan (referensi) sikap dan prilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk
memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang membedakan
manusia dari hewan dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya
disisi Tuhan.
Dalil yang menunjukan bahwa manusia mempunyai fitrah beragama
adalah Q.S. Al’Araf: 172 yang berbunyi :
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "ya kami bersaksi bahwa Engkau Tuhan kami”
Fitrah bergama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya
amat tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang (anak) itu hidup,
terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan
itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan
yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak
itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur
(berakhlaqul kariimah).
Apabila lingkungan bersikap masa bodoh, acuh tak acuh,
atau bahkan melecehkan ajaran agama, dapat dipastikan anak akan mengalami kehidupan
yang tuna agama, tidak familiar (akrab) dengan nilai-nilai atau hukum-hukum agama,
sehingga sikap dan perilakunya akan bersifat impulsif, instinktif, atau hanya
mengikuti hawa nafsu (Sunda :ngalajur nafsu ngumbar amarah).
Seperti halnya fitrah beragama, maka hawa nafsu pun merupakan
potensi yang melekat pada setiap diri indivdu. Hawa nafsu (naluri atau instink)
ini, seperti nafsu makan,minum, dan seksual keberadaannya amat bermanfaat bagi kelangsungan
hidup individu sendiri. Dapat dibayangkan bagaimana manusia akan hidup, tanpa mempunyai
nafsu makan atau minum, atau bagaimana manusia dapat mengembangkan keturunan, apabila
tidak mempunyai nafsu seks.
Keberadaan hawa nafsu itu dismping memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau
kekacauan dalm kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila
hawa nafsu itu tidak dikendalikan, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu
adalah mendorong manusia kepada keburukan atau kejahatan (innannafsa laammaaratun
bissuui).
Individu dapat mengendalikan hawa nafsunya (bukan membunuhnya)
dengan cara mengembangkan potensi “takwanya”. Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap
manusia mempunyai dua potensi, atau kecenderungan, yaitu “takwa” (beriman dan beramal
shaleh, atau berakhlak mulia), dan “fujur” (musyrik, kafir, munafik,fasik, jahat
atau berakhlak buruk).
Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangkan potensi
“takwa” dan mengendalikan “fujur”-nya, tidak terjadi secara otomatis atau berkembang
dengan sendirinya, tatpi memerlukan bantuan orang lain, yaitu melalui pendidikan
agama (bimbingan, pengajaran, dan pelatihan), terutama dari orangtuanya sebagai
pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah
mewujudkan jati dirinya, identiras dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu
sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifmah di muka bumi. Sebagai
khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis
(sikap sosial untuk membantu orang lain). Memiliki fitrahnya ini, manusia memiliki
potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif
dan konstruktif dengan orang lain, atau lingkungannya. Sebagai khalifah, manusia
mengemban amanah, atau tanggung jawab (responbility) untuk berinisiatif dan
berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan yang nyaman dan sejahtera,
dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan
lingkungan hidup.
Manusia yang diciptakan Allah SWT. sebagai khalifah memiliki
kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri. Allah SWT melengkapi manusia
dengan sifat khouf (rasa cemas, takut, dan khawatir) dan rooja (sikap
penuh harapan dan optimisme). Kondisi ini merupakan sifat eksistensial manusia yang
tak dapat dihindari, dan kedua-duanya meupakan kekuatan yang ada pada diri manusia.
Kedua kekuatan yang tampak kontradiktif ini harus hadir di dalam proses perkembangan
manusia, tetpi tidak harus berbenturan, malainkan harus sinergi dan harmonis, berkembang
ke arah kesatuan. Kondisi eksistensial manusia ini memaknakan bahwa perkembangan
manusia terarah kesatuan eksistensi dan bukan keragaman eksistensi. Ini berarti
pada nilai yang amat fundamental yang menjadi arah dan landasan perkembangan manusia
ke arah kesatuan eksistensi itu. Jelasnya nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
agama (Fatah Jalal, dalam Sunaryo Kartadinata, 2003).
Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas
suci yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat
ritual personal (seperti shalat, puasa dan berdo’a) maupun ibadah sosial yaitu menjalin
silaturahmi (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang
bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahmatan lil’alamin).
B. Tujuan
dan Tugas Kehidupan
Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup
bahagia, sejahtera, nyaman, dan menyenangkan. Secara ekstrim, Freud mengatakan bahwa
manusia dalam hidupnya selalu mengejar kenikmatan (pleasure principle) dan
menghindar dari rasa sakit (kondisi yang tidak menyenangkan).
Prayitno dan Erman Amti (2002: 10-13) mengemukakan model
Witner dan Sweeney tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan
dan mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka, ciri-ciri hidup sehat sepanjang
hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas kehidupan, yaitu sebagai berikut :
1.
Spiritualitas. Dalam kategori ini terdapat agama sebagai
sumber inti bagi hidup sehat. Dimensi lain dari aspek spiritualitas ini adalah :
(1) Kemampuan memberikan makna kepada kehidupan, (2) Optimis terhadap kejadian-kejadian
yang akan datang, (3) Diterapkannya nilai-nilai dalam hubungan antara orang serta
dalam pengambilan keputusan.
2.
Pengaturan Diri. Seseorang yang mnegamalkan hidup sehat
pada dirinya terdapat ciri-ciri: (1) Rasa diri berguna, (2) Pengendalian diri, (3)
pandanga realistik, (4) spontanitas dan kepekaan emosional, (5) kemampuan rekayasa
intelektual, (6) pemecahan masalah, (7) kreatif, (8) kemampuan berhumor, (9) kebugaran
jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
3.
Bekerja. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh keuntungan
ekonomis (terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan), psikologis (rasa percaya
diri, dan perwujudan diri), dan sosial (status dan persahabatan).
4.
Persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan sosial, baik
antar indvidu maupun dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur
perkawinan dan keterikatan ekonomis. Persahabatan ini memberikan tiga keutamaan
pada hidup yang sehat, yaitu : (1) dukungan emosional, (2) dukungan material, (3)
dukungan informasi.
5.
Cinta. Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain
cenderung menjadi amat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling kerjasama,
dan saling memberikan komitmen yang kuat. Penelitian Flanagan (1978) menemukan bahwa
pasangan hidup suami istri, anak, dan teman merupakan tiga pilar paling utama bagi
keseluruhan penciptaan kebahagiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Perkawinan
da persahabatan secara signifikan berkontribusi kepada kebahagiaan hidup.
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia
di atas sebagai hasil olah pikir atau nalar (nadhar) para ahli mempunyai
implikasi kepada layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini terutama terkait
dengan perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara pandang konselor terhadap
klien yang seyogianya didasarkan kepada harkat an martabat kemanusiaannya manusia.
C. Manusia
dan fungsinya
Manusia adalah ciptaan Allah yang mendapat tugas menjadi
khalifah, pengemban amanat dan pemakmur kehidupan di bumi.
Konsepsi bahwa manusia memiliki fungsi dan tanggung jawab,
(Azhar Basyir, 1994:26) mempunyai pengertian yang berbeda dengan kinsep di barat.
Barat meletakan manusia sebagai subjek otonom. Merka lupa bahwa manusia itu “diciptakan”.
Berkaitan dengan uraian diatas, gagasan dasar Azhar Basyir
tentang fungsi manusia terbagi kedalam empat kelompok (catur fungsi manusia) yaitu
:
1. Fungsi Manusia Terhadap Diri Pribadi
Manusia adalah ciptaan Allah. Dalam dirinya terkandung
predikat makhluk individual (pribadi dan hamba Tuhan) dan sosial (sesama manusia
dan alam). Azhar Basyir menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang harus di perhatikan
berkaitan dengan fungsi manusia terhadap dirinya sendiri yaitu : perasaan akal dan
jasmani. Penekanan ketiga unsur tersebut harus seimbang. Dijelaskan jika seseorang
terlalu menitik beratkan fungsi perasaannya maka dia akan terjerumus kehidupan serba
spiritual. Jika seseorang terlalu menitik beratkan fungsi akalnya maka ia akan terjerumus
kedalam kehidupan yang serba rasional. Pengalaman – pengalaman kejiwaan yang irrasional
dinilai sebagai lamunan (ilusi). Jika seseorang menitik beratkan fungsi kejasmaniannya
maka ia akan terjerumus kedalam kehidupan yang serba material dan positivistik.
Begitu juga jika seseorang menekankan bahwa unsur perasaan, akal dan badan tidak
penting maka ia mengalami kehidupan yang pincang. Ada dua implus yang menjadi motor penggerak dalam
diri manusia, pertama keinginan untuk memperoleh suatu kepuasan diri tanpa
menhiraukan akibat-akibatnya. Kedua keinginan memainkan peranan dalam suatu
keselarasan hidup secara utuh.
Unsur-unsur itu merupakan satu kesatuan yang tidak dalam
diri manusia sekaligus mengandaikan adanya kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda
oleh karena itu manusia di tuntut untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara seimbang.
2. Fungsi Manusia Terhadap Masyarakat
Faktor penyebab munculnya kehidupan bermasyarakat adalah
:
a.
Manusia bersifat kemasyarakatan (sosial), artinya masyarakat
merupakan tujuan umum yang ingin dicapai manusia.
b.
Manusia terpaksa bermasyarakat , artinya hidup bermasyarakat
merupakan tujuan kedua, bukan priotas utama.
c.
Manusia bermasyarakat berdasarkan pilihannya sendiri, artinya
hidup bermasyarakat merupakan hasil kemampuan nalar dan perhitungan manusia.
b.
Sebagai makhluk sosial secara naluriah manusia cenderung
untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat setiap individu memikul beban
kewajiban terhadap individu-individu lain, artinya mempunyai relasi fungsional yang
didasarkan atas kemanusiaan dan kekeluargaan (satu keturunan bani Adam).
3. Fungsi Manusia Terhadap Alam
Kebudayaan pada dasarnya berkembang sebagai usaha manusia
mengambil manfaat dari apa yang ada dalam alam semesta. Dengan demikian tindakan
merusak alam pada hakekatnya merupakan tindakan yang merugikan diri sendiri. Alam
yang rusak akan mendatangkan bencana dan malapetaka bagi kehidupan (seperti banjir,
udara kotor dsb).
Manusia membutuhkan bahan-bahan dari alam sekaligus mempunyai
relasi fungsional terhadap alam dan lingkungan yaitu memanfaatkan potensi alam sekaligus
memelihara kelestariannya seoptimal mungkin. Bahkan manusia merupakan bagian dari
alam itu sendiri karena penciptaan jasadnya bermula dari tanah.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa alam diciptakan
oleh Allah untuk melayani kebutuhan manusia. Agar fungsi layanan itu dapat teraktualisasikan
secara optimal , alam perlu diolah dengan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Mengelola
alam merupakan relasi fungsional manusia terhadap alam. Tetapi perlu diingat sumber
daya alam bersifat terbatas. Artinya menguras potensi alam secara berlebihan dan
tidak pada tempatnya justru akan menjadi sumber kesulitan bagi manusia iti sendiri.
Dengan demikian manusia dituntut untuk memelihara alam dan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
4. Fungsi Manusia Terhadap Allah
Dalam Al-Qur’an dijelaskan :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S Adz dzariyat: 56)
Mengabdikan diri kepada Allah dalam Al-Qur’an dinamakan
ibadah. Ibadah diklasifikasikan menjadi dua yaitu, pertama ibadah mahdah (murni)
seperti shalat, puasa, zakat, haji. Ibadah ini di kerjakan sesuai tuntunan yang
telah ditentukan , tidak ditambah, tidak dikurangi atau diubah. Kedua ibadah ghoiru
mahdhah (bersifat umum) yaitu ibadah yang tidak berkaitan langsung dengan sistem
peribadatan.
Sistem ibadah seperti dikemukakan diatas mengandaikan suatu
pertanggung jawaban bagi setiap individu manusia kepada Allah ataupun sesama manusia.
Artinya kehadiran manusia di dunia praksisnya mempunyai muatan etik noramatif yang
berkaitan langsung dengan Sang Pencipta dan dimana ia hidup.
Kebahagiaan atau kesengsaraan hidup diakhirat kelak banyak
ditentukan oleh bagaimana perbuatan manusia selama hidup di dunia apakah ia telah
melaksanakan amanat Allah dengan baik ataukah sebaliknya.
D. Pengertian
dan Ciri-Ciri Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masalah berarti persoalan
yang harus diselesaikan. Masalah yang menimpa seseorang jika tidak segera dicari
atau diselesaikan maka masalah tersebut akan berkembang dan hal ini berimplikasi
terhadap kehidupannya dan orang lain.
Masalah merupakan suatu makna yang belum kita pahami (situasi
yang bertentangan atau kabur) yang ada pada suatu peristiwa dalam kehidupan kita
dan biasanya masalah akan menimbulkan keadaan yang tidak seimbang antara keinginan
dan kenyataan dan masalah merupakan hal yang harus kita selesaikan.[18]
Adapun ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut:
1.
Masalah yang muncul karena ada kesenjangan antara harapan
(das sollen)dan kenyataan (das sein).
2.
Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
3.
Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi
yang berbeda-beda.
4.
Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki
oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungan.
5.
Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
6.
Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar yang perlu
dijawab.
7.
Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.
E. Masalah-Masalah
yang Berkaitan Personal-Sosial Individu
Kebutuhan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah
yang dihadapi oleh individu yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Berbagai masalah
personal yang dapat dialami individu diantaranya:
1.
Konflik dan Frustasi
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya individu, kadang-kadang
mengahadapi beberapa motif yang saling bertentangan. Dengan demikian individu mengalami
konflik psikis, yaitu pertentangan batin, suatu kebimbangan, suatu keragu raguan.
Apabiala individu melakukan kegitan dan berhasil maka timbul kebahgiaan. Tetapi
jika gagal dalam mencapi tujuannya maka individu akan mengalami kekecewaan. Jika
kecewa itu selalu berulang maka akan mengggannggu keseimbangan psikis, baik emosi
atau tindakannya. Hal itu berarti individu tersebut dalam keadaan frustasi. Dengan
demikian frustasi merupakan rasa kekecewaan yang mendalam karena tujuannya tidak
tercapai.
Dalam beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya frustasi
antara lain:
a.
Frustasi Lingkungan, Frustasi yang disebabkan oleh rintangan
yang terdapat dalam lingkungan.
b.
Frustasi Pribadi, frustasi yang timbul karena perbedaan
antara kemampuan dan keinginan. Atau ada perbedaan antara ideal self dengan
real self.
c.
Frustasi Konflik, yaitu frustasi yang disebabkan oleh konflik
dari berbagai motif dalam diri seseorang.
2.
Stres
Stres adalah fenomena siko fisik yang dapat dialami oleh
setiap orang. Stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik
fisik ataupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus
yang berupa peristiwa, objek atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani,
atau membhayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, dan kesejahteraan hidup.
Gejala stres antara lain adalah:
a.
Gejala Fisik, antara lain sakit kepala, sakit lambung (Maag),
hipetensi, sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah
lelah, keluar keringat dingin , kurang selera makan, sering buang air kecil, maupun
diare.
b.
Gejala Psikis, diantaranya : gelisah atau cemas, kurang
biasa konsentrasi, sikap apatis, ikap psimis, hilang rasa humor atau murung diam
seribu bahasa, malas, mudah marah, bersikap agresif dsb.
Faktor yang memicu stres yang biasa disebut stressor antara
lain :
a.
Stressor Fisik Biolosik, seperti penyakit yang sulit disembuhkan,
cacat fisik, atau kurang berfungsinya anggota tubuh.
b.
Stressor Psikologi, seperti berburuk sangka, iri hati,
dendam, sikap bermusuhan dsb.
c.
Stressor Sosial, yang disebabkan oleh iklim kehidupan keluarga
seperti, hubungan keluarga yang tidak harmonis, atau faktor pekerjaan, juga dimungkinkan
karena iklim lingkungan.
3.
Masalah adaptasi
Proses penyesuaian diri sering menimbulkan masalah terutama
bagi individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhn sesui
dengan lingkungannya maka disebut "Well adjusted". Dan jika sebaliknya
jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri disebut "maladjusted".
Ciri-ciri orang yang Well adjusted adalah orang yang mampu
merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat wholesome.
Yang dimaksud efisien adalah hasil yang diperoleh tidak banyak membuang energi,
waktu, dan terhindar dari kekeliruan sedangkan wholesome adalah respon individu
itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, seperti sikap persahabatan, toleransi,
dan memberi pertoloangan. Dapat pula dikatakan sorang memiliki penyesuai diri yang
normal apabila mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah secara wajar tidak
merugikan diri sendiri dan lingkungannnya, dan sesuia dengan norma-norma.
4.
Masalah yang berhubungan dengan
akademik
a.
Diagnosa kesulitan belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar bersumber
dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri individu baik bersifat fisik maupun psikis. Faktor eksternal,
meliputi aspek sosial baik yang hadir langsung seperti Radio, TV, dsb. Dan non sosial
seperti waktu, tempat, suasana lingkungan, dengan adanya masalah dalam belajar,
maka diperlukan layanan bimbingan belajar baik yang bersifat prefentif maupun bersifat
kuratif.
b.
Kecerdasan spiritual (spiritual Quotion)
SQ dapat daiartiakan sebagai kemampuan untuk mengenal dan
memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan nilai, menempatkan berbagai kegiatan
dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas, kaya dan memberikan makna, serta mengukur
atau menilai bahwa salah satu langkah kehidupan tertentu lebih bermakna dari pada
yang lainnya.
Karakteristik individu yang memiliki SQ yang tinggi:
1)
Bersifat fleksibel
2)
Memiliki kesadaran yang tinggi
3)
Memiliki kemempuan untuk menghadapi penderitaan dan mengambil
hikmah darinya.
4)
Memiliki kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi rasa
sakit.
5.
Pengembangan kreativitas
Beberpa ahli psikologi berpendapat bahwa kreatifitas harus
terbatas pda penemuan suatu ide atu konsep baru yang sebelumnya tidak diketahui
oleh manusia. Sebgian ahli lain menyatakan bahwa kreatifitas meliputi usaha yang
unik dari individu meski bagi orang lain hal itu bukan baru lagi.
Pemecahan masalah secara kreatif terdiri dari 4 tahap :
(1) tahap menemukan fakta (Fact finding), (2) tahap menemukan masalah (problem finding),
(3) tahap menemukan gagasan (ide finding), (4) tahap menemukan Masalah (solution
finding).
Ciri-ciri manusia yang kreatif
1. hasrat ingin tahu besar, 2. mempunyai inisiatif, 3.
panjang akal, 4.berkeinginan untuk menemukn dan meneleliti, 5. cenderung lebih suka
lebih suka melakukan tugas yang sulit dan berat, 6. selalu ingn mendapatkan pengalaman
baru, 7. percaya pada diri sendiri, 8. berfikir fleksibel.
Ada ahli yang membedakan masalah yang dialami sseorang
itu atas enam kelompok masalah yaitu:
1.
Masalah pengajaran atau belajar
Problem yang dialami oleh seseorang sehubungan dengan kegiatan
pengajaran (prosess belajar) seperti:
a.
tidak men getahui bagaiman belajar yang baik.
b.
tidak tahu bagaimana membaca buku dengan baik.
c.
tidak mengetahui bagimana caranya mempersiapkan diri untuk
menghadapi ujian.
2.
Masalah pendidikan
Masalah atau kesulitan yang dialami oleh seseorang
dalam situasi pendidikan pada umumnya, seperti:
a.
Mengalami kesulitan dalam memilih sekolah.
b.
Tidak mengetahui car memilih juruan yang cocok
c.
Tidak dapat menyesuaikan diri pada waktu berada pada tingkat
pendidikan yang dicapai.
3.
Masalah pekerjaan
Masalah-masalah yang timbul dalam diri individu, dan menyiapkan
diri dan menempatkan diri dengan pekerjaan, seperti :
a.
Tidak tahu bagaiman memilih pekerjaan yang cocok dengan
keadaan dirinya.
b.
Tidak tahu pekerjaaan apa yang tersedia dan sesuai dengan
kemampuan dan ketrampilannya.
c.
Tidak dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaaan yang dikerjakan
sekarang.
4.
Masalah penggunaaan waktu senggang
Ialah persoalan yang dilami oleh individu yang sehubungan
dengan bagaimana cara menggunakan waktu luangnya, sehinggga berisi dengan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat bagi dirinya. Seperti:
a.
Tidak tahu bagaimana mengisi waktu senggang dengan kegiatan
yang bermanfaat dan produktif
b.
tidak merasa ada waktu yang terluang
c.
sering ngebut kalau ada waktu yang terluang
5.
Masalah-Masalah sosial
Persoalan-persoalan yang dialami oleh individu sehubungan
dengan manusia lain, dan bagaiman agar ia merasa bahagia bila berada dalam kelompoknya.
Masalah yang timbul:
a.
Tidak dapat mengadakan interaksi dengan teman sebayanya.
b.
Tidak dapat menyesuaikan diri dengan anggota kelompok
c.
Selalu merasa rendah diri bila berhadapan dengan anggota
lainnya.
6.
Masalah pribadi
Masalah-masalah yang dialami individu disebabkan
oleh keadaan yang ada dalam dirinya sendiri dan bersifat sangat komplek. Contoh:
a.
Keresahan pribadi atau gejala penyakit jiwa
b.
Merasa malu yang sangat besar karena pertumbuhan fisik
yang terlalu cepat (pada Masa pubertas
c.
Merasa Gelisah yang tidak menentu).
Kenyataan menunjukan bahwa sejahtera tidaknya seseorang
tidak semata-mata bergantung pada tepat tidaknya ia menduduki dalam jabatan itu
atau juga tidak bergantung pada segi pendidikannya tetapi juga bergantung pada keadaan
pribadi dan individu yang bersangkutan. Banyak masalah yang timbul karena diri pribadi
dan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu timbulah bimbingan yang menuju pada
keadaan pribadi seseorang sehingga timbullah “personal guidance”. Dengan
demikian disamping bimbingan dalam segi jabatan (vocational guidance) dan bimbingan
dalam segi pendidikan dan pengajaran (educational guidance) dikenal adanya bimbingan
pribadi (personal guidance).
Terkait dengan masalah-masalah psikologis yang dihadapi
individu, pada umumnya individu yang bersangkutan kurang atau bahkan sama sekali
tidak menyadarinya. Misalkan, orang yang sombong kadang-kadang tidak menyadari kesombongannya,
demikian juga orang yang malas kadang-kadang tidak menyadari kemalasannya, sehingga
cenderung untuk membiarkannya dan menjadi semamin kronis. Berbeda dengan masalah
yang bersifat fisik, jika seseorang mendapatkan masalah fisik, misalnya dia mengalami
sakit perut, orang itu dengan mudah menyadari bahwa dirinya mempunyai masalah dengan
perutnya, sehingga dia berupaya untuk segera menghilangkannya dengan cara membeli
obat atau datang ke dokter, misalnya.
Secara garis besarnya, masalah-masalah
yang dihadapi individu bersumber dari dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri
individu sendiri dan faktor lingkungan. Ketika kehidupan masih relatif sederhana,
masalah-masalah yang muncul pun cenderung bersifat sederhana, namun sejalan dengan
perkembangan kehidupan manusia yang serba modern seperti sekarang ini, masalah-masalah
yang muncul pun tampaknya semakin kompleks, termasuk di dalamnya masalah yang berkaitan
dengan psikologis.
F. Cara Mengatasi Masalah
1.
Pengertian
Pemecahan masalah
adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh
penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan
segera (Saad & Ghani, 2008:120).
Pendapat lainnya
menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan (Polya, 1973:3). Menurut Goldstein dan Levin, pemecahan masalah
telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan
modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan rutin atau dasar (Rosdiana &
Misu, 2013:2).
Beberapa pengertian
pemecahan masalah dapat disimpulkan sebagai berikut (Syaiful, 2012: 37):
a.
Kemampuan pemecahan masalah
merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya
matematika.
b.
Pemecahan masalah meliputi
metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika.
c.
Pemecahan masalah merupakan
kemampuan dasar dalam belajar matematika. Pada saat memecahkan masalah
matematika, siswa dihadapkan dengan beberapa tantangan seperti kesulitan dalam
memahami soal. Hal ini disebabkan karena masalah yang dihadapi bukanlah masalah
yang pernah dihadapi siswa sebelumnya.
2.
Tahapan Pemecahan Masalah
Ada empat tahap
pemecahan masalah yaitu; (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3)
melaksanakan rencana, (4) memeriksa kembali (Polya, 1973:5). Diagram pemecahan
masalah Polya dapat dilihat pada Gambar berikut.
Diagram Pemecahan Masalah
Polya
Dari diagram tahapan
pemecaham masalah diatas, dapat dirincikan sebagai berikut (Polya, 1973:5-17):
a.
Memahami masalah (understand the problem)
Tahap pertama pada
penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu mengidentifikasi apa
yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang
terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat
membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: (1) memberikan pertanyaan
mengenai apa yang diketahui dan dicari, (2) menjelaskan masalah sesuai dengan
kalimat sendiri, (3) menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, (4)
fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, (5) mengembangkan model,
dan (6) menggambar diagram.
b. Membuat rencana (devise a plan)
Siswa perlu
mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara
seperti: (1) menebak, (2) mengembangkan sebuah model, (3) mensketsa diagram,
(4) menyederhanakan masalah, (5) mengidentifikasi pola, (6) membuat tabel, (7)
eksperimen dan simulasi, (8) bekerja terbalik, (9) menguji semua kemungkinan,
(10) mengidentifikasi sub-tujuan, (11) membuat analogi, dan (12) mengurutkan
data/informasi.
c. Melaksanakan rencana (carry out the plan)
Apa yang diterapkan
jelaslah tergantung pada apa yang telah direncanakan sebelumnya dan juga
termasuk hal-hal berikut: (1) mengartikan informasi yang diberikan ke dalam
bentuk matematika; dan (2) melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan
yang berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana
yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka
siswa dapat memilih cara atau rencana lain.
d. Melihat kembali (looking back)
Aspek-aspek berikut
perlu diperhatikan ketika mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya
terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu: (1) mengecek kembali semua
informasi yang penting yang telah teridentifikasi; (2) mengecek semua
perhitungan yang sudah terlibat; (3) mempertimbangkan apakah solusinya logis;
(4) melihat alternatif penyelesaian yang lain; dan (5) membaca pertanyaan
kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar
terjawab.
Sementara itu, menurut
Krulik dan Rudnick (Carson, 2007: 21 -22), ada lima tahap yang dapat dilakukan
dalam memecahkan masalah yaitu sebagai berikut:
1.
Membaca (read). Aktifitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah mencatat kata
kunci, bertanya kepada siswa lain apa yang sedang ditanyakan pada masalah, atau
menyatakan kembali masalah ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.
2.
Mengeksplorasi (explore). Proses ini meliputi pencarian pola untuk menentukan konsep atau
prinsip dari masalah. Pada tahap ini siswa mengidentifikasi masalah yang
diberikan, menyajikan masalah ke dalam cara yang mudah dipahami. Pertanyaan
yang digunakan pada tahap ini adalah, “seperti apa masalah tersebut”?. Pada
tahap ini biasanya dilakukan kegiatan menggambar atau membuat tabel.
3.
Memilih suatu strategi (select
a strategy). Pada tahap ini, siswa menarik
kesimpulan atau membuat hipotesis mengenai bagaimana cara menyelesaikan masalah
yang ditemui berdasarkan apa yang sudah diperoleh pada dua tahap pertama.
4.
Menyelesaikan masalah (solve
the problem). Pada tahap ini semua keterampilan
matematika seperti menghitung dilakukan untuk menemukan suatu jawaban.
5.
Meninjau kembali dan
mendiskusikan (review and extend). Pada tahap ini,
siswa mengecek kembali jawabannya dan melihat variasi daro cara memecahkan
masalah.
Sedangkan Dewey (Carson
2008: 39) menyatakan tingkat pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
1.
Menghadapi masalah (confront
problem), yaitu merasakan suatu kesulitan. Proses ini
bisa meliputi menyadari hal yang belum diketahui, dan frustasi pada
ketidakjelasan situasi.
2.
Pendefinisian masalah (define
problem), yaitu mengklarifikasi
karakteristik-karakteristik situasi. Tahap ini meliputi kegiatan mengkhususkan
apa yang diketahui dan yang tidak diketahui, menemukan tujuan-tujuan, dan
mengidentifikasi kondisi-kondisi yang standar dan ekstrim.
3.
Penemuan solusi (inventory
several solution), yaitu mencari solusi.
Tahap ini bisa meliputi kegiatan memperhatikan pola-pola, mengidentifikasi
langkah-langkah dalam perencanaan, dan memilih atau menemukan algoritma.
4.
Konsekuensi dugaan solusi (conjecture
consequence of solution), yaitu melakukan rencana
atas dugaan solusi. Seperti menggunakan algoritma yang ada, mengumpulkan data
tambahan, melakukan analisis kebutuhan, merumuskan kembali masalah, mencobakan
untuk situasi-situasi yang serupa, dan mendapatkan hasil (jawaban).
5.
Menguji konsekuensi (test
concequnces), yaitu menguji apakah definisi masalah
cocok dengan situasinya. Tahap ini bisa meliputi kegiatan mengevaluasi apakah
hipotesis-hipotesisnya sesuai?, apakah data yang digunakan tepat?, apakah
analisis yang digunakan tepat?, apakah analisis sesuai dengan tipe data yang
ada?, apakah hasilnya masuk akal?, dan apakah rencana yang digunakan dapat diaplikasikan
di soal yang lain?.
3.
Tips Mengatasi Masalah
Bagaimana mengatasi masalah? Upaya untuk mengatasi masalah-masalah
atau mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi dapat dilakukan melalui berbagai
cara, baik yang dilakukan sendiri maupun melaui bantuan orang lain. Bantuan orang
lain biasanya diperlukan manakala masalah yang dihadapinya dianggap terlalu berat
dan sudah tidak mungkin lagi ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Meski menggunakan
jasa bantuan orang lain, keputusan dan aktivitas penyelesaian masalah sebenarnya
terletak pada individu yang bersangkutan.
Beberapa tips untuk menyelesaikan masalah :
a.
Bersikap realistis dan objektif terhadap sesuatu yang dianggap
masalah sehingga bisa melihat masalah secara proporsional.
b.
Jika Anda banyak menghadapi menghadapi, urutkan masalah-masalah
tersebut berdasarkan skala prioritas penanganannya. Masalah-masalah yang dipandang
ringan dan dapat diatasi sendiri secara cepat, segeralah selesaikan, kemudian coret
dari daftar urutan masalah Anda. Jika menghadapi satu atau beberapa masalah yang
dianggap berat, maka pikirkanlah apakah masih mungkin diselesaikan sendiri atau
perlu bantuan pihak lain.
c.
Jika Anda menganggap masalah itu masih bisa ditanggulangi
sendiri, gunakanlah cara-cara rasional dan logis (ilmiah) untuk menyelesaikannya.
Permasalahan yang diselesaikan melalui cara-cara irrasional mungkin hanya akan menghasilkan
kegagalan dan semakin memperparah keadaan.
d.
Jika Anda memandang perlu bantuan pihak lain, carilah orang
yang tepat dan dapat dipercaya. Kesalahan dalam menentukan pihak orang lain untuk
dilibatkan dalam masalah Anda, mungkin malah semakin menambah beban masalah Anda.
e.
Belajarlah kepada orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan
masalah-masalah yang serupa dengan masalah Anda dan temukan kunci suksesnya dalam
menyelesaikan masalah
f.
Kesabaran dan kesungguhan Anda dalam menyelesaikan setiap
masalah menjadi penting, karena mungkin apa yang Anda usahakan tidak langsung dapat
menghasilkan penyelesaian secara cepat. Dengan kata lain, upaya penyelesaian masalah
tidak seperti makan cabe rawit, begitu dimakan terasa pedasnya di lidah, dalam hal
ini perlu waktu dan proses.
g.
Tentunya Anda harus tetap berdoa memohon pertolongan yang
Maha Kuasa, sebagai kekuatan spiritual Anda, dan yakinkan dalam diri Anda bahwa
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan tuhan tidak akan memberikan masalah
kepada seseorang diluar kemampuannya.
Singkatnya, bahwa dalam menyelesaikan suatu
masalah dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo
religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan (referensi) sikap dan prilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan dan kemampuan untuk
memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahan inilah yang membedakan
manusia dari hewan dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya
disisi Tuhan.
Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan
itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan
bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem).
Dengan berbagai masalah itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka
memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
Dalam
memecahkan suatu masalah ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu; (1)
memahami masalah, (2) memilih metode pemecahan (merencanakan pemecahan), (3) menyelesaikan
(melaksanakan pemecahan), (4) memeriksa kembali. Pada intinya dalam menyelesaikan suatu masalah dibutuhkan
kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual.
B.
Saran
Dalam makalah ini saran yang dapat penulis berikan hal
antara lain:
1.
Sebagai manusia kita dituntut melakukan sesuatu sesuai
dengan tujuan dan fungsi di ciptakan manusia yaitu sebagai pemimpin dimuka
bumi, oleh karena itu sebagai pemimpin kita harus melakukan secara adil dan
bijak sesuai dengan yang semestinya.
2.
Dalam menyelesaikan masalah kita seharusnya melihat
akar permasalahan tersebut, sehingga kita dapat mengetahui metode yang tepat
dalam menangnani masalah agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Munifah
Siti, 2006, Bimbingan Konseling, STKIP Ponorogo
Polya, G.
1980. On Solving Mathematical Problems in High School. New
Jersey: Princeton Univercity Press.
Syamsudin
Muhammad, 1997, Manusia dalam Pandangan KH. A. Azhar Basyir, MA, Yogyakarta:
Tititan Ilahi Press
Salahudin
Anas, 2009, Bimbingan dan Konseling, Bandung : Pustaka Setia
Saad,N.Ghani,
S& Rajendran N.S 2005. The Sources of Pedagogical
Content Knowledge (PCK) Used by Mathematics Teacher During Instructions: A Case
Study. Departement of Mathematics. Universiti Pendidikan Sultan
Idris.
W.J.S Poerwadarminta,
1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai Pustaka
Vardiansyah,
Dani. 2008, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/05/manusia-dan-masalahnya/
Yusuf, Syamsu
dan Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling,Bandung
: Remaja Rosdakarya