Semua sudah tahu dengan sosok pemimpin Islam yang
menjadi Khalifah kedua, dialah Umar bin Khattab r.a. Umar bin Khattab ini masuk
dalam Islam berkat hidayah dari Allah yang pertama, yang kedua berkat doa Rasulullah
SAW dan yang ketiga berkat adiknya Fatimah yang terlebih dulu menjadi pengikut
Nabi Muhammad SAW berkat lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacanya.
Doa Rasulullah kala itu adalah:
"Semoga Allah memberi kejayaan pada Islam dengan masuknya Umar ke dalam Islam...!!!"
"Semoga Allah memberi kejayaan pada Islam dengan masuknya Umar ke dalam Islam...!!!"
Dan Allah SWT pun mengabulkan doa tersebut.
Kembali ke pokok cerita, antara Khalifah Umar dan
rakyat. Umar adalah sosok pemimpin teladan yang sangat mengerti kepentingan
rakyatnya. Padahal ia sendiri hidup dalam kondisi sangat sederhana.
Pada suatu malam, sudah menjadi kebiasaan bahwa
Khalifah Umar bin Khattab sering berkeliling mengunjungi, menginvestigasi
kondisi rakyatnya dari dekat.
Nah, pada suatu malam itu, ia menjumpai sebuah
gubuk kecil yang dari dalam terdengar suara tangis anak². Ia pun mendekat dan
mencoba untuk memperhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu.
Ternyata dalam gubuk itu terlihat seorang ibu yang
sedang memasak, dan di kelilingi oleh anak²nya yang masih kecil.
Si ibu berkata kepada anak²nya:
"Tunggulah...!!! Sebentar lagi makanannya matang...!!!"
"Tunggulah...!!! Sebentar lagi makanannya matang...!!!"
Sang Khalifah memperhatikan dari luar, si ibu terus
menerus menenangkan anak²nya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan yang
dimasaknya akan segera matang. Sang Khalifaf menjadi sangat penasaran, karena
yang dimasak oleh ibu itu tidak kunjung matang, padahal sudah lama dia
memasaknya.
Akhirnya Khalifah Umar memutuskan untuk menemui ibu
itu.
"Mengapa anak²mu tidak juga berhenti menangis
Bu...???" (tanya Sang Khalifah.)
"Mereka sangat lapar...!!!" (jawab si
ibu.)
"Kenapa tidak cepat engkau berikan makanan
yang dimasak dari tadi itu...???" (tanya Khalifah.)
"Kami tidak ada makanan. Periuk yang dari tadi
aku masak hanya berisi batu untuk mendiamkan mereka. Biarlah mereka berfikir
bahwa periuk itu berisi makanan, dengan begitu mereka akan berhenti menangis
karena kelelahan dan tertidur...!!!" (jawab si ibu.)
Setelah mendengar jawab si ibu, hati sang Kahlifah
Umar bin Khattab serasa teriris.
Kemudian Khalifah bertanya lagi:
Kemudian Khalifah bertanya lagi:
"Apakah ibu sering berbuat demikian setiap
hari...???"
"Iya, saya sudah tidak memiliki keluarga atau
pun suami tempat saya bergantung, saya sebatang kara...!!!" (jawab si
ibu.)
Hati dari sang Khalifah laksana mau copot dari
tubuh mendengar penuturan itu, hati terasa teriris² oleh sebilah pisau yang
tajam.
"Mengapa ibu tidak meminta pertolongan kepada
Khalifah supaya ia dapat menolong dengan bantuan uang dari Baitul
Mal...???" (tanya sang khalifah lagi.)
"Ia telah zalim kepada saya...!!!" (jawab
si ibu.)
"Zalim...!!!" (kata sang khalifah dengan
sedihnya.)
"Iya, saya sangat menyesalkan pemerintahannya.
seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya. siapa tahu ada banyak orang yang
senasib dengan saya...!!!" (kata si ibu.)
Khalifah Umar bin Khattab kemudian berdiridan
berkata:
"Tunggulah sebenatar Bu ya. Saya akan segera kembali...!!!"
"Tunggulah sebenatar Bu ya. Saya akan segera kembali...!!!"
Di malam yang semakin larut dan hembusan angin
terasa kencang menusuk, Sang Khalifah segera bergegas menuju Baitul Mal di
Madinah. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya ditemani
oleh sahabatnya Ibnu Abbas. Sahabatnya membawa minyak samin untuk memasak.
Jarak antara Madinah denga rumah ibu itu terbilang
jauh, hingga membuat keringat bercucuran dengan derasnya dari tubuh Umar.
Melihat hal ini, Abbas berniat untuk menggantikan Umar untuk mengangkat karung
yang dibawanya itu, tapi Umar menolak sambil berkata:
"Tidak akan aku biarkan engkau membawa dosa²ku
di akhirat kelak. Biarkan aku bawa karung besar ini karena aku merasa sudah
begitu bersalah atas apa yang terjadi pada ibu dan anak²nya itu...!!!"
Beberapa lama kemudian sampailah Khalifah dan Abbas
di gubuk ibu itu. Begitu sekarung gandum dan minyak samin itu diserahkan, bukan
main gembiranya mereka. Setelah itu, Umar berpesan agar ibu itu datang menemui
Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak²nya di Baitul
Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak²nya pergi
untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan
bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri,
Khalifah Umar bin Khattab. Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya
yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah
tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Subhanallah...
Kisah Kekhalifahan Umar
bin Khattab
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu
Bakar sibuk bertanya pada banyak orang.”Bagaimana pendapatmu tentang Umar?”
Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya
sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan untuk menuliskan
wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar.
Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan
berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar
wafat dan Umar menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai
“Khalifatur- Rasul”, kini mereka memanggil Umar “Amirul Mukminin” (Pemimpin
orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat
membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya,Fatimah,
melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah –bersama Hamzah-yang
paling ditakuti orang-orang Quraisy.Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul
dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya sahabat Rasul yang pergi secara
terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya bila ingin “ibunya
meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan.”
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat
itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan
Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat
dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi
pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil
markas di tempat itu dan kecerdikan serta keberanian Khalid bin Walid membawa
hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan
Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukanRomawi
-baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah
pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang
Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia
menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak
Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil pedang besar.
Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang
motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu
pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu
belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di
samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun
pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat
meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu
Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat
mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas
menerima keputusan itu. “saya berjihad bukan karena Umar,” katanya. Ia terus
membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan
menggunakan “tangga manusia”, pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo.
Kaisar Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan
seluruh wilayah Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka
hanya akan menyerahkan kota itu pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun
berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil
itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga
tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar
dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya
disertai seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati
orang-orang non Muslim. Apalagi kaum GerejaSyria dan Gereja Kopti-Mesir memang
mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena
yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan
cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komandoAmr
bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga
merebut Ctesiphon –pusat kerajaan Persia,pada 637 Masehi. Tiga putri raja
dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak
Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali
Abidin -Imam besar Syiah.
Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi
Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu.
Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran menganut aliran Syiah. Dari Persia,
Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan
bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Banyak Sekali Sifat-sifat teladan yang patut kita
contoh dari Seorang Umar Bin Khatab, Salah satunya adalah, Suatu ketika Umar
bin Khattab sedang berkhotbah di masjid di kota Madinah tentang keadilan dalam
pemerintahan Islam. Pada saat itu muncul seorang lelaki asing dalam masjid ,
sehingga Umar menghentikan khotbahnya sejenak, kemudian ia melanjutkan.
“Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari
antara kalian bukan dari bangsa lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk
kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan dirinya, golongannya, dan bukan
untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada di antara pemimpin dari kamu
sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang ditindas itu diberikan
haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang pemimpin di antara
kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka kepada orang itu harus
diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal.”
Selesai khalifah berkhotbah, tiba-tiba lelaki asing
tadi bangkit seraya berkata; “Ya Amiirul Muminin, saya datang dari Mesir dengan
menembus padang pasir yang luas dan tandus, serta menuruni lembah yang curam.
Semua ini hanya dengan satu tujuan, yakni ingin bertemu dengan Tuan.”
“Katakanlah apa tujuanmu bertemu denganku,” ujar
Umar.
“Saya telah dihina di hadapan orang banyak oleh Amr
bin Ash, gubernur Mesir. Dan sekarang saya akan menuntutnya dengan hukum yang sama.”
“Ya saudaraku, benarkah apa yang telah engkau
katakan itu?” tanya khalifah Umar ragu-ragu.
“Ya Amiirul Muminin, benar adanya.”
“Baiklah, kepadamu aku berikan hak yang sama untuk
menuntut balas. Tetapi, engkau harus mengajukan empat orang saksi, dan kepada
Amr aku berikan dua orang pembela. Jika tidak ada yang membela gubernur, maka
kau dapat melaksanakan balasan dengan memukulnya 40 kali.”
“Baik ya Amiirul Muminin. Akan saya laksanakan
semua itu,” jawab orang itu seraya berlalu. Ia langsung kembali ke Mesir untuk
menemui gubernur Mesir Amr bin Ash.
Ketika sampai ia langsung mengutarakan maksud dan
keperluannya. “Ya Amr, sesungguhnya seorang pemimpin diangkat oleh rakyat, dari
rakyat, dan untuk rakyat. Dia diangkat bukan untuk golongannya, bukan untuk bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyatnya, dan bukan pula untuk menindas yang lemah
dan mengambil hak yang bukan miliknya. Khalifar Umar telah memberi izin kepada
saya untuk memperoleh hak saya di muka umum.”
“Apakah kamu akan menuntut gubernur?” tanya salah
seorang yang hadir.
“Ya, demi kebenaran akan saya tuntut dia,” jawab
lelaki itu tegas.
“Tetapi, dia kan gubernur kita?”
“Seandainya yang menghina itu Amiirul Muminin, saya
juga akan menuntutnya.”
“Ya, saudara-saudaraku. Demi Allah, aku minta
kepada kalian yang mendengar dan melihat kejadian itu agar berdiri.”
Maka banyaklah yang berdiri.
“Apakah kamu akan memukul gubernur?” tanya mereka.
“Ya, demi Allah saya akan memukul dia sebanyak 40
kali.”
“Tukar saja dengan uang sebagai pengganti pukulan
itu.”
“Tidak, walaupun seluruh masjid ini berisi
perhiasan aku tidak akan melepaskan hak itu,” jawabnya .
“Baiklah, mungkin engkau lebih suka demi kebaikan
nama gubernur kita, di antara kami mau jadi penggantinya,” bujuk mereka.
“Saya tidak suka pengganti.”
“Kau memang keras kepala, tidak mendengar dan tidak
suka usulan kami sedikit pun.”
“Demi Allah, umat Islam tidak akan maju bila terus
begini. Mereka membela pemimpinnya yang salah dengan gigih karena khawatir akan
dihukum,” ujarnya seraya meninggalkan tempat.
Amr binAsh serta merta menyuruh anak buahnya untuk
memanggil orang itu. Ia menyadari hukuman Allah di akhirat tetap akan
menimpanya walaupun ia selamat di dunia.
“Ini rotan, ambillah! Laksanakanlah hakmu,” kata
gubernur Amr bin Ash sambil membungkukkan badannya siap menerima hukuman
balasan.
“Apakah dengan kedudukanmu sekarang ini engkau
merasa mampu untuk menghindari hukuman ini?” tanya lelaki itu.
“Tidak, jalankan saja keinginanmu itu,” jawab
gubernur.
“Tidak, sekarang aku memaafkanmu,” kata lelaki itu
seraya memeluk gubernur Mesir itu sebagai tanda persaudaraan. Dan rotan pun ia
lemparkan.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi.
Saat salat subuh, seorang asal Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid
dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga
tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti,ini adalah
pembunuhan pertama seorang muslim oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga
seorang yang berani berijtihad. Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan
Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen.Ia tidak lagi
membagikan harta pampas an perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji
buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan
catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih
berjamaah.
Khalifah Umar Bin Khatab dan Gubernur Miskin
Khalifah Umar bin Khattab
berniat menggantikan gubernur Syam yang semula dipercayakan kepada Muawiyah.
Penggantinya yang diinginkan Khalifah adalah Said bin Amir Al-Jumahi. “Aku
ingin memberimu amanah menjadi gubernur,” kata Umar kepada Said. Said berkata,
“Jangan kau jerumuskan aku ke dalam fitnah, wahai Amirul Mukminin. Kalian
mengalungkan amanah ini di leherku kemudian kalian tinggal aku.” Umar mengira
bahwa Said menginginkan gaji, “Kalau begitu, kita berikan untukmu gaji.” Said
menjawab, “Allah telah memberiku rizki yang cukup bahkan lebih dari yang
kuinginkan.”
Begitulah kursi gubernuran yang
ditolak oleh Said dengan halus. Walau akhirnya dia harus menunjukkan
ketaatannya kepada Khalifah dengan menaati keinginan Umar yang tetap bersiteguh
untuk mengangkatnya sebagai gubernur Syam. Akhirnya hari yang ditentukan untuk
keberangkatannya ke Syam tiba. Dari Madinah dia berangkat beserta istrinya
menuju tempat tugasnya yang baru.
Sesampainya di Syam, Said
memulai hari-harinya dengan amanah baru, menjadi gubernur Syam. Hingga suatu
saat Said terlilit kebutuhan yang memerlukan uang. Sementara tidak ada uang
pribadinya yang bisa dia pakai. Sementara itu di Madinah Umar mendapatkan tamu
utusan dari Syam. Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan
mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhilafahan Umar bin Khattab.
Umar berkata, “Tuliskan
nama-nama orang miskin di tempat kalian.”
Mereka pun menuliskan nama-nama
orang yang membutuhkan bantuan dari negara. Tulisan itu diserahkan kepada Umar.
Dengan agak terkejut, Umar menemui sebuah nama. Said.
“Apakah ini Said gubernur
kalian?”
“Ya, itu Said gubernur kami.”
“Dia termasuk daftar orang-orang miskin?” tanya Umar lagi mempertegas.
“Ya,” jawab mereka meyakinkan.
Umar kemudian mengambil sebuah
kantong dari kain yang terikat ujungnya. “Berikan ini kepada gubernur kalian,”
kata Umar sambil memberikan kantong itu kepada mereka.
Rombongan itu akhirnya kembali
ke Syam. Setelah sampai, mereka menyampaikan amanah dari Umar itu kepada Said
gubernur mereka.
Sore harinya Said pulang ke
rumah. Dia membuka kantong tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Dan ternyata
kantong tersebut berisi uang seribu dinar. Jumlah yang tidak sedikit.
“Innalillahi wainna ilaihi rojiun,” katanya lirih. Ternyata istrinya mendengar
perkataan tersebut. “Apakah amirul mukminin meninggal?” tanya istrinya. “Tidak,
tetapi musibah yang lebih besar dari itu,” kata Said. “Maukah engkau
membantuku?” sambung Said. “Tentu,” jawab istrinya. “Dunia telah memasuki
diriku untuk merusak akhiratku,” kata Said.
Esok paginya, Said memanggil
orang kepercayaannya untuk membagikan uang itu kepada para janda, anak yatim
dan orang miskin yang membutuhkan. Tanpa tersisa sedikit pun. Barulah istrinya
memahami kata-kata Said, “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku.”
Begitulah. Dan memang Said
selalu berusaha untuk menjadikan dunia yang dimilikinya untuk membeli akhirat.
Agar mendapatkan bidadari surga.
Ketika suatu hari istrinya
menuntut uang yang diberikan dari kakhilafahan, sementara uang itu telah habis
disumbangkan kepada orang lain. Hingga tuntutannya itu membuat Said tersiksa.
Said berusaha menghindari istrinya beberapa hari dengan selalu pulang malam.
Agar dia tidak mendengar lagi tuntutan istrinya.
Sampai istrinya akhirnya tahu
bahwa hartanya telah habis dibagikan cuma-cuma. Sang istri menangisi kepergian
harta itu. Dan inilah yang dikatakan Said kepada istri tercintanya, “Sebenarnya
istriku, dulu aku mempunyai teman-teman yang kini telah lebih dulu
meninggalkanku. Aku tidak rela setelah mereka pergi aku bergelimang harta. Dan
kemudian bidadari surga itu jika muncul di langit dunia akan menerangi seluruh
penduduk bumi dan sinarnya itu akan memadamkan sinar matahari dan rembulan.
Pakaian yang dia pakai lebih baik daripada dunia seisinya. Maka aku lebih
memilih dirimu untuk menjadi bidadariku di surga nanti.” Kata-kata ini membuat
istrinya Said ridho.
Kehidupan seorang gubernur Said
bin Amir tidak hanya terhenti sampai tingkat kesenangannya membagikan harta.
Kalau kita menengok dalam rumahnya lebih ke dalam lagi, kita akan menjumpai
kehidupan seorang gunernur yang tak kita jumpai hari ini. Gubernur yang sangat
zuhud kepada dunia, tidak merasa begitu perlu dengan harta, maka mustahil kalau
dia rela memakan harta rakyatnya.
Inspeksi mendadak yang dilakukan
Umar ke Syam akan mengantarkan kita kepada kisah-kisah dalam rumah tangga Said.
Begitu sampai Himsa, Umar mengumpulkan penduduk kota tersebut dan bertanya,
“Wahai penduduk Himsa, bagaimana kalian mendapati gubernur kalian?” Jawaban
mereka cukup mengejutkan, “Kami mengeluhkan empat hal. Pertama, dia selalu
keluar kepada kami setelah siang datang.” “Ini berat,” kata Umar. “Kemudian
apa?” tanya Umar kembali.
“Kedua, dia tidak melayani siapa
pun yang datang malam hari.”
“Ini juga masalah serius,
kemudian apa lagi?”
“Ketiga, ada satu hari dalam
satu bulan dimana dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami.”
“Ini tidak boleh dianggap
enteng, kemudian yang keempat?”
“Dia terkadang pingsan ketika
bersama kami.”
Mendengar aduan ini, Umar tidak
bisa tinggal diam. Dia merasa perlu untuk cepat menyelesaikan permasalahan yang
timbul antara pejabatnya itu dengan rakyatnya. Itulah pemimpin mulia yang
langsung mendengar masalah rakyatnya dan langsung memberikan solusi konkrit dan
bukan pepesan kosong serta janji memuakkan. Umar membuat pertemuan akbar antara
Said sebagai gubernur dan rakyatnya yang siap mengadili gubernur mereka.
“Ya Allah, jangan Engkau
kecewakan prasangka baikku selama ini kepadanya.”
Kata Umar membuka pertemuan,
“Baiklah, apa yang kalian keluhkan?”
“Pertama, Said tidak keluar
menemui kami kecuali setelah siang datang menjelang.”
Said angkat bicara, “Demi Allah
sesungguhnya aku tidak suka menjawabnya. Aku tidak mempunyai pembantu, maka aku
harus mengadoni roti sendiri, kemudian aku tunggu sampai adonan itu mengambang
dan kemudian aku panggang hingga menjadi roti, kemudian aku wudhu dan baru
keluar.’
“Terus apa lagi?”
“Kedua, Said tidak mau melayani
yang datang kepadanya di malam hari.”
“Apa jawabmu, wahai Said?”
“Sesungguhnya aku tidak suka
menjawabnya. Aku menjadikan siang hariku untuk mereka dan aku menjadikan
malamku untuk Allah Azza Wajalla saja.”
“Kemudian apa lagi?”
“Ada satu hari tertentu dimana
dia tidak keluar sama sekali dari rumahnya.”
“Apa komentarmu?”
“Aku tidak mempunyai pembantu
yang mencucikan pakaianku. Sementara aku tidak memiliki pakaian yang lain. Maka
aku mencucinya sendiri dan aku tunggu sampai kering, selanjutnya aku keluar
kepada mereka saat sudah sore.”
“Selanjutnya apa lagi?”
“Said suka pingsan.”
“Aku menyaksikan meninggalnya Khubaib
Al-Anshari di Mekah. Kematiannya sangat tragis di tangan orang-orang kafir
Quraisy. Mereka menyayat-nyayat dagingnya kemudian menyalibnya di pohon kurma.
Orang Quraisy itu meledek, “Khubaib, apakah kamu rela jika Muhammad sekarang
yang menggantikanmu untuk disiksa?” Khubaib menjawab, “Demi Allah, kalau saya
berada tenang dengan keluarga dan anakku, kemudian Muhammad tertusuk duri
sungguh aku tidak rela.” Ketika itu aku masih dalam keadaan kafir dan
menyaksikan Khubaib disiksa sedemikian rupa. Dan aku tidak bisa menolongnya.
Setiap ingat itu, aku sangat khawatir bahwa Allah tidak mengampuniku untuk
selamanya. Jika ingat itu, aku pingsan.”
Umar berkata, “Segala puji bagi
Allah yang tidak mengecewakan prasangka baikku kepadanya.”
Umar Bin Khattab ra Lihat Kisahnya di Sini
Umar bin khattab adalah salah satu khalifah yang
sangat pemberani dan di takuti oleh orang-orang qurais, beliau di lahirkan 12
tahun sejak Nabi Muhammad di lahirkan di makkah. Ayah umar bernama khattab dan
ibu beliau bernamakhatmah. Perawakan umar bin tinggi besar dan sangat tegap dan
juga memliliki otot otot yang kekar dari tangan dan kakinya. Dia juga memiliki
jenggot lebat dan wajah yang tampan, oya kulit beliau berwarna coklat
kemerah-merahan.
Film Umar Bin Khattab >>> Ada di sini <<<
Umar bin khattab lahir dan di besarkan di lingkungan Bani Adiyang salah satu di antara suku Qurais. Dia adalah khalifah setelah abu bakar as siddiq khalifah ke dua.
Nasab Umar Bin Khattab dari bin nufail bin abdul uzza bin riyah bin Abdullah bin qarth bin razah bin ‘adiy bin ka’bah bin lu’ay bin ghalib. Nasab Umar bin khattab dan nabi Muhammad bertemu pada nasab kakeknya ka’ab. Ada 8 kakek yang menjadi selisih nabi dan umar ibn khattab. Ibu omar umar bin k. bernama hantamah binti hasyim bin al- mughirah al-makhzumiyah. Tahukah anda kalau yang member beliau “kun-yah” bapak hafsh karna anak yang sulungnya memberi laqab atau disebut juga julukan al Faruq.
Doa Nabi untuk Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab."
Ya Allah...jadikan Islam ini kuat dengan masuknya islam satu dari kedua orang ini. Umar bin Khattab atau Amr bin Hisham " doa ini di ucapkan beliau saat islam masih pada awal awal perkembangannya. Nabi berharap semoga dengan masukkanya salah satu dari oaring ini dapat menjadi kekuatan baru untuk islam, dan Alhamdulillah yang masuk islam Umar dan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Umar bin Khattab masuk Islam
Sebelum omar umar ibn khattab memeluk islam, beliau sangat dikenal sebagai seorang yang sangat keras dan sangat memusuhi kaum Muslimin,karna dia bertaklid kepada paham yang di anut kaum jahiliah secara turun temurun dan kerap juga dia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji seperti pada umumnya dilakukan kaum jahiliyah, namun umar bin khattab masih tetap bisa menjaga harga dirinya. pada bulan Dzulhijah Beliau mengucapkan dua kalimat syahadat masuk islam pada tahun ke-6 kenabian, dan juga hanya berselang tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib juga memeluk Islam. Allahu Akbar….
Pendek cerita, hehee soalnya kalau di tulis semuanya, bias bisa kering jempol aku , lanjut gan,.. pada suatu malam beliau umar ibn khattab secara diam diam datang ke Masjidil Haram untuk apa coba? Yaa untuk nguping alias mendengarkan bacaan shalat Nabi Muhammad saw. Di saat itu bacaan yang Nabi adalah surat Al Haqqah.
Umar bin Khattab pun saat itu langsung kagum dengan susunan kalimat-kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- "Demi Allah, inilah yang sering katakana kaum Qurais apalagi kalau buka syair Kemudian beliau (Omar Umar ibn) mendengar lagi Nabi Membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur'an bukan syair), lantas dia berkata lagi, "Kalau begitu berarti Muhammad adalah dukun." Kemudian beliau mendengar lagi lanjuatan bacaan Nabi pada ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya Beliau Umar Bin Khattab berkata, "Telah terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi kuatnya pengarauh kebiasaan adat jahiliyah pada diri omar, fanatik buta terhadap agama nenek moyangnya seperti petinggi-petinggi Qurais yang lainnya, maka beliau tetap memusuhi Agama yang di bawakan Muhammad saw yaitu Islam.
Lanjut Gan,… Lanjut, jari jari ku sudah hampir seperti jempol semua hehee,.. Allahu akbar. Tetap semangat,… Kemudian pada suatu hari, Umar Bin Khattab ra. keluar dengan pedang yang sudah terhunus dan bermaksud ingin membunuh Nabi Muhammad saw.
Dalam perjalanannya, beliau berjumpa dengan seorang dari Bani Zuhrah laki laki itu bernama Nu`aim bin Abdullah al 'Adawi,. Lekaki itu menghampiri beliau dan bertanya, Mau kemana wahai Umar?" Umar menjawab, mau kemana lagi "Aku ingin membunuh Muhammad." Kemudian Lelaki itu berkata, Bagaimana mungkin kamu akan merasa aman dari bani zuhra dan juga bani hasyim jika hendak ingin membunuh Muhammad ? satu hal lagi yang harus kamu tau umar,… adik perempuanmu telah masuk islam dan suaminya….
Kemudian Umar bin khattab buru buru ke rumah adiknya yang lagi belajar al Quran, surat yang di baca adalah surat Thaha. Saat mendengar ada yang datang, dia itu adalah Umar, lalu khalab bin al Arat (yang mengajari adik umar Al Quran) bersembunyi mendengarkan pembicaraan umar lagi marah marah dan menanyakan bacaan yang di dengarkan tadi, lalu adik dan suaminya berkata kepada umar kami ga membaca apa apa kok…. :P, kemudian umar mengatakan, saya dengar kalian sudah tidak menyembah apa yang aku sembah, agama nenek moyang kita? ." Iparnya lalu berani menjawab, "wahai Umar, lalu bagaimana kalau agama yang benar itu bukan pada agamamu? Karna merasa jengkel setelah mendengar ucapan itu, dia memukul iparnya hingga jatuh dan berdarah akan tetapi dia juga menyesal berbuat seperti itu pada iparnya melihat darah yang mengalir dari wajahnya.
Umar Bin Khattab berkata pada mereka, mana kitab yang kalian baca tadi? Berikan padaku. Aku ingin membacanya, tapi adiknya tidak mengijinkan uamr untuk memegangnya. Lalu ia megatakan kamu umar itu kotor dan tidak boleh di sentuh, jika mau menyentuhnya harus bersuci dulu, setelah umar mandi, dia membacanya. Surat yang di bacanya yaitu surat Thaha, dia heran dan kagum terhadap Al Quran, dia memujinya, lalu dia meminta untuk di pertemukan Rasulullah.
Mendengar perkataan itu, lalu Khabab keluar dari persembunyinnya, dia memberi kabar gembira kepada umar bin khattab. Semoga engkau adalah orang yang telah di doakan nabi pada Rabu malam (malam kamis). Doa Nabi saat berada di rumah dekat shafa, 'Ya Allah, muliakan Islam.dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.'
Lalu, Omar mengambil pedangnya dan segera ke rumah nabi… sesampainya di luar dan mengetuk ngetuk pintu, salah seorang melihat umar dan semua orang yang ada di dalam rumah kaget mendengarnya. Akan tetapi hamzah tidak takut dan berkata bukan dia pintu, kalau dia macam macam, kita bunuh dia tapi kalau dia menginkan kebaikan maka kita menerimanya. Dan nabi menemui umar bin khattab dan berkata . "... Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar binKhattab." Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar."
Saat itu pula, Umar bersyahadat dan semua orang
di situ bertakbir dengan keras, Allahu akbar, Allahu Akbar, kamu juga yang lagi baca…. umar adalah orang yang ke 40 memeluk agama islam. Saat umar masuk islam Abdullah bin mas’ud mengatakan kami main Berjaya (islam)
Kepemimpinan Umar bin Khattab
Semenjak umar masuk islam sangat memberikan pengaruh besar terhadap perjuangan islam saat itu, dia adalah pemimpin yang sangat terkenal keadilannya, tegas, di segani dan juga bijaksana. Dia selalu memperhatikan kepentingan kepentingan umat. Dia merobohkan kesyirikan, menegakkan tauhid dan keimanan, apalagi soal sunnah dia sangat membenci dan mematikan yang namanya bi’dah. Semoga aja pemiempin kita bisa seperti umar bin khattab, Aamiin gan. Beliau juga di kenal tantang pemahaman as sunnah dan al kitab al Qur’an setalah Abu bakar as siddiq.
Tak ada yang bisa meragukan kepemimpinan beliau, saat beliau sebagai khalifah, kekuasan islam makin bertambah luas, diantaranya kairo., kufah, jurjan, barsah, azerbijan, rripoli barat, burqah, irak mesir, syam dan Persia ucapkan Allahu Akbar…Masih banyak lagi yang akan ditaklukkan setelah yang saya sebutkan di atas… mau lihat video umar bin khattab? Kisah umar masih panjang,.. maaf tanganku sudah keriting mengetikkk… jika masih penasaran dengan umar bin khattab, ni ada 30 film umar episode, silahkan di Nonton Gan : www.filmumarbinkhattab.com + bonus nya juga
Wafatnya Omar / Umar
Pada tahun dzulhijjah 23 H. umar wafat, tepatnya pada hari rabu. Beliau di tikam oleh seorang budak ketika sementara imam sholat subuh di duga iya mendapat perintah dari kalangan majusi, beliau di makamkan di samping makam nabi dan abu bakar as siddiq. Umar Bin Khattab wafat pada umar 63 Tahun.
Gaji Khalifah (Presiden) Umar Bin Khatab RA
Suatu hari Ali Bin Abu Tholib,
Talhah dan salah satu Sahabat lain-nya mendatangi Hafsah r.a, putri Umar Bin
Khotob yang juga salah satu Istri Rosululloh.
Maksud kedatangan ke tiga
sahabat Rosululloh itu adalah untuk mengusulkan agar gaji Umar sebagai Kholifah
(Presiden) di naikkan, karena gaji yang sekarang di terima oleh Umar di pandang
terlalu kecil, untuk menyampaikan langsung pada Umar ke tiga sahabat ini merasa
takut jika Umar nanti malah marah, maka ketiga sahabat Rosululloh tersebut
menemui Hafsah dan meminta tolong agar Hafsah-lah yang menyampaikan usulan
tersebut kepada Umar Sang Kholifah waktu itu.
Benar saja, ketika Hafsah
menyampaikan usul ketiga shabat Rosululloh tersebut, Wajah Umar Bin Khotob
langsung merah padam menahan marah, Umarpun berkata “Siapa ya Hafsah yang
berani-beraninya mengusulkan gaji-ku sebagai Kholifah supaya di tambah, biar
orang itu aku tempeleng?” tanya Umar dengan nada keras.
Hafsah-pun menjawab “aku akan
mengatakan-nya siapa orang itu, tapi aku ingin tahu lebih dulu bagaimana
pendapat engkau sebenarnya dengan usulan itu”, jawab Hafsah dengan tenang.
“Wahai Hafsah, engkau sebagai
istri Rosululloh ceritakan padaku, bagaimana Rosululloh dulu sewaktu masih
hidup dan menjabat sebagai Kholifah”, kata Umar selanjutnya.
Hafsah-pun menerangkan dengan
senang hati, “Selama aku mendampingi Rosululloh sebagai salah satu istri Beliau
sebagai seorang Kholifah (Presiden), Rosululloh hanya mempunyai dua stel baju,
berwarna biru dan merah, Rosululloh-pun hanya mempunyai selembar kain kasar (
terpal ) sebagai alas tidur, Beliau akan melipat kain itu menjadi empat lipatan
sebagai bantal tidur jika musim panas tiba dan Beliau akan menggelar kain
tersebut serta di sisakan sedikit buat bantal untuk tidur jika musim dingin
tiba, aku pernah mengganti alas tidur Rosululloh dengan kain yang halus untuk
tidur, esok harinya aku di tegur Beliau ” wahai Hafsah Istriku, janganlah kau
lakukan lagi mengganti alas tidurku seperti kemarin, hal itu hanya akan
melalaikan orang untuk bangun tengah malam untuk melaksanakan sholat malam
bermunajat pada ALLAH SWT”, aku-pun tidak berani lagi melakukan hal itu lagi
sampai Beliau wafat”.
“Teruskan ceritamu ya Hafsah”
pinta Umar dengan penuh perhatian.
“Rosululloh setiap hari hanya
makan roti dari tepung yang amat kasar di campur dengan garam jika pas ada dan
di celupkan minyak, Padahal Beliau punya hak dari baitul Mall, tapi Beliau
tidak pernah mengambilnya dan mempergunakan-nya, semuanya di bagikan pada fakir
miskin” tutur Hafsah selanjutnya. “Aku pernah pagi-pagi menyapu remukan roti di
kamar, oleh Rosululloh remukan roti tersebut di kumpulkan dan di makan dengan
lahap-nya, bahkan Beliau berniat untuk mebagikan pada orang lain” begitu tutur
Hafsah menutup ceritanya.
Kata Umar “Wahai Hafsah sekarang
dengarlah olehmu, jika ada tiga sahabat yang akan mengadakan suatu perjalanan
dengan tujuan yang sama dan jalan yang harus di tempuh itu harus sama, mana
mungkin jika ada salah satu sahabat itu menempuh jalan yang lain akan bisa
bertemu pada satu tujuan, Rosululloh telah sampai pada tujuan itu, Abu Bakar
Insya Allah juga telah sampai pada tujuan itu dan sekarang telah berkumpul
kembali dengan Rosululloh karena Abu Bakar menempuh jalan yang sama dengan yang
dulu di tempuh oleh Rosululloh. Sekarang diriku masih dalam perjalanan belum
sampai tujuan, apakah mungkin aku akan menempuh jalur lain sehingga
mengakibatkan aku tidak akan sampai tujuan dan berkumpul dengan Rosululloh dan
Abu Bakar? Tidak, aku sekali-kali TIDAK akan menerima tawaran itu, karena hal
itu tidak pernah di lakukan oleh Rosululloh dan Abu Bakar, dan akupun tidak
akan menggunakan hak-ku dari baitul mall untuk kepentingan diriku, semuanya
telah aku serahkan untuk kepentingan fakir miskin”.
Lima Wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sahabat Rasul SAW, Abu Bakar
Ash-Shiddiq, berkata, ”Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun ada lima. Jika
tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke
dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu
maka ia akan selamat di dunia dan akhirat.”
Kegelapan pertama adalah cinta
dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda, ”Cinta dunia adalah biang segala
kesalahan.” (HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan
segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan
pelita berupa takwa. Dengan takwa, manusia lebih terarah secara positif menuju
jalan Allah, yakni jalan kebenaran.
Kedua, berbuat dosa. Kegelapan
ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh).
Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali,
di dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa
dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali
berbuat dosa, bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.”
(HR Ahmad). Inilah al-roon (penutup hati) sebagaimana disebutkan dalam QS
Al-Muthaffifin (83) ayat 14.
Ketiga, kegelapan kubur akan
benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan laa ilaaha
illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa membaca dengan
ikhlas kalimat laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.” Para sahabat
bertanya, ”Wahai Rasulallah, apa wujud keikhlasannya?” Beliau menjawab,
”Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu yang diharamkan Allah
kepada kalian.”
Keempat, alam akhirat sangatlah
gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal shaleh. QS
Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yang beramal shaleh adalah
sebaik-baik makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga ‘Adn. Mereka kekal di
dalamnya.
Kegelapan kelima adalah shirath
(jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah penerangnya. Yaitu,
meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati segala hal yang gaib, termasuk
kehidupan setelah mati (eskatologis). Dengan keyakinan itu, kita akan lebih
aktif mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). Demikian
lima wasiat Abu Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu,
sehingga menyibak kegelapan dan mengantarkan kita ke kebahagiaan abadi di
surga. Amin.
[Nur Iskandar,
Republika, Hikmah]
Abu Bakar Dengan Tukang Ramal
Abu Bakar mempunyai seorang
hamba yang menyerahkan sebagian dari pendapatan hariannya. Pada suatu hari
hambanya itu telah membawa makanan lalu dimakan sedikit oleh Abu Bakar. Hamba
itu berkata:
“Kamu selalu bertanya tentang
sumber makanan yang aku bawa tetapi hari ini kamu tidak berbuat demikian”.
“Aku terlalu lapar sehingga aku
lupa bertanya. Terangkan kepada ku dimana kamu mendapat makanan ini”.
Hamba: “Sebelum aku memeluk
Islam aku menjadi tukang ramal. Orang-orang yang aku ramal nasibnya
kadang-kadang tidak dapat bayar uang kepadaku. Mereka berjanji akan membayarnya
apabila sudah memperoleh uang. Aku telah berjumpa dengan mereka hari ini.
Merekalah yang memberikan aku makanan ini.”
Mendengar kata-kata hambanya Abu
Bakar memekik : “Ah! Hampir saja kau bunuh aku”.
Kemudian dia coba mengeluarkan
makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang menyarankan supaya dia mengisi
perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi.
Saran ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntah keluar.
Kata orang yang mengamati :
“Semoga Allah memberikan rahmat atas mu. Kamu telah bersusah payah karena
makanan yang sedikit”.
Kepada orang itu Abu Bakar
menjawab: Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan berbuat demikian
aku mungkin kehilangan nyawaku sendiri. Aku mendengar Nabi berkata : “Badan
yang tumbuh subur dengan makanan haram akan merasakan api neraka”. Oleh karena
itulah maka aku memaksa makanan itu keluar takut kalau-kalau ia menyuburkan
badanku.
Abu Bakar sangat teliti tentang
haram halalnya makanan yang dimakannya.
Jangan mendapatkan harta melalui
jalan yang haram, Jangan gunakan harta yang haram bagi diri sendiri apalagi
untuk orang lain.
Kelak diyaumil akhir akan
ditanya “Dari mana kamu peroleh hartamu & kemana kau belanjakan “
Ketegasan Abu Bakar Soal Zakat
Sewaktu Sahabat Abu Bakar
menjadi khalifah menggantikan Rasulullah SAW, maka ia adalah seorang yang
sangat tegas dalam menarik zakat kepada para saudagar dan orang-orang kaya yang
telah memiliki banyak kelebihan harta.
Khalifah Abu bakar tercatat
senantiasa bertindak tegas kepada siapa pun yang membangkang membayar zakat.
Pada zaman itu, negara bertindak sebagai satu-satunya pihak yang berhak
mendistribusikan dana zakat yang diperoleh dari para penyetor zakat. Pada waktu
itu belum tersedia jasa swasta untuk menyalurkan zakat. Karenanya, jika tidak
dibagikan sendiri secara langsung kepada orang-orang yang berhak, tentu negara
lah yang akan mengambil alih pengelolaannya.
Sahabat Abu Bakar RA selalu
bertindak sesuai prosedur yang telah disepakati oleh negara, pertama-tama
dikirimkanlah surat kepada setiap gubernur yang membawahi daerah-daerah
kekuasaan Islam untuk menyiapkan perangkat-perangkat penarik zakat. Mulai dari
personil, perlengkapan hingga patung hukum yang dapat membantu pelaksanaan
penarikan zakat tersebut.
Dalam surat-suratnya tersebut,
Abu Bakar menyatakan bahwa zakat adalah ibadah wajib (fardhu) yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah SAW kepada kaum muslimin yang telah memenuhi
kualifikasi.
Termasuk surat-surat Abu Bakar
selalu menyebut bahwa zakat harus diberikan menurut kadar kebutuhan seseorang.
Abu Bakar melarang keras untuk memberikan zakat melebihi ketentuan semestinya.
Ia melarang setiap amil zakat untuk memberikan jatah zakat diluar ketentuan,
meskipun mereka meminta lebih. (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Al-Bukhari dan
ad-Daraquthni)
Ketika sepeningal Rasulullah,
ternyata orang-orang Arab kembali menolak membayar zakat, maka Abu Bakar segera
berunding dengan sahabat Umar RA. Tentang tindakan apa yang harus mereka ambil terhadap
para pembangkang tersebut. Apakah mereka dapat diperangi karena menolak
membayar zakat?
Karena dimintai pendapat oleh
Khalifah, maka Umar pun angkat bicara, “Demi Allah, tiada lain yang aku lihat
selain Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku
pun tahu bahwa Abu Bakar berada pada posisi yang benar.” (HR. Abu Daud, shahih)
Ketika Umar Akan Penggal Kepala Orang
Nasib malang menimpa salah
seorang musyrikin Quraisy, Hakam bin Kaisan. Kekalahan kelompoknya dalam perang
Badar mengubah jalan hidupnya sebagai tawanan dan hampir saja kehilangan
kepala.
Umar bin Khattab beriniat akan memenggal kepala
Hakam lantaran tak terlalu sabar menunggu keinsafan orang Quraisy tersebut atas
ajaran Islam. Meski sebagai tawanan, Hakam tetap tak beranjak dari ajaran
jahiliyahnya.
”Sebaiknya lepaskan saja
ia. Kita serahkan saja kepada Rasulullah,” usul bawahan Umar, Miqdad bin Amr.
Mereka akhirnya sepakat membawa
Hakam menghadap Rasulullah SAW. Dalam pertemuan itu, Hakam menerima
banyak pelajaran dari Rasulullah.
”Ya Rasulallah, untuk apa Engkau
mendakwahinya? Demi Allah, orang ini tidak akan masuk Islam sampai akhir abad.
Biarkan aku memenggal kepalanya supaya ia kembali ke perut neraka Hawiyah,”
protes Umar.
Rasulullah tak menoleh sedikit pun
kepada Umar. Mungkin mengabaikannya. Tapi, Hakam akhirnya benar-benar jatuh
hati dengan Islam.
Menyaksikan kebijaksanaan
Nabi dan proses Hakam memeluk Islam, Umar pun menyesali perbuatannya.
”Bagaimana aku sampai membantah Nabi SAW untuk perkara yang sesungguhnya beliau
lebih mengetahui?” katanya.
Diriwayatkan, Hakam pernah
bertanya kepada Rasulullah, ”Apa itu Islam?”
”Engkau menyembah hanya kepada
Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Engkau bersaksi bahwa Muhammad itu hamba
dan utusan-Nya,” jawab Rasulullah.
”Sungguh aku telah memeluk agama
Islam,” jawab Hakam.
Nabi segera menoleh kepada para
sahabatnya. ”Seandainya saja aku memenuhi keinginan kalian (untuk membunuh
Hakam) beberapa saat yang lalu, pasti ia sudah masuk neraka.”
Dalam perkembangannya, Hakam
berubah menjadi muslim yang sangat saleh dan taat. Bahkan Hakam turut berjuang
di medan perang bersama Nabi hingga ia wafat sebagai syahid di Bi’r Ma’unah.
Bi’r Ma’unah adalah tempat
syahidnya 70 sahabat pada bulan Shafar tahun ke-4 Hijriyah. Saat itu,
Rasulullah mengungkapkan rasa dukanya yang mendalam atas peristiwa memilukan
yang menimpa para sahabatnya selama beberapa hari dengan qunut nazilah.
http://lifeofwriting.com/alkisah/page/8/
Meneladani Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang paling utama bahkan ia adalah manusia paling mulia
setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk Islam tatkala orang-orang masih
mengingkari Nabi.
Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu
mengatakan, “(Di awal Islam) Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu
‘anhum ‘ajmain.” (Riwayat Bukhari).
Sebagaimana telah masyhur, laqob ash-shiddiq disematkan
padanya karena ia selalu membenarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebagaimana pada pagi hari setelah kejadian isra mi’raj
orang-orang kafir berkata kepadanya, “Temanmu (Muhammad) mengaku-ngaku telah
pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam”. Abu Bakar menjawab, “Jika ia berkata
demikian, maka itu benar”.
Keutamaan Abu Bakar
Pertama, dijamin masuk surga dan
memasuki semua pintu yang ada di sana, padahal saat itu beliau masih
menjejakkan kaki di muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Orang yang menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan
dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk
menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka
mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari
kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari
golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, mereka yang
berpuasa akan dipanggila dari pintu puasa, yaitu pintu Rayyan. Lantas Abu Bakar
bertanya; “Jika seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari salah satu pintu,
itu adalah sebuah kepastian. Apakah mungkin ada orang akan dipanggil dari semua
pintu tersebut wahai Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Benar, dan aku berharap kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu
Bakar.” (HR. al-Bukhari & Muslim).
Kedua, Abu Bakar adalah laki-laki
yang paling dicintai oleh Rasulu shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Amr
bin Al Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Nabi shallallahu’alahi wa
sallam, “Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku
bertanya lagi: ‘Kalau laki-laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu
Bakar)” (HR. Muslim).
Ketiga, Allah mempersaksikan bahwa
Abu Bakar adalah orang yang ikhlas dalam mengamalkan ajaran Islam. Allah Ta’ala
berfirman,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى. الَّذِي
يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ. وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ. وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa
dari neraka itu, Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkannya, Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat
kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat
kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)
Para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini beliau berkata, sebab turun ayat
ini adalah berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (Tafsir as-Sa’di, Hal: 886).
Keempat, orang-orang musyrik
menyifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah menyifati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang
diperintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Meskipun Abu Bakar
lebih senang berada di sisi Rasulullah, namun Rasulullah mengkhawatirkan
keselematan Abu Bakar karena kabilahnya termasuk kabilah yang lemah, tidak
mampu melindunginya dari ancaman orang-orang kafir Quraisy.
Dalam perjalanan menuju Habasyah, saat sampai di
suatu wilayah yang bernama Barku al-Ghumad, Abu Bakar berjumpa dengan seseorang
yang dikenal dengan Ibnu Dughnah yang kemudian menanyakan perihal tentangnya.
Lalu Ibnu Dughnah mengajaka Abu Bakar kembali ke Mekah dan ia berkata kepada
kafir Quraisy, “Apakah kalian mengusir orang yang suka menghilangkan beban
orang-orang miskin, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah,
menjamu tamu, dan selalu menolong di jalan kebenaran?” (Riwayat Bukhari)
Sifat yang sama seperti sifat yang dikatakan Ummul
Mukminin Khadijah tatkala menenangkan Rasulullah tatkala pertama kali menerima
wahyu.
Oleh karena itu, tidak heran sampai-sampai Umar bin
al-Khattab menyifati keimanan Abu Bakar dengan permisalan yang sangat luar
biasa. Umar mengatakan, “Seandainya ditimbang iman Abu Bakar dengan iman
seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.” (as-Sunnah, Jilid 1
hal. 378).
Meneladani Abu Bakar
Pertama, meneladani kecintaannya
kepada Rasulullah.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha,
ia menceritakan, setiap harinya Rasulullah selalu datang ke rumah Abu Bakar di
waktu pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah diizinkan untuk
berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar yang melihat
kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah datang di waktu (luar
kebiasaan) seperti ini, pasti karena ada urusan yang sangat penting”. Saat tiba
di rumah Abu Bakar, Rasulullah bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”.
Kemudian Abu Bakar menanggapi, “Apakah Anda ingin agar aku menemanimu wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani aku”. Abu Bakar pun menangis.
Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum
hari ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena
berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu”.
Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini
adalah kedua kudaku yang telah aku persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa
hijrah bersama Rasulullah. Padahal hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu
benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan harta, meninggalkan keluarga;
anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu Bakar kepada Rasulullah
membuatnya lebih mengutamakan Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan
dirinya sendiri.
Kedua, menangis saat membaca
Alquran.
Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut
hatinya sehingga tatkala membaca Alquran, matanya senantiasa berurai air mata.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit menjelang
wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum muslimin. Lalu
Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang sangat
lembut, apabila ia membaca Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah
khawatir kalau hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami kaum
muslimin.
Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir
Quraisy mengeluh kepada Ibnu Dhughnah –orang yang menjamin Abu Bakar- agar ia
meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam rumahnya saja, tidak di halaman
rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka khawatir istri-istri dan anak-anak
mereka terpengaruh dengan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Abu Bakar.
Ketiga, berhati-hati terhadap
harta yang haram atau syubhat.
Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha,
ia berkata:
“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki
yang senantiasa mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya.
Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang
dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak
berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar bertanya, ‘Dari
mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang
menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya
menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda
makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan
tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.” (HR.
Bukhari).
Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari
Anas bin Malik. Ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk
menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk
menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah.
Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang
yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah
pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan
bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu
aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan
‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka,
walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari).
Meneladani Abu Bakar ash-Shiddiq
Radhiallahu ‘Anhu
Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang paling utama bahkan ia adalah manusia paling mulia
setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk Islam tatkala orang-orang masih
mengingkari Nabi.
Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu
mengatakan, “(Di awal Islam) Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu
‘anhum ‘ajmain.” (Riwayat Bukhari).
Sebagaimana telah masyhur, laqob ash-shiddiq disematkan
padanya karena ia selalu membenarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebagaimana pada pagi hari setelah kejadian isra mi’raj
orang-orang kafir berkata kepadanya, “Temanmu (Muhammad) mengaku-ngaku telah
pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam”. Abu Bakar menjawab, “Jika ia berkata
demikian, maka itu benar”.
Keutamaan Abu Bakar
Pertama, dijamin masuk surga dan
memasuki semua pintu yang ada di sana, padahal saat itu beliau masih
menjejakkan kaki di muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Orang yang menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan
dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk
menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka
mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari
kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari
golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, mereka yang
berpuasa akan dipanggila dari pintu puasa, yaitu pintu Rayyan. Lantas Abu Bakar
bertanya; “Jika seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari salah satu pintu,
itu adalah sebuah kepastian. Apakah mungkin ada orang akan dipanggil dari semua
pintu tersebut wahai Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Benar, dan aku berharap kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu
Bakar.” (HR. al-Bukhari & Muslim).
Kedua, Abu Bakar adalah laki-laki
yang paling dicintai oleh Rasulu shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Amr
bin Al Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Nabi shallallahu’alahi wa
sallam, “Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku
bertanya lagi: ‘Kalau laki-laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu
Bakar)” (HR. Muslim).
Ketiga, Allah mempersaksikan bahwa
Abu Bakar adalah orang yang ikhlas dalam mengamalkan ajaran Islam. Allah Ta’ala
berfirman,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى. الَّذِي
يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ. وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَىٰ.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ. وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa
dari neraka itu, Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkannya, Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat
kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat
kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)
Para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini beliau berkata, sebab turun ayat
ini adalah berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (Tafsir as-Sa’di, Hal: 886).
Keempat, orang-orang musyrik
menyifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah menyifati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang
diperintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Meskipun Abu Bakar
lebih senang berada di sisi Rasulullah, namun Rasulullah mengkhawatirkan
keselematan Abu Bakar karena kabilahnya termasuk kabilah yang lemah, tidak
mampu melindunginya dari ancaman orang-orang kafir Quraisy.
Dalam perjalanan menuju Habasyah, saat sampai di
suatu wilayah yang bernama Barku al-Ghumad, Abu Bakar berjumpa dengan seseorang
yang dikenal dengan Ibnu Dughnah yang kemudian menanyakan perihal tentangnya.
Lalu Ibnu Dughnah mengajaka Abu Bakar kembali ke Mekah dan ia berkata kepada
kafir Quraisy, “Apakah kalian mengusir orang yang suka menghilangkan beban
orang-orang miskin, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah,
menjamu tamu, dan selalu menolong di jalan kebenaran?” (Riwayat Bukhari)
Sifat yang sama seperti sifat yang dikatakan Ummul
Mukminin Khadijah tatkala menenangkan Rasulullah tatkala pertama kali menerima
wahyu.
Oleh karena itu, tidak heran sampai-sampai Umar bin
al-Khattab menyifati keimanan Abu Bakar dengan permisalan yang sangat luar
biasa. Umar mengatakan, “Seandainya ditimbang iman Abu Bakar dengan iman
seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.” (as-Sunnah, Jilid 1
hal. 378).
Meneladani Abu Bakar
Pertama, meneladani kecintaannya
kepada Rasulullah.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha,
ia menceritakan, setiap harinya Rasulullah selalu datang ke rumah Abu Bakar di
waktu pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah diizinkan untuk
berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar yang melihat
kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah datang di waktu (luar
kebiasaan) seperti ini, pasti karena ada urusan yang sangat penting”. Saat tiba
di rumah Abu Bakar, Rasulullah bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”.
Kemudian Abu Bakar menanggapi, “Apakah Anda ingin agar aku menemanimu wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani aku”. Abu Bakar pun menangis.
Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum
hari ini, aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena
berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari itu”.
Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini
adalah kedua kudaku yang telah aku persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa
hijrah bersama Rasulullah. Padahal hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu
benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan harta, meninggalkan keluarga;
anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu Bakar kepada Rasulullah
membuatnya lebih mengutamakan Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan
dirinya sendiri.
Kedua, menangis saat membaca
Alquran.
Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut
hatinya sehingga tatkala membaca Alquran, matanya senantiasa berurai air mata.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit menjelang
wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum muslimin. Lalu
Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang sangat
lembut, apabila ia membaca Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah
khawatir kalau hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami kaum
muslimin.
Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir
Quraisy mengeluh kepada Ibnu Dhughnah –orang yang menjamin Abu Bakar- agar ia
meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam rumahnya saja, tidak di halaman
rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka khawatir istri-istri dan anak-anak
mereka terpengaruh dengan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Abu Bakar.
Ketiga, berhati-hati terhadap
harta yang haram atau syubhat.
Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha,
ia berkata:
“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki
yang senantiasa mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya.
Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang
dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak
berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar bertanya, ‘Dari
mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang
menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya
menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda
makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan
tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.” (HR.
Bukhari).
Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari
Anas bin Malik. Ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk
menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk
menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah.
Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ
مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu)
engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat
lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa
gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas
pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka
karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan
mereka.” (HR. Bukhari).
0 comments:
Post a Comment